10. Kegilaan Ida

3.1K 287 5
                                    

Biar kalian nggak bingung urutannya, Mamak unpublish semua, terus update baru.
Part 11-nya besok ya, Happy reading semuanya.

"Demi Tuhan Li, jangan bilang kalau ini gang ke kontrakanmu...."

Aku sudah mempersiapkan diri untuk terkejut tapi setelah mendengar jeritan pertanyaan Pradana barusan tanpa sadar aku langsung memutar bola mataku dengan malas. Aku sudah menahan diriku namun aku tidak bisa menghentikannya untuk tidak menggaplok pria sinting disebelahku ini.

"Pradana, kamu ini tentara bukan sih? Reaksimu lihat pemukiman pinggiran kenapa selebay ini? Aku yakin ada banyak tempat yang lebih buruk dari ini yang pernah kamu temui, nggak usah kayak gini!"

Tampak Pradana menelan ludahnya tidak percaya, dan yang paling aku benci adalah dia yang menatapku sama persis seperti tatapan yang diberikan Nyonya Maryam meskipun pada akhirnya dia menghilangkan pandangan iba tersebut saat bibiku mengerucut tanda tidak suka.

"Aku cuma nggak nyangka kalau kamu bisa tinggal ditempat seperti ini, ayolah, kamu dulu Tuan Putri Liliana Soedibjo yang bahkan sepatunya tidak pernah kotor, tapi lihatlah sekarang, kamu kira aku akan percaya jika kamu bisa tinggal ditempat seperti ini?" Pertanyaan tenang dengan nada menuduh seolah aku pembohong tersebut membuatku melotot kepadanya dengan penuh rasa tersinggung, tuan putri yang sepatunya tidak pernah kotor? Perumpamaan macam itu? Kenapa dia memandangku seolah aku adalah seorang yang manja dan buruk?

"Aku sama sekali nggak butuh kepercayaanmu, Pradana. Dan aku juga tidak mau merepotkan diri untuk meyakinkanmu soal apapun tentang hidupku, sekarang permisi, terimakasih atas kebaikan hati dan tumpangannya."

Kubuka pintu mobil disaat dia masih tercengang melihat keadaanku yang benar-benar berubah, tanpa menunggu jawabannya aku menutup pintu itu dengan sangat keras setengah berharap jika pintu mobil mewah tersebut lepas sekalian meskipun mustahil, dengan cepat aku berjalan masuk ke gang kontrakan yang tinggal seminggu lagi akan aku tinggalkan tanpa melihat ke belakang, tempat dimana aku meninggalkan Pradana begitu saja.

Malam sudah mulai datang, tapi suasana ramai di gang ini tidak akan pernah surut, selalu ramai orang-orang yang sudah kembali dari pekerjaan, juga dengan anak-anak yang bermain di jalanan, sama sepertiku yang hanya mengontrak, disini kebanyakan juga kontrakan petakan, bisa dihitung dengan jari para penduduk asli Jakarta. Sama seperti biasanya dimana banyak orang yang memperhatikanku saat aku melintas kembali dari pekerjaan siangku, hal yang sama pun sekarang terjadi, ada beberapa yang menyapa, ada beberapa yang melengos tidak suka meski pun aku sama sekali tidak ambil pusing. Bukan rahasia umum jika mereka menggunjingku karena aku akan berangkat kerja lagi jam 7 setelah isya dan pulang sekitar jam 3 pagi.

Bau alkohol? Ya sudah pasti, menjadi waiters sebuah Club tentu saja bersinggungan dengan alkohol. Tidak mungkin tidak, tapi aku sama sekali enggan menanggapi hal buruk tersebut karena nyatanya aku bukan pelacur seperti yang mereka tuduhkan.

Namun seketika langkahku yang sebelumnya cepat terhenti saat melihat keramaian didepan kontrakan kecilku, dadaku mencelos tidak nyaman, merasa jika ada hal buruk terjadi disana. Aku takut jika akulah yang menjadi sasaran keributan meskipun disana ada lima keluarga lainnya yang berjajar, termasuk si Maemunah.

"Neng Lili, duh Gusti, akhirnya kamu pulang, Neng." Ditengah keterkejutanku melihat keramaian di ujung gang, Nyak Hasnah, wanita yang setiap pagi selalu aku hampiri untuk membeli nasi uduk seketika menghampiriku dengan gelisah, tanpa aku minta beliau buru-buru menjelaskan. "Itu si Ida ngamuk-ngamuk nggak karuan, tadi dia lewat sini sambil nangis-nangis nyebut nama kamu, nggak lama Si Sony nyusulin juga. Duh, Nyak takut kalau kontrakanmu di usir sama si Ida. Itu anak kan suka nekad kalau cemburu."

Nikah KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang