🍒 A N O Z 7 🍒

1.9K 147 14
                                    

Short story from this morning

Saya menghisap nikotin yang mulai menjadi makanan sehari-hari saya, "Lalu apa yang harus dipermasalahkan, Ayah?"

"Kau, anak sialan, tolol, dasar tak tahu diri! Pergi saja kau dari sini dan jangan kembali!" Ucap ayah saya seraya menarik rambut saya yang sudah sangat tipis ini.

"Bukankah ayah gemar menghabiskan malam bersama para penari? Lantas apa salahnya saya menjadi penari juga! Saya hanya ingin diperhatikan dan dilihat olehmu, ayah!!"

Ayah saya tak terima, dia mencabut paksa nikotin yang t'lah saya sulut lantas menancapkan bagian yang mengebul pada pipi saya.

"Ark!! Sakit! Ayah, maaf!" Teriakku kesakitan, tapi pesakitan yang dialami saya tak membuat ia berhenti.

Pertanyaannya, apa saya tak pantas bahagia? Bukan, mari pilih pertanyaan paling sederhana dalam kamus hidup saya. Apa saya tak pantas hidup?

Apa salah saya? Kenapa mereka begitu pada saya? Saya terlahir tanpa keterbatasan, saya juga memiliki dua mata, satu jantung, dan sebuah perasaan ... Apa yang membuat saya dibedakan?

Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa?

Jika sedari awal saya tidaklah dinginkan, lantas mengapa saya dilahirkan? Mengapa saya dipertahankan?

Ibu, apa salah adek?
Ayah, apa yang salah dari adek?
Bang, kenapa Abang pukul adek?
Mijn broer, kenapa jauhin adek?
Dede bungsu, kenapa malu sama babang?





Sudah sebulan sejak Gabriel dirawat, dan Ketika fajar menyingsing hari ini Marvel berdiri di luar kamar inap rumah sakit, hatinya dipenuhi kekhawatiran dan juga rasa kesal. Dia telah menghabiskan malamnya itu dengan gelisah malah amat-amat gelisah, pikirannya terus menerawang ke Gabriel yang terbaring lemah di salah satu kamar di lantai atas.

Di dalam kamar rumah sakit, Gabriel terbaring dengan peralatan medis yang terhubung ke tubuhnya, tanda-tanda penganiayaan yang dilakukan keluarganya masih terlihat jelas pada kulitnya yang pucat. Marvel menghela napas, mengumpulkan keberaniannya, dan melangkah masuk.

"Gabby, ada Abang di sini," bisik Marvel, ia menggenggam tangan Gabriel yang dingin. "Abang janji tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi."

Gabriel membuka matanya perlahan, tatapannya lemah namun dapat melihat wajah orang yang berucap. "Abang ... Aku gapapa." gumamnya dengan suara serak.

"Kamu tidak baik-baik saja! Dan tidak perlu takut, Gabby. Abang akan menjagamu," janji Marvel, matanya bersinar dengan determinasi. "Abang akan melakukan apapun untuk Gabby, Abang nanti bolehin Gabby ...." Marvel terdiam, semua larangannya sangat baik jika tidak dilakukan Gabriel. Dia memilih larangan yang boleh setidaknya dilakukan sekali SE.UMUR.HIDUP. "Nanti Abang ijinkan Gabby naik halilintar. Tapi sama Abang."

Marvel duduk di sisi tempat tidur, menepuk-nepuk tangan Gabriel dengan lembut, "Dan setelah kamu sembuh, kita akan memulai hidup baru. Jauh dari keluarga sialan yang kejam itu." Lanjutnya dalam hati.

Gabriel mengangguk lemah,ia merasa tak punya hak untuk memilih. Akhirnya sebuah senyum tipis terukir di wajahnya, "Ung ...."

Inilah ... Sesuatu yang penuh dengan cinta dan perlindungan yang selama ini sangat Gabriel dambakan.

[END] Gabriel Von Hundberd || TRANSMIGRASI || Crt Ke 1 || HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang