Chapter 14

5.8K 587 39
                                    

Hai! Maafkan update yg lama heuheuu :( aku disibukkan sama kerjaan hectic aku menjelang lebaran dan agenda2 holiday haha jadi gaada inspirasi untuk update.

selamat lebaran untuk semua yg merayakan🩷 semoga kita menjadi pribadi yg lebih baik lagi ya🩷

***

"Pracima Tuin bisa dibuka lagi esok pagi. Saya rindu melihat orang-orang berlalu lalang dengan pakaian terbaik mereka untuk menyicipi makanan di Keraton ini."

Mendengar keputusan yang bijak dari Kanjeng Gusti beberapa waktu lalu, membuat Kalula dengan semangat membantu pembukaan kembali Pracima Tuin—restoran yang berada di sisi barat Keraton yang sempat ditutup untuk sementara karena meninggalnya Kanjeng Putri. "Saya membuat taman ini untuk Kanjeng Putri, Kalu. Kalau Kanjeng Putri sendiri sudah tidak ada, untuk apa saya masih membuka taman ini?"
Kalula ingat bagaimana hancurnya Romo ketika mengatakan itu dan dia sekarang bisa mengatakan bahwa Kanjeng Gusti sudah lebih kuat dari sebelumnya.

"Nggak apa-apa, kamu saja yang mengurus semuanya. Saya beri izin kok. Bima mana ada waktu untuk mengurusi itu semua." Setelah beberapa minggu berada di Keraton ini, secara tidak langsung Kalula ikut masuk ke dalam birokrasi yang ada. Kalula, selain menjalankan pekerjaannya di law firm milik Kanjeng Gusti, dia juga merangkap sebagai pengganti Kanjeng Putri akan setiap aset Keraton yang ada.

Kanjeng Putri tiada begitu mendadak, sehingga semua kegiatan yang diurus oleh beliau sempat terhenti untuk beberapa waktu.

Kalula mengangguk dan dia pamit dari hadapan Kanjeng Gusti. Pengumuman bahwa Pracima akan kembali dibuka seperti sebelumnya, sudah dibuat di laman sosial media Keraton ini. Kalula yakin banyak orang yang akan hadir.

"Cantik banget, Mbak Kal." Mala ikut membantu Kalula menyiapkan semuanya. Dia juga menemani Kalula yang katanya gugup jika harus sendirian menghadapi para tamu.

"Lo juga cantik, Mala." Kalula menimpali dan dia ikut berdiri di samping Mala untuk menyambut para wisatawan yang akan datang.

Acara itu berjalan sesuai rencana Kalula. Dia senang ketika orang-orang mengenal kembali Pracima Tuin, mengenang kembali memori tentang Kanjeng Putri. Kalula juga memperkenalkan dirinya sebagai kerabat dari Kanjeng Putri saja, dia tidak mengenalkan diri sebagai teman dekat Bima, karena Kalula cukup takut orang akan menganggapnya macam-macam jika dia salah bicara.

"Raden Mas," bisik Mala yang menatap ke arah belakang Kalula dan menelungkupkan kedua tangannya di depan wajahnya. Kalula ikut menoleh ke arah yang dimaksud Mala dan melihat Bima menggunakan beskap rapi dan blangkon.

Kalula mengeryitkan dahinya karena setau dia—dari apa yang dikatakan oleh Kanjeng Gusti padanya—Bima terlalu sibuk untuk hadir ke acara seperti ini. Bima memiliki banyak hal yang harus dia urus satu per satu sebelum Kanjeng Gusti turun tahta. Jadi, tidak mungkin Bima mau meluangkan waktunya hanya untuk datang ke Pracima saja.

Bima menundukkan kepalanya dengan sopan ke arah Mala, lalu tatapannya menoleh pada Kalula. "Pagi, Kalu."

Kalula masih tidak mengerti dengan maksud Bima yang mau datang ke acara ini. "Bukannya Raden Mas sibuk?"

"Hm?" Bima tidak mendengar terlalu jelas apa yang dikatakan oleh Kalula.

"Romo tadi bilang Raden Mas lagi sibuk."

Bima langsung ber-oh ria. "Nggak kok, tadi ada kerjaan bentar. Saya maish bisa sempetin ke sini."

Kalula juga hanya mengangguk saja. Dia tidak ingin memberikan kesempatan bagi Bima untuk mengobrol dengannya. Kalula hanya setuju untuk bekerja sama dengan Bima di law firmnya, itu pun untuk perkembangan karier dari Kalula sendiri. Sejak lulus kuliah, Kalula langsung bekerja di firma hukum milik Papa dan sempat dicibir bahwa dia masuk ke sana hanya karena dia anak Papa. Semua orang tau firma hukum Papa itu sulit sekali ditaklukkan.

Kali ini, Kalula menuruti ucapan Papa bahwa dia bisa membuktikan bahwa dia memang memiliki kesempatan dan hak yang sama seperti orang lain dengan bekerja sama di firma hukum orang lain.

"Terima kasih, Kalu."

Kalula menoleh kembali pada Bima dan mengeryitkan dahinya untuk kesekian kalinya ketika mendengar ucapan Bima lagi. "Kenapa, Raden Mas?"

"Karena kamu sudah mau mengorbankan waktu kamu demi Keraton ini. Saya tau kok kamu itu memang murni ingin membantu Keraton ini, bukan hanya balas budi kamu pada Ibu. Ibu sudah terlampau bangga sama kamu, mungkin di atas sana Ibu lebih bahagia melihat progres kamu dibandingkan saya sebagai anaknya sendiri."

Kalula hanya diam saja mendengar ucapan Bima. Dia tidak tau juga harus merespon bagaimana.
"Dan mungkin Ibu juga berpikir kamulah yang cocok untuk menggantikannya."

***

Kalula menikmati pekerjaan barunya walaupun beberapa kali dia merindukan kehidupan di Jakarta. Bima yang mengajak kerja sama ini sungguh memastikan Kalula nyaman dan tidak merasa tersisihkan. Profesi yang dijalankan Kalula yang dijalani di Solo masih sama dengan di Jakarta, sehingga dia tidak terlalu terbebani.

"Kantor di Surakarta mau dipugar, Kal."

Kalula mendapat kabar itu dari Bima sendiri ketika dia akan pergi ke kantor firma hukum yang ada di jalan Slamet Riyadi, Solo. Kalula tidak menanggapi dengan begitu serius, karena menurutnya pemugaran apapun yang akan dilakukan oleh Bima sebenarnya tidak terlalu berefek apapun padanya.

"Nanti kantor di Jakarta juga tidak akan dijadikan pusat. Semua pusatnya di sini biar saya gampang mengurusnya."

Kalula kembali mengangguk sambil jalan masuk ke kantornya. "Kamu bisa mulai kenalan sama partner kerja kamu di sini. Belum banyak kok karyawannya, karena keitung masih baru juga."
Kalula lagi-lagi mangut-mangut saja.

"Saya nggak tau harus bilang makasih dengan cara apa lagi, karena kamu mau kerja sama dengan saya."

Kalula langsung menghentikan langkahnya dan menatap Bima dengan serius. "Dengan berhenti mengikuti saya dan merecoki saya, Raden Mas. Saya sudah cukup muak diikuti kamu terus sejak acara pembukaan Pracima kemarin. Sekarang, kita kembali ke ranah profesional, dan saya ini partner bisnis kamu. Saya bukan kenalan lama kamu. Jadi, kamu bisa memulai berterima kasih dengan cara seperti itu."

Kalula menjalankan harinya dengan lancar. Untungnya Bima mengerti dengan apa yang dia katakan sebelumnya. Papa dan Mama juga beberapa kali menanyakan kabar Kalula dan mengatakan bahwa Kalula boleh diam di Solo selama yang ia mau, toh semua hal yang ada di Jakarta bisa diurus oleh mereka berdua sehingga Kalula tidak perlu khawatir.

Saat jam makan siang, lagi-lagi Bima menghampirinya dan membuat Kalula hampir muak. Namun, dia sedang makan siang di kafe di luar kantor dan berteriak marah-marah pada sang Raden Mas tidak akan menyelesaikan apa-apa.

"Saya heran kenapa kamu selalu ada di pandangan saya setiap saya pergi," decak Kalula sambil memakan french fries yang dia pesan.

"Saya memang mengikuti kamu." Bima mengucapkan itu dengan santai dan mencomot makanan Kalula sampai Kalula tidak punya tenaga lagi untuk melawan Raden Mas yang satu ini.

"Dan Kania nanti akan confront ke saya kalau tau sikap kamu yang begini, Raden Mas."

Bima terdiam dan menatap Kalula dengan cukup lama. "Saya belum mengabari apapun pada Kania. Entah kenapa saya menjadi ragu dengan pertunangan saya sendiri."

Kalula menghela napas dan menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Bima.

"Bagaimana jika ... saya kembali pada kamu, Kalula?"

***

MahligaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang