Chapter 2

8.4K 635 4
                                    


"Selamat ya, Le." Bima tersenyum dan memeluk Romo ketika Romo datang di acara graduationnya.

"Makasih, Mo."

Romo menepuk bahu Bima dan berkata, "Abis dari sini, nikmatin hidup kamu sesudah wisuda. Harus berjuang sendiri buat dapetin yang kamu mau. Tapi jangan lupain juga kalau kamu nanti harus lebih sering bantu-bantu Romo di Solo." Romo tidak pernah menyuruh langsung Bima untuk belajar menjadi penerusnya, tapi Romo perlahan memperkenalkan Bima tentang tata krama dan peraturan di sana sehingga Bima terbiasa.

"Pasti, Mo." Bima tersenyum kecil. Setelah berfoto dengan kedua orang tuanya dan keluarga dari Solo yang hadir di sana, Bima juga berfoto dengan teman-teman seperjuangannya.

"... abis ini gue mau ke Eropa dulu sih, healing dulu sebelum ngebantu bokap di perusahaan dia ..."

"... enak banget, gue masih ada internship di law firm kemarin, semoga aja deh diangkat jadi karyawan beneran ..."

Bima mendengar pembicaraan teman-teman sejawatnya, sambil fokus pada ponselnya karena dia sedang menunggu pacarnya untuk datang.

Kania Rahayu

Mas, di pintu masuknya macet banget. Mobil Papa belum bisa masuk.

Mas tunggu bentar ya

On my way, Mas

Bima tersenyum kecil melihat pesan yang diberikan Kania padanya. Kania adalah adik tingkatnya di universitas yang sama, namun dia adalah mahasiswi jurusan Sastra Indonesia. Mereka bertemu ketika Kania dan dirinya sama-sama ikut seminar yang diadakan oleh kampus. Hubungan mereka juga sudah jalan satu tahun, dan mereka sama-sama nyaman dengan hubungan ini.

Lucunya, Bima baru tau bahwa ayah dari Kania adalah kerabat dekat dari Keraton Ngayogyakarta yang berarti masih kerabat juga dengan Keraton Mangkunegaran. Ibu dan Romo langsung menyetujui hubungan mereka saat tahu hal itu.

"Mana pacar lo?" Bima terkejut ketika sahabatnya menepuk pundaknya.

"Kejebak di pintu masuk katanya."

"Iya sih, ini sepupu gue juga masih di luar. Jadi belum bisa foto-foto deh." Suasana cukup crowded dan Bima sangat memaklumi jika Kania memang akan telat datang ke acaranya.

"Bim."

"Hm?"

Bima menatap bingung pada sahabatnya yang menatap ke satu titik di sudut matanya, dan sahabatnya menggerakkan dagunya untuk menyuruh Bima menatap ke arah yang dia maksud. Bima menoleh dan dengan jelas dia melihat Kalula berpose cantik dengan teman-temannya. Kebaya merah yang dia gunakan seolah sangat menyatu dengan kulit bersihnya. Rambutnya juga disanggul dengan rapi dan membuatnya semakin menarik.

"Gue masih nggak ngerti kenapa lo bisa mutusin dia semudah itu. Maksud gue, kalian 'kan udah lama berhubungan. Dia nemenin lo dari awal lo belum jadi Adipati Anom sampe sekarang lo bakal jadi penerus Romo lo." Bima berdecak sebal mendengar ucapan temannya yang sangat menghasut dia.

"Ya kalau sparks-nya udah nggak ada. Masa mau dipaksa?"

***

Namanya Kania Rahayu. Pacar dari Abimanyu Wira Adhinata yang sudah dipacari beliau sejak setaun yang lalu. Kania memiliki tipe wajah yang kecil dan membuatnya terlihat manis. Senyumnya selalu memperlihatkan gigi rapinya dan menjadi pemikat bagi siapapun yang melihat.

"Selamat, Mas Bima." Tangannya menyodorkan sebuket bunga yang dia pesan dari florist langganan Mama Kania pada Bima.

Bima tertawa kecil melihat tingkah pacarnya. Tanpa ragu dia merangkul Kania dan memeluknya dengan erat. "Makasih, Kania." Dia mengecup pelipis Kania dengan ringan.

"Eh, udah main peluk-peluk aja!" tegur Ibu sambil menepuk pundak Bima ketika melihat tingkah anaknya itu. Sementara Kania langsung bersembunyi di belakang pundak Bima karena malu.

"Ya mau dinikahin juga nunggu Kania-nya lulus dulu, Bu." Bima nyeletuk yang membuat Ibu menambah pukulannya lagi di pundaknya.

"Kerja dulu yang bener, Le. Masa sudah ngomongin nikah aja," ujar Romo yang mendengarkan ucapannya walaupun sambil memainkan ponselnya. "Yuk foto dulu yuk, udah terik banget mataharinya, ndak kuat saya."

Orang tua dari Bima, beserta kedua orang tua Kania ikut dalam foto bersama itu. Semuanya tersenyum dan hal itu tidak luput dari pandangan Kalula.

***

"Nggak usah segitunya kali ngeliatinnya, Kaluu," ledek Dita pada adiknya yang melihat mantan pacarnya berfoto bersama. Kalula yang awalnya tidak sadar ada yang memerhatikannya, langsung berdecak sebal dan membalikkan badannya.

"Nggak ngeliatin kok," elaknya.

Dita menggelengkan kepalanya. "Emang sih move on dari orang lama itu susah banget. Gue juga pernah ngerasain."

Kalula sudah berfoto dengan keluarganya, temannya, dan juga beberapa kerabat keluarganya yang datang di acara graduation ini. Energinya terkuras habis dan dia sempat melipir ke bawah pohon untuk berteduh, tapi ternyata dia malah melihat kedekatan mantan pacarnya dengan keluarga pacar barunya.

"Ya udah tau susah move on, wajar kan kalau gue masih ngeliatin dia." Kalula sedikit gengsi mengakuinya tapi karena sudah terlanjur diketahui Dita, akhirnya dia mengaku saja. "Namanya pacaran bertaun-taun—"

"Tapi kandas juga," potong Dita yang membuat Kalula berdecak.

"Mbak!"

Sementara Dita hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Pas dia diangkat jadi pengganti Kanjeng Gusti, lo bakal dateng, nggak?"

Kalula memerhatikan lagi Bima yang terlihat begitu tampan di balutan jasnya. Sialnya, lelaki itu sudah tidak bisa dia panggil lagi dengan sebutan yang sama. Dia sudah menjadi Abimanyu Adhinata baginya, bukan sebagai Mas Bima lagi.

"Sebagai orang yang deket dengan Ibunya, tentu gue dateng. Gue bakal dateng ke acaranya untuk menghormati Kanjeng Putri." Dulu, keluarganya juga sudah sangat dekat dengan Keraton Pura. Mungkin Kanjeng Gusti dan Kanjeng Putri itu sangat terbuka dengan orang baru sehingga Kalula juga merasa diterima.

"Lucu ya kalau tiba-tiba lo balikan sama dia dan lo yang jadi Kanjeng Putri nanti."

Kalula menepuk tangan kakaknya karena ucapannya yang sembarangan. "Jangan ngomong gitu deh, Mbak!" Karena sekalipun memang Kalula masih menyukai Abimanyu, tapi bukan berarti Kalula mengharapkan hal buruk terjadi pada hidup Abimanyu.

***

MahligaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang