Aduh! Aku kelupaan memberi tahu tentang Lethisia Kayla Sudharumitha. Namanya cukup terkenal di kelas 12-B IPA. Bahkan, sudah mencapai tahap satu sekolah.
"Lethisia Kayla Sudharumitha atau dipanggil Lethisia, Bu. Dia merupakan siswi kelas 12-B IPA. Pernah bersaing dengan si Feby dalam kontes kecantikan sekolah ini tahun lalu. Penampilannya benar-benar seperti ABG gaul nan modis. Benar-benar mencolok bagi siswa lelaki."
Beliau berkata, "Kalau dulu ketika saya sekolah mah penampilannya biasa. Gak ada model-modelan pakaian unik gitu. Zaman udah berubah yooo."
Kirain masa MOS (Masa Orientasi Siswa) gitu yang disuruh penampilan aneh-aneh oleh panitia?
Menggoyangkan kedua tangan secara refleks dengan maksud membantah. "Bukan-bukan seperti berpakaian seragam kemeja terus kelihatan pusarnya. Fashionable pokoknya si Lethisia itu. Tahu saja cara menyenangkan mata lelaki. Namun, masih dengan batasan wajar."
"Kalau di sekolahan ini. Si Lethisia itu penampilannya selalu memakai kalung choker kulit warna hitam. Kancing kemeja bagian atas terbuka satu. Ukuran roknya pendek kurang dari selutut. Ditambah arloji bersinergi dengan pergelangan tangannya. Make up-nya minimalis selaras dengan eloknya wajah Lethisia."
"Siapa sih lelaki yang tidak kesengsem dengan penampilannya begitu?"
Bagaimanapun juga harus kujelaskan sampai tuntas. Sayangnya Ibu Penjual Mi masih kebingungan sendiri tentang Lethisia. Hal tersebut dapat terlihat dari caranya menggaruk kepalanya.
"Anak zaman sekarang bisa bebas berpenampilan. Ikut-ikutan tren seperti sekolahan kota besar gitu. Tapi apa nggak bahaya toh kalau penampilannya seronok gitu?" tanya beliau.
Benar juga kata Ibu Penjual Mi tesebut. Apakah tidak mengundang sesuatu hal negatif jika pakaiannya mencolok begitu?
"Kalau itu Bu. Saya juga nggak tahu gimana perasaan Lethisia sendiri? Tapi yang pasti dia sangat percaya diri dan memiliki banyak fans cowok. Eh! Saya mau bilang sekalian deh soal ...."
Sekarang ini kepalaku lebih mendekat ke Ibu Penjual Mi. Tidak sampai tahap berbisik atau kupingnya. Masih dalam fase berhadap-hadapan. Berusaha membicarakan rahasia antara diriku dengan Ibu Penjual Mi.
Berbicara sambil tangan kananku di depan kepala sendiri. Tentu saja dengan maksud menutupi sebagian mulut ini.
"Gini Bu. Ada kabar burung yang perlu saya jelaskan," melanjutkan perkataan dengan nada pelan, "bahwa si Lethisia itu gaya pacarannya hampir keluar batas seperti ciuman, pelukan, dan teman-temannya. Celakanya lagi! Konon ia suka gonta-ganti pacar dari siswa SMA sampai mahasiswa."
Ibu Penjual Mi itu hanya termenung saja.
"Sampai sekarang ini gunjingan tersebut ditanggapi dingin oleh Lethisia. Tentu saja klub jurnalistik sekolah masih belum menemukan kebenarannya. Akan selalu menjadi kabar ambigu di lingkungan sekolah ini."
Sudah lega hati ini bercerita tentang Nia, Feby, dan Lethisia. Semoga saja penjelasanku dapat diterima baik oleh Ibu Penjual Mi. Sebagai balas jasa atas informasi tentang pertengkaran Nia dengan Feby barusan.
Beliau bersiap-siap untuk mengeluarkan kata-kata magis kepadaku. Setidaknya itu yang terlihat dari mata ini dari sikap mulutnya.
"Saya cuman bisa memberikan sebuah nasihat kepada Nak Bambang. Harus optimis untuk mengeluarkan seluruh curahan hatinya kepada cewek yang disukai? Masalah ditolak atau tidak itu urusan nanti."
"Kehidupan itu adalah tentang memilih. Kesempatan apa yang tersedia harus dipergunakan sebaik mungkin."
Enak bener beliau bicara seperti itu. Tidak pernah memasuki situasi malu, kah?
Kubantah sajalah nasihatnya kali ini.
"Mendengarkan tentang kesempatan, Bu. Saya berpikir bahwa peluang untuk mendapatkan Nia hampir mendekati nol. Daripada nanti malu sendiri satu sekolah. Terus menjadi bahan perbincangan murid-murid. Kan, konyol nan lucu?"
"Maafkan saya Bu yang menyela begitu saja. Kadang-kadang ada hal yang setuju. Ada hal yang kurang berkenan. Merelakan saja si Nia untuk pria yang pantas dengannya."
Aku mulai tersenyum karena rasa percaya diri ini telah terpompa dari badanku. Setidaknya ada satu sisi positif yang dapat dipetik.
"Masih banyak pilihan cewek di sekolah ini. Cari yang sepantasnya sajalah. Berusaha untuk sadar diri dan bersyukur. Bukan mencari hasil tidak mustahil seperti menggaet Nia, Feby, dan Lethisia."
Ibu Penjual Mi tersebut menepukkan kedua tangannya dengan kencang. Suaranya benar-benar terasa asing di telinga ini.
Beliau berkata sambil menoleh ke atas, "Oh bentar! Soal Nak Nia itu. Saya mulai ingat sesuatu. Dia suka berhemat, Nak Bambang. Buktinya sempat memelas gitu. Ia bilang tidak membawa bekal dari rumah tatkala saya memberi mangkuk mi goreng pengganti."
Mendengarkan informasi baru dari beliau. Bibirku memelintir sendiri. Tidak percaya kalau seorang Nia yang menjadi teladan di kelas 12-A IPA ternyata memiliki sifat pelit nan berhemat.
Menarik sekali!
Setidaknya mengetahui sedikit sifat Nia pada hari ini. Berbeda jauh dengan diriku yang suka jajan dan memboroskan uang. Memanglah Nia selayaknya menjadi teladan bagiku untuk kedepannya.
Tidak salah mencetakkan diriku sebagai secret admirer-nya Nia. Kemampuan akademisnya, caranya berhemat, rasa karismatik, cuek bebeknya, dan sifat positif lainnya. Benar-benar dapat menginspirasi seorang remahan sepertiku.
"Kalau begitu Bu. Mulai hari ini saya akan belajar berhemat dan tidak memboroskan uang jajan begitu saja. Seperti idola yang memberikan nilai positif dalam kehidupan sekolahku."
"Lah! Kalau Nak Bambang mau berhemat. Terus gimana dengan nasib dagangan saya? Bisa-bisa kehilangan satu pelanggan tetap nih!"
Bisa saja bicara seperti itu si pedagang makanan ini.
Aku membalas perkataan beliau segera mungkin, "Yah maksudnya sesekali jajan di sini deh! Bukan pelit 100% dan tidak pernah mengunjungi kantin sekolah. Masih bisa bertemu saya kok, Bu!"
Ibu Penjual Mi mengelus dadanya sendiri ketika mendengarkan perkataanku.
"Ahh syukurlah! Kalau begitu saya akan kembali ke lapak. Silahkan dinikmati makanannya mumpung sudah dingin."
"Baik Bu. Terima kasih atas ceritanya. Sungguh menarik sekali."
"Anjir! Sudah dingin ternyata mi gorengku. Lama sekali curhatan beliau ini. Tapi tidak apa-apa gitu. Masih bisa dimakan kok?" tanyaku dalam hati.
Ibu Penjual Mi pergi meninggalkanku setelahnya. Semuanya sudah beres terkendali. Minimal siang ini diriku mendapatkan sebuah informasi tentang pertengkaran Nia dan Feby. Ditambah dengan mengeluarkan unek-unek tentang rasa kagumku kepada Nia. Plus memberi tahu rumor tentang Lethisia kepada orang lain.
Tidak ada halangan berarti lagi. Kini hendak menyantap makanan yang terpampang di atas meja.
Semangkuk mi goreng penuh keluh kesah.
End of Mini Story Chapter...
KAMU SEDANG MEMBACA
Setia - Seberapa Niat Cintamu? (Mini Story)
Ficção AdolescenteKarya ini bersifat spin-off. Terdapat delapan cerita (mini story) yang dikemas dalam sudut pandang karakter lain, lalu dibalut dengan bumbu kehidupan dan komedi yang hakiki. Tentu saja mengulik kisah-kisah lain yang tidak diceritakan dalam Setia - S...