🍒 A N O Z 5 🍒

2.1K 149 2
                                    

"Welcome to hell, Angga. It's me, malapetaka, yang t'lah mengirim mu kedalam neraka"
-Azzah Noz




BRAK!

Suara pintu UKS yang terbuka dengan keras membuat Angga dan Hendrix terkejut. Mereka menoleh dan melihat beberapa anak-anak dari geng Void dan geng PM (Pembawa malapetaka) yang menatap Gabriel, mereka begitu tampak khawatir bergegas masuk.

"Gabriel! Kita-kita denger lu sakit sampe dibawa ke UKS, jadi itu bener?" tanya salah satu dari mereka, Riyan. Matanya memindai ruangan mencari tanda-tanda keberadaan orang yang menjadi resahnya.

Hendrix, sangat-sangat merasa sangat lega kerena telah makan makanan yang di haramkan mereka, dia berdiri dan menenangkan anak-anak geng alay itu, "Ngalem, guys. Dia dah molor tadi, tapi tadi si gabby demam tinggi banget, noh liat." Hendrix menunjuk Gabriel yang masih meminum susunya, "Sudah makan plus minum jus juga," ujarnya sambil beralih menunjuk ke botol plastik jus yang hampir kosong.

Angga, masih demam tinggi hanya tersenyum lemah, dia tidak tahu kondisi tubuhnya sendiri. Dia tak merasakan apapun selain lemas, "Thanks udah khawatir, tapi aku memang hanya perlu istirahat. Kalian tahu, jadwal sekolah kita cukup padat," katanya, mencoba mengalihkan perhatian dari keadaannya yang sebenarnya.

Teman-temannya tampak agak curiga mendengar penjelasan itu, apalagi Marvel dan Amerta.

"Tumben sekali menggunakan aku kamu." Ujar Amerta. Amerta sebenarnya tidak pernah melarang Gabriel melakukan hal yang disukainya seperti makan makanan pedas, balapan, ataupun maling rambutan. Hanya jika dia terkena masalah karena hal yang disuka jangan merengek pada Amerta tuk ditolong.

"Aku gak nyaman pakai gw, elo, gitu. Emang gak boleh ya?" Gabriel berkata, ia memiringkan kepalanya ke kanan hingga rambutnya ikut terbawa.

"Bukan begitu. Itu lebih baik." Amerta mendekati Gabriel dan mencium aroma cabai yang sedikit menyenangkan disana. "Gabby, kamu memakan makanan pedas? Ini menyengat sekali."

"Enggak! Eee ... Itu Hendrix makan cimol gejrot! Aku cuma makan ini kok!" Ucap Gabriel sembari memperlihatkan bekal yang sudah disiapkan Diana, untung saat Hendrix menariknya ke UKS kotak bekal itu terbawa oleh tangannya.

"Kamu manis ketika bersikap baik. Bagaimana jika nanti kamu pergi denganku." Amerta mengelus pucuk rambut Gabriel dengan sayang, dia merasakan rambut Gabriel agak basah karena keringat tapi tak terlalu memusingkannya juga. Karna orang sakit biasa berkeringat.

"Kemana?"

"Apartemen geng Void." Amerta membereskan bekas makan Gabriel, "Dan juga PM," Sambungnya.

"Ikut-ikut! Tapi kamu yang bilang ke ibu aku yaaa!" Gabriel menatap wajah tampan Amerta dengan berbinar, kekehan kecil yang ia dapat dari pemuda di depannya. "Oke."

Hingga beberapa anak dari geng PM dan Void mulai bercerita tentang kelas yang baru saja mereka lewati, memberikan Angga kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan situasi. Dia mendengarkan dengan setengah hati, pikirannya masih melayang ke mimpi dan pesan yang diberikan oleh Gabriel.

Saat jam istirahat berakhir, mereka semua berjanji untuk memeriksa Gabriel lagi nanti, meninggalkan dia dan Hendrix sendirian di UKS. Angga mengambil napas dalam-dalam, merasa bersyukur atas kepedulian teman-temannya.

"Gabby, Lo kayak banyak beban pikiran gitu dah." Hendrix bertanya-tanya apakah temannya itu perlu dia culik dari kediaman keluarga Atmaja?

"Aku gak apa-apa." Balas Gabriel.

Hendrix melihat wajah Gabriel yang semakin memucat, "Woi! Kayaknya demam lu makin parah aja, terus kenapa mau ikut si Amerta? Mending lu pulang aja," Hendrix mencoba menempelkan punggung tangannya pada kening Gabriel, dan benar saja. Panasnya semakin menjadi-jadi.

"Bjir! Kayaknya kalo gw masak telor di kepala Lo pasti matang dalam 2 menit inimah. Cepet baring sini!" Hendrix memopong tubuh Gabriel ke kasur yang tadi menjadi tempatnya.

"Makasih. Aku enggak ngerasa pusing sih, cuma lemas aja," Gabriel tersenyum.

"Gw minta telpon Tante Diana deh. Lo cancel aja main ke apartemennya geng alay itu. Ntwr Lo malah ketularan alay lagi, bikin geng-gengan kek gitu tapi malah ngerusuh gak jelas." Hendrix mendelik tak suka. Lalu pergi meninggalkan Gabriel sendiri.

Hendrix meninggalkan ruangan UKS untuk mencari telepon, meninggalkan Angga yang masih berusaha menjadi Gabriel untuk merenung sendirian. Angga merasa panasnya semakin meningkat, karena tubuhnya benar-benar tak dapat bergerak. Pusing? Tidak. Sakit? Tidak. Tak ada rasa sakit yang dia rasakan tetapi dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kelemahannya. Dia tahu dia harus tetap kuat, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk menjaga citra Gabriel di depan teman-temannya.

Tidak lama kemudian, Hendrix kembali dengan telepon di tangannya. "Tante Diana khawatir banget, ntar lo istirahat yang baek. Dia bilang bakal jemput elo secepatnya," kata Hendrix, memberikan telepon itu kepada Angga.

Angga mengambil telepon itu dan berbicara dengan suara yang lemah. "Ibu, aku ... Mau pulang, aku merasa engga enak badan. Bisa jemput gak bu?" ucapnya, mencoba menirukan Gabriel sebaik mungkin.

Diana di ujung telepon terdengar sangat khawatir. "Tentu, sayang. Tunggu sebentar, Ibu akan segera ke sana."

Setelah menutup telepon, Angga memandang Hendrix dengan rasa terima kasih, "Makasih ya. Kamu selalu ada untukku," katanya, memberikan senyum yang paling meyakinkan yang bisa dia berikan.

Hendrix duduk di samping Angga, menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut. "Apa pun yang terjadi, gue akan selalu mendukung lo, Gab. Lo itu sahabat gue," ujarnya dengan tulus.

Meskipun dia bukan Gabriel yang sebenarnya, dia merasa terikat dengan persahabatan yang telah dibangun oleh Gabriel dengan orang-orang di sekitarnya. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan melakukan yang terbaik untuk menjaga hubungan itu, sampai dia menyerah dan mati.

"Gw bakal tunggu sampe Tante Diana Dateng. Gw bakal ngomong sama anak-anak lain kalo elo pulang,"

"Padahal baru masuk. Masa aku udah ijin lagi?" Angga berkata, dan menutup matanya perlahan.

"Gak apa aelah. Guru-guru juga gak bakal masalah, lagian juga elo masih sakit malah sekolah."

"Hehehe. Maaf," Angga berujar.

Hingga akhirnya Angga tertidur, pingsan lebih tepatnya. Hendrix terus berbicara, namun tak ada sahutan dari temannya itu membuat Hendrix agak panik, ia mencoba membangunkan Gabriel namun tak ada hasil yang membuat ia harus menjemput penjaga UKS.

Penjaga UKS datang dengan tergesa-gesa. Takut jika anak kesayangannya kenapa-kenapa, setelah melakukan beberapa pemeriksaan betapa terkejutnya dia ketika tahu panas Gabriel mencapai 56°.

Ketika penjaga UKS menyadari tingginya demam yang dialami Gabriel, dia segera mengambil tindakan. "Ini tidak normal, kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang," katanya dengan suara yang penuh urgensi.

Hendrix membantu menopang Gabriel yang tidak sadarkan diri, sementara penjaga UKS bergegas menghubungi ambulans. Ruangan itu dipenuhi dengan rasa cemas dan tindakan cepat. Siswa-siswa lain yang mendengar keributan mulai berkumpul di luar UKS, berbisik-bisik khawatir tentang apa yang terjadi pada Gabriel.

Tidak lama kemudian, suara sirene terdengar dari kejauhan, dan ambulans tiba di sekolah. Paramedis dengan cepat masuk ke dalam UKS dan mengambil alih situasi. Mereka mengecek vital Gabriel dan segera membaringkannya di tandu.

Diana tiba di sekolah tepat ketika Gabriel dibawa keluar dari UKS. Wajahnya pucat pasi melihat anaknya dalam kondisi seperti itu. "Gabriel!" teriaknya, berlari mendekati tandu.

Paramedis menenangkannya dan menjelaskan bahwa mereka harus segera membawa Gabriel ke rumah sakit. Diana mengangguk, mengikuti mereka ke ambulans, sementara Hendrik berdiri di samping, merasa tidak berdaya tetapi berjanji akan mengikuti ke rumah sakit setelah memberi tahu guru dan teman-teman Gabriel.

Ambulans bergerak dengan cepat menuju rumah sakit, sirenenya memecah kesunyian pagi. Di dalam, Diana memegang tangan Gabriel, berdoa agar semuanya akan baik-baik saja.

"Ibu ...?" Gabriel bergumam pelan, namun gumaman itu tak dapat didengar siapapun.

[END] Gabriel Von Hundberd || TRANSMIGRASI || Crt Ke 1 || HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang