"Ana heran banget loh. Bisa-bisanya si Nia mendapatkan nilai bagus di setiap ulangan. Baik pretest maupun kompetensi selalu juara kelas 12-A IPA. Dibandingkan kita-kita yang mendapatkan nilai pas-pasan. Beda jauh banget kapasitas otak."
Kini Rizi mengambil dua batang kentang goreng sekaligus. "Emang bedalah! Barangkali Nia menyempatkan belajar pada saat di rumah. Lah kita-kita. Malahan, nongkrong ganteng di kedai kopi. Dari sana aja udah bisa dilihat perbedaannya. Otomatis kadar pengetahuan otak juga beda."
"Tapi kau tak pernah berpikir. Nggak bosen belajar keras mulu si Nia?" tanyaku.
"Mungkin aja emang makanan sehari-harinya belajar sehingga tidak sempat untuk bersantai kayak kita ini. Bocah-bocah hobi malas-malasan," Rizi melanjutkan perkataannya, "ibaratnya nih! Kalau kita-kita bahas game Mobile Lagoon. Si Nia malahan bahas materi LKS."
"Bener juga sih kau. Kayak nggak menikmati masa SMA yang indah. Seperti mengincar sesuatu yang besar gitu. Tapi apa yah?"
Tidak indah-indah amat masa SMA-ku. Untungnya ada satu kawan yang bisa diajak tukar pikiran.
"Gweh jadi penasaran. Andai kata Nia mencari pacar. Kriteria cowok apa yang bisa mencuri hatinya? Kan, anaknya pinter, cuek, rambutnya panjang sebahu. Dijamin pasti salah satu kriterianya adalah suka belajar."
"Ana juga bingung. Siapa gerangan yang bisa meluluhkan seorang Nia? Mau memikirkan sampai planet Venus-pun nggak akan ...."
Rizi memotong pembicaraanku, "Ada loh! Cowoknya itu harus berkacamata tebal bak kuda menyengir. Terus harus bawa kamus/buku tebal ke mana-mana. Jadilah kombinasi yang sempurna. Huahahaha."
"Itu terlalu wow bangat, Rizi. Terlalu berlebihan sampai ke tulang awan-awan."
Setelahnya kami bercanda ria kembali. Tentu saja mengolok Nia dengan berbagai umpatan dan kata-kata lucu. Semoga saja ia tidak mendadak muncul di kedai kopi ini.
Rasanya hal itu tidak mungkin terjadi. Mungkin benar adanya perkataan Rizi. Pasti si Nia asyik belajar di kamarnya sendiri. Bukan seperti bocah-bocah suka keluyuran malam bak kelelawar kebelet kongko.
Menghangatkan suasana dengan meminum sedikit kopi dari cangkir. Rizi pun melakukan hal yang sama. Tampak sedikit kentang goreng di piring. Berusaha menikmati momen-momen kebersamaan kami.
"Eh! Itu kentang gorengnya tinggal dikit. Gweh sikat yaa, Bosque?"
Memiringkan kepala karena permintaannya. "Yaudah makanlah!"
"Wiihh kawan terbaik lo njirr," jawab Rizi dengan penuh kegirangan.
Membiarkan kawanku menikmati sisa makanan. Melihatnya caranya mengunyah beberapa kentang goreng dengan cepat. Kadang-kadang gaya makannya seperti orang kelaparan. Bahwasanya, tidak boleh berpikiran sedih pada saat ini.
Harus kutahan perasaan gundah yang sedang merasuki hati.
Terpandang piring yang sudah licin tanpa sisa makanan sedikit pun. Benar-benar habis dimakan oleh Rizi. Menyebabkan suasana sekitar meja menjadi tenang kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setia - Seberapa Niat Cintamu? (Mini Story)
Novela JuvenilKarya ini bersifat spin-off. Terdapat delapan cerita (mini story) yang dikemas dalam sudut pandang karakter lain, lalu dibalut dengan bumbu kehidupan dan komedi yang hakiki. Tentu saja mengulik kisah-kisah lain yang tidak diceritakan dalam Setia - S...