Chapter 25

4.4K 493 16
                                    

Selamat malam minggu dan selamat membaca!

***

Kalula melangkahkan kaki menuju Keputren yang begitu sepi ketika jam menunjukkan pukul sepuluh malam itu sambil membuka kotak surabi Solo yang dia beli beberapa jam lalu. Setidaknya ketika hidupnya di sini tidak berjalan begitu mulus, rasa manis surabi ini akan meringankan sedikit bebannya.

"Mbak Kalula?"

Kalula hampir tersedak makanannya ketika ada seseorang yang memanggilnya dari belakang tubuhnya. Kalula menoleh dan ternyata itu adalah Mala, sepupu dari Bima, yang sudah lama tidak dia lihat di Keraton ini. "Eh Mala?!" Kalula berseru senang dan memeluk Mala. "Kamu kapan sampai di sini?"

Mala tertawa kecil. "Baru tadi sore kok, Mbak. Dateng-dateng ke sini malah dikagetin sama hebohnya Mas Bima yang katanya nyariin Mbak ke mana-mana." Mendengar penjelasan Mala, Kalula hanya bisa memutar bola matanya dengan malas. Sepertinya Bima akan menjadi pria yang paling dramatis yang pernah ada di hidup Kalula. Lagipula, memangnya Bima sampai mencari Kalula ke mana pun? Karena jika iya, mungkin dia sudah akan menemukan Kalula sore tadi. Kalula tidak kabur ke mana pun seperti yang ditakutkan oleh Bima.

Kalula berdecak sebal. "Lebay banget," ujarnya sambil kembali berjalan ke kamarnya. "Kamu mau ke mana?"

Mala tertawa kecil. "Emang mau nyamperin Mbak Kal. Tadi kata abdi dalem di depan soalnya Mbak Kal baru pulang."

Kalula mengangguk. "Sumpek banget di sini, Mala. Aku nggak kuat kalau harus dikurung tiap weekend di sini."

Mala menatap Kalula dalam diam. Lalu, dia bertanya dengan nada yang sangat lembut, "Mbak Kal, merasa tersiksa ya di sini? Aku memang bukan keluarga inti dari Keraton ini. Tapi, ngeliat Mbak seperti tersiksa gitu, buat aku merasa lebih bersalah lagi. Mungkin Mbak memang memiliki niat baik untuk Kanjeng Gusti, tapi bukan berarti Mbak harus tertahan di sini kalau bukan itu yang Mbak mau."

Kalula langsung termenung ketika Mala mengatakan itu padanya. Mungkin, yang harus mengatakan semua hal itu adalah Bima. Karena Abimanyu yang membuat Kalula berada di sini. Jika saja Bima tidak obsessed pada dirinya dan mempersilakan Kalula untuk pergi, mungkin semuanya akan menjadi lebih mudah bagi Kalula.

Atau mungkin saja memang permintaan maaf itu yang ingin Kalula dengar.

Terlepas dari siapa pelaku yang membuat dia terkurung di sini.

"Nggak kesiksa juga kok, Mala. Toh di sini aku bisa ngerasain gimana hidup di Keraton seperti mendiang Ibu Ajeng."

Mala tersenyum. "Kayaknya emang kamu yang cocok jadi Kanjeng Putri selanjutnya, Mbak Kal. Terlepas dari perasaan kamu ke Mas Bima."

Kalula hanya menghela napas. Berdiri di tahta yang seperti itu tidak pernah ada di impian dan cita-citanya. Kalula mungkin bisa mendapatkan apapun yang dia mau berkat Papa, tapi untuk yang satu ini, Kalula tidak ingin memaksakan diri.

"Aku istirahat dulu ya, Mala."

Mala mengangguk dan membiarkan Kalula masuk ke kamarnya sendiri.

***

Kalula terbangun malam itu ketika mendengar suara ketukan yang kencang di pintu kamarnya. Kalula berdecak karena bukan hal yang mudah bagi dirinya untuk kembali tidur setelah terbangun tiba-tiba di tengah malam begini. Dengan kesal dia membuka pintu kamarnya, hanya untuk melihat Bima yang juga menatapnya dengan kesal.

"Kamu dari tadi ke mana aja sih, Kalu?"

Kalula mengusap wajahnya dan menyugar rambutnya, karena menghadapi Bima di jam-jam seperti ini sama saja seperti neraka baginya. "Bim, kamu ke sini hanya untuk menanyakan itu sama saya?"

"Iya! Karena saya nyari kamu seharian tadi, Kalu." Bima menghela napasnya. "Kenapa kamu keluar nggak bilang sama saya?"

Kalula muak dengan sikap Bima yang seolah mengkhawatirkannya. "Kamu itu hanya terobsesi untuk memiliki saya kembali, Bima. Kamu nggak benar-benar mau ataupun jatuh cinta lagi sama saya. Kamu mungkin sudah seharusnya membedakan kedua hal itu. Pertama, kamu nggak mencari saya; saya hanya keliling ke sekitar sini saja dan harusnya kamu langsung menemukan saya kalau kamu sungguh kehilangan saya. Kedua, saya nggak segitu berartinya di hidup kamu kalau saya nggak memilih bertahan dan membantu kamu untuk menggantikan Romo kamu itu."

Semua ucapan panjang lebar Kalula ditepis mentah-mentah dalam pikiran Bima. Yang Bima pikirkan adalah; dirinya tidak terobsesi pada Kalula. Dia sungguhan menyukai wanita itu berada di sampingnya dan Kalula menjadi wanita yang paling cocok untuk menjadi pendampingnya ketika Bima berada di tahta Romo nanti.

"Ketika saya menjadi Kanjeng Gusti, saya tidak tau apakah saya akan sehebat Romo. Tapi, yang saya tahu; saya akan bisa menghadapi semua rintangan di depannya ketika kamu yang berada di depan saya. Itu saja, Kalula." Bima menatap Kalula lamat-lamat.

"Dan sepertinya itu bukan hal yang sulit untuk kamu mengerti."

Kalula terdiam begitu saja. "Bim, saya cukup membantu kamu. Bukan berarti saya mau mendampingi kamu naik tahta. Kalau memang ada wanita yang mau mendampingi kamu, saya pastikan itu bukan saya."

Bima terus menampik fakta itu walaupun jelas-jelas yang mengataakan hal itu adalah Kalula. Yang sekarang dia yakini adalah; tidak ada wanita yang pantas untuk menggantikan posisi Kalula sekarang.

"Dulu, Ibu sangat suka sama kamu. Kali pertama kita datang ke Keraton ini saat kita masih kuliah, saya masih sangat mengingat betul seberapa senangnya Ibu melihat kamu. Apalagi saat semua keluarga saya mengenal kamu dan menyambut hangat pacar saya sendiri."

Kalula terdiam. Mencoba mencari kata-kata apa yang setidaknya akan membuat Bima sadar bahwa kisah mereka yang lalu tidak akan terulang lagi dan apa yang akan mereka hadapi di masa depan bukanlah hal yang sama.

"Kalau begitu, Raden Mas, kenapa kamu memutuskan hubungan dengan saya saat kita akan lulus kuliah dulu? Kamu tau kita bisa memiliki segalanya dan semuanya akan menjadi lebih mudah jika kamu tidak menjadi laki-laki labil dan memutuskan hubungan kita dulu."

Kalula yakin pertanyaan itu akan membuat Bima menyesal sudah mendesaknya. Sekali-kali pria itu harus tau bahwa tidak semua di dunia ini selalu menjadi miliknya.

Sang adipati anom harus tau bahwa pendampingnya yang akan menjadi Kanjeng Putri, bukanlah Kalula yang selama ini dia obsesikan.

***

.

MahligaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang