Happy Reading!!!
Malika berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Suasana pagi ini terasa sedikit berbeda. Banyak pasang mata yang menatap Malika dengan sangat aneh. Malika beberapa kali mengecek setiap sudut tubuhnya, takut ada yang salah atau ada yang menganggu didalam tubuhnya. Malika masuk ke dalam kelasnya, tatapan seluruh teman Malika sangat berbeda. Mereka menatap Malika dengan tatapan aneh, tak sedikit yang berbisik. Malika duduk pada bangkunya. Ola sepertinya belum datang. Malika tak peduli, ia menyembunyikan wajahnya pada lipatan tangannya dan tertidur.
Malika terbangun ketika Ola datang bersama seorang siswi yang juga satu kelas dengan mereka. Sangat indah senyum Ola dengan siswi tersebut, seperti sudah kenal sangat lama. Malika tersenyum menatap Ola yang duduk disebelahnya. Ola hanya membalas senyuman Malika mengangkat dagunya. Biasanya Ola akan segera memberikan sebuah info baru tentang apa pun yang ia ketahui. Namun, mengapa kali ini berbeda. Lagi-lagi Malika dibuat heran dengan tingkah orang-orang.
"Lo udah tugas IPA?" Tanya Malika mencoba mencari topik pembicaraan.
"Belum," hanya itu yang keluar dari mulut Ola sebelum akhirnya Ola pergi menuju bangku siswi yang tadi masuk bersamanya.
Malika menatap punggung Ola yang menjauh. Malika masih heran, mengapa semua terjadi tiba-tiba. Apakah dirinya berbuat salah? Atau mungkin dirinya disalahkan? Malika tak tahu. Malika memandang buku tulis didepannya, mencatat setiap tulisan yang ia baca pada layar ponselnya. Rasa malas menghantui ketika Malika mengerjakan tugas. Membuat dirinya harus mencari jawaban melalui internet. Malika membaca dengan cermat setiap kata yang tertulis pada layar ponsel hingga tak terasa tugasnya sudah selesai.
Ola kembali duduk pada bangkunya. Malika menatap Ola yang enggan mengeluarkan suara. "Lo sakit?" Tanya Malika menatap Ola yang menggelengkan kepalanya. Malika semakin bingung dengan sikap Ola. Apa yang sebenarnya terjadi. "Kenapa lo diem aja, La?" Ucap Malika yang kini menggoyangkan tangan Ola. Ola yang merasa terganggu dengan kasar menepis tangan Malika.
"Dengerin ya, Ka! Nama lo itu udah jelek di sekolah ini," ucap Ola menatap Malika yang juga menatapnya.
"Ha?" Malika semakin bingung dengan pernyataan Ola.
"Seluruh siswa udah tau kalo Papa lo itu tukang selingkuh dan udah ngusir Mama lo dari rumah. Lo gak usah sok gak tau, deh! Inget ya, gue gak mau temenan sama anak tukang selingkuh, pasti anaknya gak jauh beda!"
Deg...
Malika terdiam. Rasanya campur aduk. Bagaimana semua orang bisa tahu kalau Arga sudah selingkuh? Dan mengapa semua orang tahu kalau Santy diusir dari rumah? Sedangkan Malika? Bahkan ia tak tahu apa yang terjadi kemarin ketika ia sekolah. Apakah dirinya akan tak mempunyai teman lagi? Apakah kisahnya akan seperti masa lalu? Ataukah masa lalu itu akan terulang kembali? Malika benar-benar tak habis pikir.
*****
Malika mengaduk mangkuk berisi soto yang masih belum ia makan sedikit pun. Tak ada yang menemaninya ke kantin kali ini. Ola sudah tidak ingin berteman dengannya, sedangkan Tio tidak masuk hari ini. Malika menatap nasi soto yang masih utuh tersebut dengan satu persatu air mata yang menetes. Begitu menderita hidupnya kali ini, bahkan 2 kali lebih menderita dari tahun lalu.
"Ngelamun aja lo," Rangga menghampiri Malika.
"Lo mau temenan sama anak tukang se-"
"Ssstt!! Gak usah dengerin omongan orang! Gak penting!" Rangga menaruh jari telunjuknya ke depan mulut Malika. Malika tersenyum menatap Rangga.
"Kenapa lo balik lagi? Bukannya lo udah bahagia sama si Bulan Bulan itu?" Ucap Malika mengingat nama gadis yang dulu pernah merusak hubungannya.
"Apaan sih? Masa lalu, Nar! Gak usah di bahas."
"Gue Malika, Rang."
"Lo tetep Nara, Nara nya Karang!" Ucap Rangga menekan setiap kata.
"Makasih, lo tetep rumah paling nyaman."
"Di makan itu sotonya."
"Gak nafsu!" Malika menyingkirkan soto yang tadi ia aduk menjauh. Rangga mengambil mangkuk tersebut dan menyodorkan satu sendok nasi kearah Malika.
"Ayo makan, Nara," Malika membuka mulutnya. Seperti sudah menjadi budak, apa pun yang diucapkan Rangga pasti akan di lakukan oleh Malika. Suapan demi suapan nasi yang masuk kedalam mulut Malika. Hingga nasi soto tersebut sudah habis. Rangga meletakkan mangkuk tersebut keatas nampannya.
"Gue balikin ini dulu," ujar Rangga lalu beranjak pergi meninggalkan Malika.
"Tio, maafin gue," batin Malika menatap punggung Rangga yang menjauh.
Rangga kembali dan duduk didepan Malika. Malika hanya tersenyum lembut pada Rangga.
"Kesambet lo? Senyum mulu," ucap Rangga yang membuat Malika tersentak.
"Sorry ya, Nar. Gue udah buat lo kecewa," ucap Rangga menunduk.
"Apa sih, Rang? Itu cuma masa lalu."
"Lo mau balikan sama gue?" Rangga menatap Malika penuh harapan.
"Lo gila? Gue udah ada Tio."
"Jadiin Tio pilihan kedua."
"Gak usah gila, Rang! Gue gak akan mau balikan sama lo, mau sesayang apapun gue sama lo!" Malika menatap Rangga.
"Gue tahu lo masih sayang gue dan mau balikan sama gue! Ayo balikan."
"Gak, Karang!" Malika pergi meninggalkan Rangga sendirian. Rangga menggebrak meja kantin sangat keras hingga membuat seluruh yang ada di kantin melihat kearahnya. Lagi-lagi Rangga gagal dalam mendapatkan hati Malika kembali.
*****
Malika duduk pada ruang tamu. Menonton serial kartun kesukaannya. Sesekali tangannya mengambil snack yang selalu tersedia di lemari dapur. Malika menikmati tontonannya tanpa ada satupun yang mengganggunya. Sepertinya Arga sedang keluar dengan wanita itu. Bel rumah berbunyi, membuat fokus Malika teralihkan. Malika beranjak dari duduknya menuju pintu. Malika memutar kunci dan membuka pintu. Arga tampak didepan pintu menggendong bayi mungil yang masih belum mengerti apa-apa. Malika kembali masuk kedalam rumahnya dan mematikan TV tak lupa ia membawa snack nya pergi.
"Lika, sini dulu," panggil Arga membuat Malika menghentikan langkahnya. Malika memutar bola matanya malas dan menghampiri Arga.
"Ini adik kamu, namanya-"
"Gak penting! Dia bukan adik Lika! Lika gak punya adik!" Lika menyentak Arga hingga membuat bayi itu menangis.
"Bisa gak sih kamu jangan teriak terus?! Lihat ini Arya bangun, dari kemarin Papa udah sabar hadapin kamu, Malika! Jangan keras kepala kayak Mama kamu!" Bentakan Arga membuat Malika menatapnya marah.
"Apa?! Gak usah bawa-bawa Mama! Di sini yang salah itu Papa! Malika gak punya temen gara-gara Papa! Malika di omongin temen-temen juga gara-gara Papa! Malika gak mau kayak gini, Pa! Papa itu jahat! Dan satu lagi, sampai kapan pun mereka bukan Mama dan adik aku! Lebih baik Malika gak punya Mama dari pada punya Mama jalang!" Malika pergi meninggalkan Arga yang terus mengoceh disahuti oleh tangisan bayi mungil yang tak berdosa itu.
"Orang bilang, Ayah adalah cinta pertama anak perempuan. Namun nyatanya, Ayah adalah luka paling dalam anak perempuan."
.
.
.
.
.Halo! Jangan lupa vote, komen dan share! Babayy!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Malika dan Luka [TERBIT]
Teen FictionHidup di dalam keluarga lengkap dan bergelimang harta tak selamanya indah menurut seorang Malika. Gadis cantik yang baru menginjak SMA ini bisa dibilang sangat kesepian. Hidup di rumah mewah hanya dengan seorang pembantu dan supir karena kedua orang...