MSC - 6.A. Amplop Kusut.

4 1 0
                                    

Selasa, 21 November 20YY

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selasa, 21 November 20YY.

Siang Hari.

SMA Negeri Kota Cokrompek.

Perpustakaan Sekolah.

**********

Perpustakaan adalah pesanggrahan terbaik di sekolah ini. Jikalau mau ditelusuri lebih mendalam. Dapat diibaratkan seperti lapangan luas dengan buku-buku menunggu untuk dibaca. Suasananya tergambarkan seperti pepohonan rindang yang menyejukkan hati. Angin-angin beterbangan saling berlomba satu sama lainnya untuk menampar para pengunjung.

Bukan hanya para murid yang datang, melainkan juga guru-guru mampir ke tempat ini.

Tujuanku bukanlah untuk membaca buku pelajaran ataupun ensiklopedia yang menyesatkan otak, melainkan untuk membaca komik-komik fisik. Bagi pribadi ini, komik merupakan jalan keluar terbaik dari pikiran kusut selepas pelajaran sekolah yang membosankan.

Saat diriku memasuki ruangan ini. Terlihat masih sama bentuk dan tata letaknya dari terakhir kali mampir. Rak buku-buku berdiri dengan gagah. Untuk meja kursinya sendiri tampak sedikit murid yang hinggap. Setidaknya suasana perpustakaan ini tidak ramai seperti pasar tradisional.

Karena sudah—banyak meminjam komik—terlalu sering mampir kemari. Tidak dapat dihindarkan bahwa diriku lebih sering terlibat dengan penjaganya. Baik dari segi administrasi peminjaman buku sampai bincang ramah tamah biasa.

Untungnya sosok penjaga tersebut cukup ramah. Malahan, dapat dibilang membaur dengan siswa-siswi penghuni kos, eh, perpustakaan. Tentu saja diriku mengenal baik si pustakawan yang senantiasa menjaga ketertiban ruangan ini.

Sebuah melodi suara yang tidak terdengar asing menembus daun telinga ini.

Bang Fanz berkata sambil melambaikan tangan, "Woh! Jackson McHamper yang hobi pinjem komik. Sini kau!"

"Anjay! Pakai nama lengkap lagi manggilnya. Dasar Fantasio de Luca alias Bang Fanz."

Sebuah panggilan ditunjukkan kepadaku. Menghampiri tempat pustakawan tersebut dengan langkah kaki cepat. Akhirnya sampai juga di hadapan Bang Fanz. Ia sedang melihatku dengan saksama, tetapi raut mukanya tidak menunjukkan rasa heran yang berlebih.

Ah! Masih baguslah tidak membuat orang ini gusar akibat kebiasaanku.

Perbincangan bak kawan akrab pun terlaksana.

"Sudah tahu alasan kau kemari karena apa? Cobalah buku lain sekali-kali atuh yang lebih bermanfaat. Contohnya kamus lengkap bahasa Britannia, jurnal ilmiah, atau novel remaja gitu. Lumayan nambah tingkat kepintaran seperti di game-game."

"Otak ini kaga nyampe kalau baca begituan. Mata langsung menjadi sendu kalau lihat banyak tulisan dalam durasi tertentu. Mendingan bergambar sambil ada dialognya," kataku dengan nada melucu.

Terlihat Bang Fanz mengecek sebuah dokumen di mejanya.

"Ngomong aja malas baca sesuatu yang berilmu. Pake alasan kesehatan segala. Nggak hanya kau saja, tetapi beberapa anak lainnya gitu," sanggahnya kembali.

Setia - Seberapa Niat Cintamu? (Mini Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang