🍒 A N O Z 12 🍒

795 64 4
                                    

"Jangan menjadi manusia yang merendahkan manusia lain hanya untuk dipandang tinggi. Karena sejujurnya manusia seperti itu adalah manusia dengan derajat paling rendah."




Angga menatap sekelilingnya dengan bingung, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi, ah ... Benar, dia bertemu Gabriel.

Dan kini dia berada di sebuah kamar rumah sakit, dan tangannya terhubung dengan sepucuk alat penompang hidup. Dia merasakan kekakuan di seluruh tubuhnya, dan ingatannya kabur.

Di samping tempat tidurnya, dia melihat sosok yang tak asing baginya. Marvel, temannya gabriel yang selalu tersenyum, kini terbaring lemah, matanya tertutup rapat. Wajahnya pucat, dan napasnya terengah-engah.

Angga merasa hatinya berdebar, dan rasa cemas menggelayuti pikirannya. "Bang marvel," bisiknya, sambil mencoba meraih tangan Marvel yang dingin. "Bang, bangun. Gabby di sini."

Tidak ada jawaban dari Marvel, hanya suara alat yang berbunyi. Angga merasa putus asa, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum dia pingsan, tetapi ingatannya terputus-putus.

Dia ingat mereka sedang di mall, bersenang-senang bersama, lalu merasakan perasaan aneh, dan setelah itu ... dia tidak ingat apa-apa.

Angga menoleh, mencari bantuan. Tetapi terhenti ketika ia melihat pintu kamar terbuka, dan seorang dokter masuk, diikuti oleh beberapa perawat. Dokter itu mendekati tempat tidur Angga, dan memberikan senyum yang penuh empati (?)

"Selamat, kamu sudah sadar," katanya, sambil memeriksa alat-alat yang terhubung dengan Angga. "Kamu mengalami kecelakaan yang cukup parah, tapi kamu beruntung bisa selamat. Kamu ingat aku? Aku dokter yang merawatmu ketika demam. Kamu kemari bersama Diana, Tuan muda."

Seorang perawat memberikan Angga air, dan Angga meneguknya hingga tandas.

Angga menatap dokter itu dengan tatapan kosong, tidak bisa memproses kata-katanya. "Kecelakaan?" tanyanya, suaranya serak.

"Iya, kamu dan temanmu terlibat dalam kecelakaan mobil. Mobil kalian ditabrak oleh mobil lain yang melaju kencang. Kami tidak tahu siapa yang mengemudi mobil itu, atau apa motifnya. Polisi sedang menyelidiki kasusnya saat ini."

Angga merasa seperti tersambar petir. Dia tidak percaya apa yang didengarnya. "Bang Marvel," katanya lagi, sambil menoleh ke arah temannya. "Bagaimana dengan Bang Marvel?"

Dokter itu menghela napas, dan ekspresinya menjadi lebih serius. "Marvel mengalami luka yang lebih parah darimu. Dia mengalami trauma kepala, patah tulang, dan perdarahan internal. Kami telah melakukan operasi darurat untuk menyelamatkan nyawanya, tapi kondisinya masih kritis. Dia belum sadar, dan kami tidak tahu kapan dia akan sadar."

Angga merasakan air mata menggenang di matanya, dan rasa sakit yang tak tertahankan di hatinya. "Abang," katanya, suaranya patah, "Abang, jangan tinggalin Gabby. Gabby mohon, bangun. Gabby butuh Abang ...."

Dokter itu menepuk bahu Angga pelan, mencoba memberikan semangat, "Kami akan terus memantau kondisinya, dan berusaha sebaik mungkin untuk membantunya. Kamu harus tetap kuat, dan berdoa agar dia bisa pulih. Dia masih punya kesempatan untuk hidup."

Angga mengangguk, meskipun dia merasa tidak ada gunanya. Dia merasa seperti dia telah kehilangan segalanya, tapi setidaknya dia tahu jika Marvel akan mengalami kebutaan ...

Sepeninggalan dokter tadi, Angga hanya dapat menatap kosong kearah Marvel.

"Abang tenang aja, nanti Gabby akan urus Abang. Bahkan jika semua orang di dunia ini meninggalkan Abang, Gabby akan menjadi satu-satunya orang yang mendampingi Abang."

[END] Gabriel Von Hundberd || TRANSMIGRASI || Crt Ke 1 || HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang