27. Liliana di Mata Saka

4.1K 382 17
                                    

Selamat Berbuka puasa buat kalian semua yang menjalankan ibadah Ramadhan
Happy reading semuanya

Terkadang cinta dan kasih sayang yang terlalu besar justru merusak masa depannya.

Kalimat yang diucapkan oleh Nyonya Maryam terus terngiang ditelingaku, membekas dengan sangat seolah menjadi pengingat jika tanggungjawab yang aku emban saat aku menerima pernikahan kontrak dengan Pradana sangatlah besar.

Menikah dengan Pradana bukan hanya untuk status diatas kertas, tapi aku juga harus menjalankan peranku sebagai istrinya, dan yang paling penting aku harus membangun kedekatan sebaik mungkin dengan Saka. Saka, ya itu adalah alasan terbesar Pradana sampai dia bisa berbuat senekad ini, untuk mempertahankan putranya disisinya, pria itu sanggup melakukan apapun.

Saat SMA dia adalah anak konglomerat yang manja, yang memusuhi siapapun yang mengunggulinya, terbiasa mendapatkan yang terbaik membuat Pradana kesulitan menerima kenyataan saat dia menjadi nomor dua, dimataku Pradana serba minus tapi saat dia menjadi sosok Ayah untuk Saka, dia benar-benar sempurna. Terlihat dari Saka yang dengan gentle-nya mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf, hal yang aku rasa tidak akan dilakukan oleh Pradana sendiri saat di usianya.

"Saya akan berusaha menjadi Ibu yang baik untuk Saka, Bu. Tapi kalaupun Saka belum bisa menerima saya sebagai sosok Ibu untuknya, setidaknya saya dan Saka bisa menjadi sahabat." Tidak, aku tidak akan begitu percaya diri dengan mengatakan jika aku bisa meluluhkan Saka, anak kecil adalah makhluk ajaib yang tidak bisa ditebak seperti orang dewasa, itu sebabnya aku akan menyayangi Saka dan membiarkan Saka memutuskan seperti apa penerimaan yang akan dia berikan kepadaku.

Katakan aku naif, tapi aku selalu berprinsip jika hal baik akan berbalas baik. Aku menatap Saka, menariknya pelan untuk duduk di hadapanku lagi, matanya yang tajam dan penuh dengan ketegasan, satu-satunya hal yang membuatku merasa seperti tengah memandang Pradana, menatapku dengan pandangan hangat. Mendapati Saka senang saat mendengar jika aku akan menikah dengan Papanya benar-benar diluar dugaanku.

"Jadi, Saka tidak keberatan Papa menikah dengan Miss?"

Kembali aku menanyakan hal tersebut kepada Saka, Nyonya Maryam yang merasa jika aku dan Saka memerlukan pembicaraan pribadi perlahan menyingkir, aku mendengar gumaman tentang melihat kamar Saka di rumah ini sebelum menghilang disusul dengan Mbak Yah yang berkata dia harus memberi makan ikan.

Saka mengangguk pelan, bocah ini terlalu dewasa untuk seusianya. "Saka nggak keberatan Papa menikah sama Miss dan jadi Bundanya Saka. Saka nggak sengaja dengar Papa ngobrol sama Nenek tadi pagi, kata Papa biar Saka bisa tetap tinggal disini Papa harus ngasih Mama baru buat Saka yang sayang sama Saka, dan Miss yang mau jadi Bundanya Saka."

Aaahhh, rupanya Saka mendengarnya secara tidak sengaja alis nguping, itu sebabnya Nyonya Maryam sedikit tidak setuju saat aku hendak membicarakan hal ini dengan Saka.

"Lain kali Saka nggak boleh nguping obrolan orang dewasa, ya?!" Pintaku kepadanya, yang langsung dibalas desahan pelan darinya.

"Tapi kan Saka nggak sengaja, Miss." Erangnya penuh penyesalan yang langsung membuatku mengusap dagunya, memintanya untuk menatapku.

"Miss tahu kok, Miss bilang lain kali, satu waktu nanti kalau Saka ingin tahu sesuatu Saka langsung tanya ke Miss saja, atau kalau ada sesuatu yang menyangkut Saka, Miss pasti ngasih tahu ke Saka."

Perlahan aku membangun berusaha membangun kepercayaan Saka kepadaku, untuk menjaganya seperti yang diminta Pradana aku harus mendapatkan  izinnya untuk masuk ke dalam hidupnya lebih dekat, dan percayalah, mendekati anak sulit adalah hal yang sebenarnya sulit untuk dilakukan. Dan saat senyuman manis tersungging kembali diwajahnya yang tampan aku tahu jika aku satu langkah semakin dekat dengan putra sambungku ini.

"Saka suka sama Miss, Miss nggak nganggap Saka kayak anak kecil, nggak kayak Nenek sama Papa."

Bisa aku lihat jika bocah ini mencibir, cara bibirnya melengkung persis sama seperti Pradana, astaga, tolong ralat kalimatku beberapa saat lalu dimana Saka hanya memiliki tatapan Pradana, karena sudah jelas gen sombong, angkuh, dan tukang mengejek menurun dengan sangat sempurna kepadanya. "Padahal Saka sudah gede loh, diantara temen-temen Saka, Saka yang paling tinggi." Tidak hanya mencibir, Saka pun membusungkan dadanya, bisa aku bayangkan 15 tahun mendatang bocah kecil dihadapanku ini akan menjelma menjadi Pradana versi yang lebih muda, menghadapi Saka membuatku benar-benar tercabik diantara rasa kesal namun juga gemas.

"Yap, Saka benar, mungkin dua tahun lagi Saka sudah setinggi Miss." Dibandingkan menegurnya, kini aku lebih memilih memuji Saka. "Jadi, katakan kepada Miss, apa yang bikin Saka menerima Miss jadi Bundanya Saka? Miss pengen denger dong. Selain cantik ya pastinya. "Aku mengedip pelan, menggodanya yang langsung membuat Saka tertawa. Aku berusaha membujuknya, aku ingin tahu seperti apa pandangan putra Pradana ini saat melihatku.

"Miss memang cantik sih." Akunya yang membuatku langsung tersipu, tidak menyangka jika Saka akan mengiyakan sementara aku sempat berpikir jika Saka akan menampiknya, dan bukan hanya pipiku yang memerah, Saka pun sepertinya malu dengan apa yang dia katakan. "Saka suka lihat Miss kalau senyum, Papa juga!" Heh gimana-gimana? Kok merembet ke Papanya, itu artinya Pradana, kan? Dan tidak perlu waktu lama, tanya yang tergambar jelas di dahiku itu segera terjawab, "Papa suka lihatin Miss setiap kali Miss ngajar Saka."

Aku mengernyit keheranan, rasanya tidak masuk akal Pradana memiliki kesempatan untuk melihatku mengingat setiap kali aku mengajar Saka dia bahkan belum kembali dari dinas, menyingkirkan rasa penasaran tersebut dan berjanji akan bertanya langsung kepada tersangkanya saat kami nanti bertemu, aku memilih untuk melanjutkan dialog.

"Lantas selain cantik apalagi? Pasti bukan cuma cantik saja, kan? Iya, kan? Ayo bilang, jangan malu-malu." Mendapati Saka yang cool memang oke, tapi saat putra Pradana tersebut tersenyum dan menunjukkan ketertarikannya, aku lebih menyukai binar indah yang ada dimata hitamnya. Dengan gemas aku menarik puncak hidungnya yang tinggi dan membuatnya terkekeh pelan.

"Miss pinter, hebat soal pelajaran, suka dengerin Saka cerita, kue buatan Miss juga enak-enak. Miss nggak pernah bersikap sok manis atau sok deket kayak cewek-cewek yang ada di sekeliling Papa, Saka suka. Di depan Papa saja mereka manis, tapi kalau Papa nggak lihat pasti mereka nggak baik sama Saka. Mereka pikir Saka nggak lihat apa semua yang mereka lakukan, mereka nganggap Saka kayak anak kecil yang bodoh."

Dengan penuh perhatian aku menyimak jawaban yang diberikan Saka, rupanya penilaian Saka terhadapku sangatlah sederhana, tidak ada hal berlebihan, dan yang terpenting untuk Saka adalah dia membutuhkan seseorang yang betul-betul tulus kepadanya, sungguh mengerikan di usianya yang belum genap 8 tahun Saka sudah melihat dunia yang penuh dengan kepura-puraan.

Dan kamu pun salah satu dari banyak orang yang berpura-pura, Liliana. Pernikahan kontrak ini adalah kepura-puraan yang begitu buruk.

Suara kecil tersebut bergejolak di dalam hatiku membuat asam lambungku naik hingga lidahku terasa pahit, namun satu hal yang bukan kepura-puraan dari semuanya adalah aku tulus menyayangi laki-laki kecil yang ada di hadapanku ini.

Aku bukan orang suci yang akan mengatakan jika alasan terbesarku menerima lamaran sialan ini adalah Saka, tapi ya, harus aku katakan jika Saka adalah salah satu alasanku bertahan.

"Saka, kita bikin chocolate fudge yuk."

Nikah KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang