Chapter 12

5.2K 540 9
                                    


"Ngapunten, Raden Mas, saya bantu rapikan beskapnya, nggih."

Bima mengangguk dan menatap pantulan dirinya di depan cermin. "Buyutnya Romo juga memiliki selir, Pak Haryo?" Pak Haryo yang menjadi asisten pribadi dari Kanjeng Gusti Daneswara, yang kini menjadi asisten Abimanyu juga, mengeryitkan dahinya mendengar ucapan Bima.

"Maaf, Raden Mas, kalau saya lancang, tapi sedari kemarin saya penasaran kenapa Raden Mas selalu menanyakan hal yang sama." Pak Haryo tidak pernah dekat dengan Bima lebih dari ini, dan tentu dia tidak tau kenapa Bima menanyakan hal yang sama padanya.

"Saya cuman mau tau aja kok, Pak. Nggak ada maksud lain. Saya berhak buat tau sejarah Keraton ini, 'kan?"

Pak Haryo tersenyum kecil dan mengangguk. "Kanjeng Gusti ke-lima meninggal dan digantikan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Haryo ke-enam yang merupakan saudaranya. Beliau juga memiliki anak dari istri selirnya, Raden Mas. Sri Paduka mampu memperbaiki ekonomi Keraton yang saat itu hampir pailit, namun dengan beberapa kebijakan yang kurang lebih agak ditentang oleh keluarganya sendiri. Termasuk anak-anak dari Sri Paduka sebelumnya." Pak Haryo mengatakan itu semua sambil membantu Bima bersiap.

"Puncaknya, Sri Paduka menunjuk salah satu anak dari istri selirnya untuk menggantikan beliau, namun anak-anak dari Adipati sebelumnya tidak setuju dan melaporkan pada pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kebangsawanan anak-anak Sri Paduka."

Bima mengeryit menengar ucapan Pak Haryo. "Akhirnya Sri Paduka turun dari tahta dan pergi ke Surabaya bersama anak-anaknya."

"Tidak ada yang salah dari yang saya dengar soal buyut-buyut dari Romo, Pak."

Pak Haryo mengangguk. "Memang tidak ada kok Raden Mas, tapi menurut saya kelemahan yang paling bisa melemahkan seorang pria, termasuk seorang Sri Paduka adalah perempuan. Saya setuju dengan ungkapan bahwa istana hanya memerlukan satu Raja dan satu Permaisuri saja. Jadi, untuk pertanyaan dari Raden Mas, mungkin Anda sendiri yang bisa menyimpulkan."

Bima terdiam dan mematut kembali dirinya yang hari ini akan memimpin upacara kemerdekaan menggantikan Romonya yang tidak bisa lagi menghadiri upacara seperti itu. Berkap abu-abu rapi dan jarik dengan motif yang indah dipakai olehnya.

"Selain bijaksana dalam mengelola Keraton ini, Raden Mas kelak juga harus bijaksana mengambil setiap langkah yang Raden Mas ambil. Jangan sampai terllau gegabah dan menjadikan semua yang sudah dicapai oleh Kanjeng Gusti menjadi sia-sia."

Bima menatap Pak Haryo dari pantulan kaca di hadapannya. "Bagaimana jika saya masih bingung dengan perasaan saya pada calon Prameswari saya nanti, Pak Haryo?" Bima selalu bersikap seolah dia bisa dan mampu mengemban semua tanggung jawab yang nanti dilimpahkan padanya. Bima selalu menuruti keinginan orang tuanya dan menjadi anak baik selama ini. Padahal jauh dalam lubuk hatinya, ada beberapa keinginan dan perasaan yang tidak bisa dia sampaikan dengan benar.

"Saya ndak mengerti, Raden Mas."

Bima menghela napas. "Saya saja nggak ngerti sama diri saya sendiri, Pak." Dan Pak Haryo hanya bisa tertawa mendengarnya.

"Sampun, Raden Mas."

***

"Kenapa saya? Kania sendiri nggak diajak?"

Bima menghela napasnya. "Kamu 'kan tau Kania udah balik lagi ke Jakarta. Di sana nanti ada Walikota Solo yang pernah ikut juga ke law firm milik Romo. Sekalian kamu kenalan sama beliau."

Kalula tidak mengerti kenapa dirinya malah harus ikut-ikut acara Bima. Padahal, dia di sini untuk menyetujui bekerja sama dengan law firm Sri Paduka, yang seharusnya interaksinya dengan Bima sangatlah minim.

"Kalu."

Kalu sudah memakai kebaya, dan dia juga sudah berdandan rapi, dia mengeryitkan dahinya tidak mengerti ketika Bima menyuruh dia untuk masuk ke mobil yang sama dengannya. "Saya di mobil yang lain aja, Raden Mas." Dia berujar. Bersama dengan Bima dan hanya ditemani oleh sopir saja sepertinya tidak akan berakhir dengan baik.

"Ngapain sih, Kalu? Sekalian aja biar cepet. Ayo, nanti kita terlambat." Tolong ingatkan Kalula bahwa di depannya ini adalah Raden Mas dan dia sedang berada di kompleks kekuasaannya sehingga dia tidak boleh kurang ajar. Tapi demi Tuhan, Bima semakin hari semakin menyebalkan hingga Kalula tanpa sadar sering lupa bahwa pria ini harusnya ia hormati.

"Saya cuman nggak mau nanti tunangan kamu malah nyalahin saya karena dianggap sayanya yang kegatelan. Padahal Raden Mas yang menyuruh saya di sini dan ikut ke acara itu." Kalula berujar ketika dia masuk ke mobil yang akan membawa mereka ke tempat acara. Bima tidak menanggapi dan malah membuka ponselnya untuk mengecek pidato yang akan dia berikan.

"Nanti di sana bakal ada banyak wartawan? Saya nggak harus ngintilin Raden Mas, kan? Cuman ketemu Walikota terus udah kan?" Jujur, Kalula tidak ingin ketenaran Bima dan Keraton ini berdampak pada dirinya juga. Kalula tidak bermaksud kegeeran, tapi dia tidak suka saja berada di tengah publik dan penuh keramaian.

"Iya, Kalula." Bima menatapnya dalam. "Kamu tenang aja."

Pada kenyataannya, di tengah acara itu, Kalula diberikan tempat VVIP bersama pejabat-pejabat Solo yang lain. Dia memang sempat bertegur sapa dengan Bapak Walikota dan mereka mengobrol sebentar, sisanya Kalula merasa anxiety yang sangat berlebihan. Apalagi ketika Bima meninggalkannya karena dia harus memimpin upacara—Kalula sungguh ingin pulang.

"Mbak ini ... calon istrinya Raden Mas?"

Kalula menoleh dan melihat Bu Septi, Ibu Walikota, menyapanya dengan halus dan ramah. Kalula tersenyum sungkan dan menggeleng. "Saya temannya, Bu."

"Oh, maaf. Saya kira calonnya. Saya nggak sempat datang ke acara tunangan Raden Mas Abimanyu kemarin, jadi saya ndak tau."

Kalula hanya tertawa kecil dan mengatakan tidak apa-apa pada Ibu Walikota. Toh, memang mungkin acara pertunagan Bima dan Kania kemarin tidak diketahui oleh banyak orang juga. "Maaf ya, Mbak, soalnya keliatan banget akrab dan sangat cocok," ujar wanita cantik itu yang membuat Kalula bertanya-tanya. Mana ada dia dan Bima terlihat akrab? Toh sedari tadi Kalula berusaha berdiri di belakang Bima dan berpura-pura tidak mengenali pria itu ketika Bima diwawancara.

"Saya dengar, Kanjeng Gusti sekarang sudah akan memindahkan semua tanggung jawabnya pada Raden Mas Abimanyu, ya." Kalula tidak tau bagaimana awal mulanya dia malah mengobrol dengan Ibu Walikota ini. "Makanya itu law firm milik Kanjeng Gusti juga akan dipindahkan sepenuhnya ke Solo. Sebelumnya kan di Jakarta. Katanya itu untuk memperkuat kedudukan Adipati Keraton Pura di tengah masyarakat dan di mata Pemerintahan juga."

Kalula mengeryitkan dahinya. "Saya belum dengar kalau soal itu, Bu."

"Oh mungkin Raden Mas belum berbicara banyak soal rencana itu. Tapi ya, saya tau dari suami saya, bahwa Raden Mas Abimanyu mempersiapkan semuanya matang-matang menyangkut kenaikan tahtanya nanti."

Kalula terdiam. Raden Mas Abimanyu akan naik tahta?

***

MahligaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang