Chapter 34

4.9K 413 20
                                    


Ibu Ajeng melakukan banyak hal untuk memugar semua aset di Keraton ini. Ada banyak cara yang Ibu Ajeng dulu perbuat sehingga dia dikenang dengan baik dan begitu membekas di hati rakyatnya. Jangankan Kanjeng Gusti yang sekarang seperti kehilangan sebelah jiwanya, bahkan rakyat saja masih mengenang Ibu Ajeng dengan baik.

Tapi, bagaimana dengan Kalula?

Apakah Kalula bisa?

Kalula tidak sekuat Ibu Ajeng pun tidak selihai Ibu Ajeng dalam mengatur Keraton ini. Berulang kali dia mempertanyakan semua ilmu yang diemban olehnya yang sekiranya bisa dia realisasikan kepada Keraton ini. Tapi, Kalula belum menemukan satu saja yang pas.

Pembukaan kembali Pracima Tuin dan pengadaan kelas-kelas di Keraton itu seolah tidak dilihat oleh orang-orang dan bahkan abdi dalem Keraton itu sendiri, dengan dalih; Itu adalah gebrakan dari Prameswari yang dulu.

"Permisi ya, Mbak, izin pakaikan aksesorisnya."

Lamunan Kalula seolah buyar ketika abdi dalem Keraton itu berbicara padanya dengan begitu lemah lembut dan mulai memakaikan konde pada sanggul Kalula setelah mendapatkan izin darinya. Hari ini Abimanyu Adhinata sudah resmi menjadi Kanjeng Gusti yang baru dan pengangkatannya sudah diadakan tadi pagi.

Malamnya, masih banyak tamu yang datang sehingga Kalula juga retouch dandanannya. Walaupun sebenarnya dia belum dikenalkan secara resmi sebagai calon Prameswari.

"Mala." Kalula memanggil Mala yang setia berada di sampingnya walaupun sedari tadi fokus pada ponselnya.

"Hm? Iya, Mbak?"

Kalula menatapnya sekilas, lalu menatap kembali ke arah pantulan dirinya di cermin. "Menurut kamu, apa yang belum pernah dilakukan oleh Ibu Ajeng yang sekiranya bisa aku lakukan di sini?" Kalula sangat clueless. Dia tidak tau apa kemampuannya bisa membuat dia beradaptasi di sini.

Mala menaruh ponselnya dan terdiam cukup lama. Hidup di Keraton ini sedari kecil membuat dia sedikit banyak tau soal perubahan yang terjadi setelah Ibu Ajeng tidak ada.

"Mendiang Prameswari itu sebenernya sangat ... lihai, Mbak. Beliau itu tau celah mana aja yang ada di Keraton ini yang bisa dia perbaiki sehingga Keraton ini kembali dikenal banyak orang. Menurut Ibuku, nggak banyak orang yang berpikiran cerdas seperti beliau."

Kalula menghela napasnya karena ternyata berbicara dengan Mala semakin membuat dirinya risau.

"Mbak Kalu, maaf kalau saya lancang ..."

Abdi dalem yang membantu Kalula bersiap tiba-tiba saja berbicara. Kalu tersenyum kecil dan mengangguk. "Nggak apa-apa, Yu."

"Memang Prameswari yang dulu sangat hebat, tapi bukan berarti Mbak Kalu nggak bisa menyamakan langkah Mbak Kalu seperti beliau. Mbak bisa mengepakkan sayap Mbak sendiri tanpa takut dibayang-bayangi oleh keberhasilan beliau, Mbak. Semua orang memiliki caranya sendiri untuk bersinar."

Dan ucapan itu seolah menjadi cambuk bagi Kalula.

***

"Ini sepupu Eyang dari Pakualaman," bisik Bima pada Kalula ketika seorang pria paruh baya menghampiri mereka. Kalula yang sedari tadi tegang karena ikut menemani Bima menyambut tamu-tamunya, kembali menegakkan punggungnya dan bersalaman dengan pria itu dengan sopan.

"... sehat, Eyang, matur suwun nggih sudah datang..."

Kalau masalah basa-basi, tentu Bima jagonya, dan Kalula sudah tau itu sejak berpacaran dengan Bima sewaktu kuliah. Jadi, tidak heran jika Bima bisa beradaptasi dengan mudah dengan jabatan barunya sekarang.

Sementara Kalula, harus menyamakan dirinya dengan kemampuan Bima dalam berbasa-basi. Untungnya dari dulu dia sering pergi ke acara-acara seperti ini, sehingga tidak begitu sulit juga baginya untuk beradaptasi.

Ketike memerhatikan Bima yang berbicara dengan sepupu Eyangnya, Kalula sempat mengedarkan pandangannya dan mendapati Kaivan berada di sana. Langsung keningnya berkerut heran, dan tanpa mengatakan apapun, dia melipir untuk menghampiri Kaivan.

"Mas Kai?"

Kaivan tersenyum dan sempat memerhatikan Kalula dari atas sampai bawah. Di pandangan Kaivan, memang Kalula ini terlihat begitu cantik dalam balutan kebaya anggunnya. Memang dia tidak heran jika Bima enginginkan Kalula yang menjadi pendampingnya.

"Sehat, Kalu?"

Kalula mengangguk. "Sehat. Mas nemenin siapa ke sini?" Selama dekat dengan Kaivan, Kalula paham betul bahwa Kaivan sering menyempatkan diri untuk datang ke acara-acara penting seperti ini, dengan dalih menemani temannya. Entah berapa teman yang dia punya sebenarnya.

Kaivan tertawa kecil. "Nggak, saya dateng sendiri." Lalu, pandangannya beralih pada Bima yang ternyata kebayanya hampir senada dengan yang dikenakan oleh Kalula. "Jadi, kamu udah sangat yakin ya Kalu? Kamu beneran bakal mendampingi dia menjadi Kanjeng Putri?"

Kalula ikut menatap Bima dan mengangguk. Dia tau mungkin Kaivan sedikit kecewa dengan pilihannya. "Aku berterima kasih banget sama Mas Kai yang udah nemenin aku selama masa-masa sulit aku di sini."

Kaivan paham dan mengusap lengan Kalula dengan lembut. "Kalau butuh apa-apa, nggak usah sungkan untuk kasih tau ke saya."

Dan semua interaksi kecil antara Kalula dan Kaivan itu tidak luput dari pandangan Bima.

***

"Kamu sadar kalau kamu ini calon Prameswari, bukan?"

Kalula menatap taman sepi di depannya dan menghela napas untuk ke sekian kalinya. Acara sudah selesai dan Bima sempat mengajaknya berbicara terlebih dahulu.

"Kamu ngeliat saya sama Mas Kai?"

Bima langsung berdecak sebal. "Nggak usah sebut nama dia deh, Kalu."

Kalula terdiam lagi. Selama di sini bersama Bima, dia tau bahwa Bima adalah orang yang paling tidak suka didebat. Jadi, Kalula akan diam dan membiarkan Bima mengatakan apapun yang dia mau.

"Kamu sudah menjadi Kanjeng Gusti, coba kurangi sikap kamu yang kekanakan begini."

Bima menatap Kalula untuk beberapa detik. "Saya hanya melindungi calon istri saya. Saya nggak mau kalau sewaktu-waktu kamu kabur dan menjadikan Kaivan sebagai alasan."

"Ketika saya setuju untuk berada di sini, Kanjeng Gusti, itu berarti saya akan berada di sini. Sebagai pendamping kamu dan sebagai penerus dari Ibu Ajeng. Tapi tolong, jangan buat saya berada di posisi yang serba salah. Saya sudah menurunkan ego saya dan akan bertahan, mungkin kamu juga harusnya melakukan hal seperti itu juga."

Bima mengerti bahwa selama ini Kalula terpaksa melakukannya dan selama ini dia terlalu disibukkan dengan banyak urusan sebelum diangkat menjadi Kanjeng Gusti sehingga dia melupakan keberadaan Kalula.

"Kalu." Tangan Bima mengambil tangan Kalula dan mendekatkan tangan itu untuk ia kecup lembut. "Saya minta maaf atas semua sikap saya yang kurang mengenakkan pada kamu, Kalu. Setelah ini, sebagai calon Prameswari, saya akan menghargai kamu sepenuhnya."

Kalula terpaku diam dan menatap Bima dengan seksama. Mungkin pada akhirnya dia dan Bima memiliki satu tujuan yang sama; untuk berada di Keraton ini dan memberikan yang terbaik.

Bima mengusap pipi Kalula dengan lembut dan Kalula memejamkan matanya. "Ayo kita mulai lagi dari awal, Kalula."

***

MahligaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang