Happy Reading!!
Malika memasuki rumahnya yang sudah ada Santy di dalam. "Anak Mama udah pulang?" Tanya Santy saat Malika menghampirinya. Malika mencium tangan sang Mama lalu beranjak pergi menuju kamarnya.
Pintu ditutup oleh Malika. Malika membanting lukisannya keatas ranjang dan merebahkan tubuhnya. Air matanya kembali menetes mengingat ucapan Bu Tamah tadi pagi. Pintu diketuk dari luar oleh Arga, Malika yang terkejut segera menghapus air matanya dan membuka pintu.
"Kenapa, Pa?" Tanya Malika kala pintu terbuka.
"Kenapa mata kamu sembab?" Tanya Arga melihat mata sang putri sembab.
"Gak papa! Tadi Lika nguap, terus keluar air mata," ucap Malika mencoba mencari alasan.
Arga yang tahu bahwa sang anak sedang berbohong segera masuk kamar Malika. Arga mencoba mencari penyebab Malika menangis. Lukisan yang berada diatas ranjang megalihkan pandangan Arga. Arga sedikit bingung, kenapa Malika membawanya pulang?.
"Kenapa ini dibawa pulang?" Tanya Arga mengangkat lukisan Malika.
"Gak papa, Pa!" Elak Malika.
"Jujur sama Papa! Kenapa ini dibawa pulang?" Arga meninggikan suaranya, membuat Malika menunduk tal berani menatapnya.
"Kata Bu Tamah, Tadi, Lukisan Lika," Malika terbata-bata bingung bagaimana cara menjelaskannya pada Arga.
"Kenapa, Malika!."
"Kata Bu Tamah, lukisannya kayak lukisan anak SD, Pa. Makanya Bu Tamah gak mau bawa lukisan Lika," jelas Malika yang membuat air matanya kembali menetes.
Arga membanting lukisan tersebut kelantai. Membuat Malika terperanjat. "Taruh lukisan ini di ruang tamu!" Suruh Arga pada Malika.
"Gak mau, Papa! Lukisan ini jelek," ucap Malika.
"Kalau begitu, biar Papa taruh sendiri," ucap Arga mengambil lukisan tersebut dan keluar kamar.
Malika menutup pintu dan menguncinya. Ia terduduk diatas lantai dan menekuk lututnya. Ia merasa telah mengecewakan Arga karena lukisan ia buat tak diterima oleh guru pengajar. Malika menangis disana, sendirian. Tak ada yang mendengar tangisan Malika, sangat sakit. "Maafin Lika, Pa. Lika udah berusaha," ucap Malika pada diri sendiri.
*****
Arga menuruni anak tangga dengan menenteng lukisan Malika.
"Apa itu, Mas?" Tanya Santy yang heran dengan tingkah sang Suami.
"Lukisan Malika," singkat Arga.
"Kenapa dibawa pulang? Biasanya dibawa gurunya."
"Kata guru Malika, lukisan ini kayak lukisan anak SD, Malika nangis karena lukisan ini gak diterima gurunya. Jadi, aku mau taruh ini disini," jelas Arga menaruh lukisan Malika ditembok.
Santy terdiam mendengar penjelasan Arga. Santy merasa sedih karena selama ini Malika tak pernah menangis karena pelajaran sekolahnya. Padahal skill Malika dalam melukis cukup bagus. Lukisan yang dilukis oleh Malika pun terbilang bagus. Bagaimana bisa seorang guru mengatakan bahwa lukisan tersebut kurang bagus, bahkan seperti lukisan anak Sekolah Dasar.
Santy mengetuk pintu kamar Malika yang terkunci dari dalam. "Lika," ucap Santy memanggil sang anak yang enggan untuk membuka pintu. "Ayo makan, nak," ucap Santy lagi, namun masih tak ada jawaban dari dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malika dan Luka [TERBIT]
Teen FictionHidup di dalam keluarga lengkap dan bergelimang harta tak selamanya indah menurut seorang Malika. Gadis cantik yang baru menginjak SMA ini bisa dibilang sangat kesepian. Hidup di rumah mewah hanya dengan seorang pembantu dan supir karena kedua orang...