🍒 A N O Z 11 🍒

1.1K 79 5
                                    

"Katakan pada sang malam, aku ingin bersama sang kelam. Karena lautan begitu dalam, hingga aku tak mampu menenggelamkan dendam."




"Gab, bagaimana jika kita ... Jalan-jalan ke mall?" Marvel tersenyum cerah, senang sekali ia karena adiknya yang ceria dan manis telah kembali, walau ada sedikit perubahan. Tapi Marvel terlalu malas memikirkannya.

"Mall? Eum ...." Gabriel berpikir sejenak, "Mall itu apa ya?" Lantas Gabriel menganggukkan kepalanya walau ia tak tahu tempat apa itu.

Dan sebagai keputusan akhir mereka membolos dan pergi ke mall, berjalan di antara keramaian dan cahaya yang berkelap-kelip. Mereka berbelanja, tertawa bersama, dan untuk sesaat, semua kekhawatiran Gabriel terasa jauh.

Kini mereka duduk di sebuah restoran, menikmati makanan yang lezat. Namun, Marvel merasakan sesuatu yang aneh dengan Gabriel. "Gab, are you okay?" tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.

Gabriel tersentak, menyadari bahwa dia tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya dari Marvel. "Aku ... aku ke toilet sebentar," ucapnya, berdiri dengan tergesa-gesa.

Di toilet, Gabriel mengeluarkan lima bulir obat dari sakunya. Dia menelan semuanya, berharap obat itu akan membantunya merasa lebih baik. Dan memang, tak lama kemudian, dia merasakan kembali hatinya yang berbunga-bunga, seolah-olah ada kupu-kupu yang menggelitik dalam perutnya. Senyumnya merekah lebar, dan perasaan bahagia menggantikan kegelisahannya.

Akhirnya Angga mengerti semua barang yang ada dalam tas Gabriel untuk apa.

Gabriel dengan langkah kecilnya kembali pada Marvel, "Maaf bang lama ya?"

"Tidak. Ayo lanjut makan!" Marvel mengarahkan sendok berisi kentang itu pada Gabriel, dan Gabriel memakannya tanpa ragu.

Marvel terus memperhatikan wajah Gabriel yang manis, mungkin wajah Gabriel bukan tipe baby face tapi hal itu malah membuat Gabriel semakin manis. Rambut hitam sedikit kecoklatannya sangat kontras dengan lampu orange, matanya yang bulat terlihat selalu menatap polos apapun yang ada, ranum bibirnya begitu lembut, dan tubuhnya yang tinggi dengan sedikit otot perut yang belum sepenuhnya terbentuk membawa kesan baik.

Marvel tersenyum sesekali membersihkan muka Gabriel yang cemong, dia merasakan sedikit sengatan listrik pada jantungnya ... Cinta?

"Abang! Kok diem aja? Gabby udah loh makannya ...." Gabriel melihat Marvel yang menatapnya intens tapi tak mengindahkan ucapan Gabriel.

"Abang!"

"Abang!"

Seolah tuli, Marvel begitu fokus pada pikirannya sendiri hingga Gabriel memukul kepala Marvel tanpa perasaan.

"Abang! Abang! Ayo pulang, Gabby belum masak ini!" Gabriel mengerucutkan bibirnya.

"Eh, iya ... Ayo! Mau beli bahan makanan dulu?"

"Engga usah. Kemarin Gabby udah belanja, masih banyak makanan di rumah."

Marvel mengangguk lantas pergi untuk membayar, "Ayo."

Setelah membayar Gabriel dan Marvel meninggalkan restoran dengan perasaan puas. Tawa mereka bergema di parkiran, sebuah momen kebahagiaan yang sederhana namun berharga. Mereka berdua tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang mengintai dari kejauhan.

Mobil mereka melaju di jalan raya, musik mengalun lembut dari radio, dan Gabriel duduk di kursi belakang, pikirannya melayang ke tempat yang jauh. Dia merasakan perasaan yang aneh, sebuah perasaan yang tidak bisa dia jelaskan, tetapi dia memilih untuk tetap diam.

Tiba-tiba, tanpa peringatan, sebuah mobil lain muncul dari arah samping. Marvel mencoba menghindar dengan membanting setir, tetapi terlambat. Suara logam bertabrakan mengisi udara, dan dunia sekitar mereka berputar dalam kekacauan.

[END] Gabriel Von Hundberd || TRANSMIGRASI || Crt Ke 1 || HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang