Chapter 1

14.6K 911 26
                                    

Halo! Apa kabar? Semoga semuanya baik dan sehat ya!

***

"Kita putus aja, Kal."

Kalula memejamkan matanya saat ingatan itu kembali menghampiri dirinya. "Mbak, sanggulnya kekencengan nggak?"

Kalula terkejut ketika makeup artist yang membantu riasannya untuk graduation hari ini bertanya kepadanya. Kalula menggeleng dan dia melihat pantulan dirinya yang terbalut dengan kebaya merah maroon dan riasan yang glam namun tidak berlebihan. "Highlighternya mau ditambah lagi, Mbak? Kayaknya kurang kelihatan ya."

Kalula mengangguk. "Dikit lagi aja, Kak, di sini." Kalula menunjuk bagian tulang pipinya dan diiyakan oleh MUAnya. Hari ini, Datania Kalula Hartono akan merayakan graduation setelah menempuh kuliah hukum di Universitas Indonesia selama tiga setengah tahun.

"Sudah, Nduk?" Janika Hartanto, ayahnya, mengintip ke kamarnya dan bertanya. Kalula menoleh dan tersenyum padanya.

"Sudah, Pa. Sebentar lagi Kalula keluar," jawabnya. Ayah, Ibu, dan Kakaknya hadir di acara graduationnya dan mereka sudah hampir siap. Tinggal menunggu Kalula yang terakhir dirias.

MUA yang membantunya sengaja mempercepat proses riasannya dan setelah itu, Kalula langsung menemui keluarganya. Sebagai anak dari seorang pengusaha, Kalula hidup dengan nyaman dan memiliki privilege dari kedua orang tuanya. Jujur saja, Kalula harus mengakui jika dia memang tidak pernah merasa kesulitan selama ini. Sejak dia lahir, sampai sekarang dia lulus kuliah, orang tuanya selalu memastikan bahwa hidupnya dan kakaknya nyaman.

Sekarang, kakaknya—Raesa Dita Hartono sudah menikah dan sedang menempuh jenjang spesialis di kedokteran.

"Cantiknya anak Ibu." Dian Hartanto melihat putrinya menuruni tangga di rumah mereka dan menuju ruang keluarga di mana semuanya sudah menunggu dirinya. "Cantik banget sih, Kal. Ibu seneng liatnya." Kalula tertawa kecil mendengar ucapan ibunya.

"Ini Papa nggak boleh larang kamu nih kalau nanti kerja sampingan jadi model."

Sejak kecil, Kalula sangat suka berpose di hadapan kamera. Kalula tumbuh menjadi anak yang manis dan cantik, tubuhnya proporsional, dan karena itulah dia juga sering bekerja sama dengan beberapa brand lokal untuk membantu memasarkan produk mereka.

"Papa nggak pernah larang-larang kok," ujar Papanya membela diri. "Kemarin itu 'kan Papa larang dulu karena mau skripsi Kalula."

Menginjak semester akhir, orang tuanya menjadi saksi bagaimana anak bungsu mereka hampir depresi karena skripsinya dan saat itu Kalula sempat ditawari kerja sama dengan beberapa brand. Dia sempat akan mengambil job tersebut, namun Papa langsung melarangnya dan menyuruhnya untuk tetap fokus pada skripsinya.

"Ya sudah, ayo pergi sekarang yuk."

***

Ada hal-hal di dunia ini yang tidak disangka akan terjadi. Sekalipun hidup Kalula sudah begitu indah dan nyaman, tapi ada saja hal yang membuatnya terpuruk.

"Abimanyu juga wisuda sekarang ya, Kal?"

Kalula langsung melemparkan pandangannya ke arah luar mobil ketika Dita bertanya seperti itu padanya. "Hm."

"Ketemu dong nanti kamu sama dia."

"Mbak," tegur Dian karena ucapan Dita bisa membuat anak bungsunya itu jadi tidak mood seharian. Hal yang paling tidak disangka akan terjadi di hidup Kalula adalah kandasnya hubungan dia dengan pacarnya yang sudah berhubungan dengannya sejak SMP, Abimanyu Wira Adhinata.

Kalula dan Bima berpacaran sejak lama. Mereka growing up bersama juga dan beberapa kali Kalula tidak menyangka bahwa dirinya bisa bertahan selama itu dengan Bima. Sampai akhirnya Bima memilih untuk menyerah atas hubungan mereka ketika mereka sudah sama-sama sibuk dengan urusan perkuliahan masing-masing.

"Ngapain pacaran lama-lama tapi ujungnya putus gara-gara sibuk? Nggak masuk akal banget, Kal." Kalula masih ingat bagaimana kakaknya yang marah dan tidak terima ketika dia bercerita bahwa hubungannya dengan Bima kandas.

"Iya kali, Mbak. Tapi sama pacar barunya." Kalula mengatakan dengan lesu. Mereka sudah putus sejak tahun lalu, dan Kalula benar-benar menghabiskan masa-masa terakhir kuliahnya sendirian. Kalula tidak percaya bahwa dia bisa melewati masa-masa itu sekarang.

"Ya kalau jodoh juga pasti balik lagi."

"Emangnya Kalula mau jodoh sama Bima?" Ayahnya ikut nimbrung dalam obrolan ngalor-ngidul itu dan Kalula tidak menjawab.

***

"Romo nanti nyusul, nggak apa-apa ya, Mas?"

Bima tersenyum pada ibunya dan mengangguk patuh. "Nggak apa-apa kok, Bu. Selagi Romo nanti datang ke acaranya, Bima nggak apa-apa." Raden Mas Abimanyu Wira Adhinata yang sekarang—sama seperti ayahnya dulu—bergelar Gusti Pangeran Haryo, akan lulus kuliah di usia dua puluh dua tahun setelah menempuh kuliah di Universitas Indonesia.

Ibunya, Kanjeng Putri Ajeng Adiningrum, menghampiri dirinya dan mengusap sisi wajahnya dengan perlahan. "Dulu siapa yang nolak kuliah di UI. Katanya mau kuliah di Solo aja biar deket sama Bulik Rania."

Bima tertawa kecil. Dulu, karena dia sering menghabiskan waktu di Solo, Bima sempat menolak ketika dianjurkan oleh Romonya untuk daftar kuliah di UI. Menurutnya, tidak ada alasan bagi dia untuk pergi dari kota kelahirannya itu. Walaupun memang sejak SMP-SMA dia menghabiskan waktu di Jakarta, tetap hatinya kembali pada kota Solo.

Namun, hampir semua keluarga keraton di sini berkuliah di UI. Ayah, Bulik, dan banyak sepupunya juga kuliah di sana. Karena itu, Bima juga disuruh untuk berkuliah di sana. Untungnya Bima berhasil masuk ke sana lewat jalur tes, setelah sebelumnya dia gagal di jalur pertama karena nilainya kalah dengan siswa lain.

"Tapi nanti Bima nggak akan kerja jauh-jauh kok, Bu. Bima mau ngebantuin Romo." Ibu beberapa kali menceritakan bagaimana dulu Romonya tidak begitu aware akan kehidupan dan tugas-tugasnya di Keraton sehingga sedikit kaget ketika Eyangnya sudah tidak ada.

Untungnya, Bima tidak seperti itu. Bima sejak awal sudah tau bagaimana tugasnya menjadi adipati anom. Bagaimana kelak dia memimpin Keraton ini untuk menjadi lebih baik. Apalagi, Ibu tidak memiliki anak lagi setelah Bima. Ibu tidak bisa memberikan Romo anak lagi setelah Bima lahir. Jadi, yang menjadi harapan mereka satu-satunya hanyalah Bima.

"Ibu denger, Kalula juga sama ya? Graduation juga hari ini. Kamu nggak ngasih apa-apa buat dia?"

Bima menggaruk pelipisnya karena bingung harus menjawab apa. Hubungannya dengan mantan pacarnya memang sudah diketahui oleh Ibu, Romo, dan keluarga besarnya. Ketika mereka sudah tidak bersama, Bima sendiri yang bingung bagaimana memberitahu pada mereka.

"Oh, nanti pacar kamu yang baru malah cemburu lagi ya." Ibunya malah menjawab sendiri dan membuat Bima menghela napasnya kesal.

***

MahligaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang