20. Pertemuan Pradana dan Amal

3.4K 347 16
                                    

"Mal, aku mau nikah."

Amal Indrawan, pria yang menjadi notaris di Firma Hukum milik keluarganya, Indrawan and Firm tersebut terbelalak, dengan dramatis dia memegang jantungnya seolah khawatir jika salah satu organ tubuhnya tersebut jatuh merosot ke dalam perut, namun hanya sekejap Amal terkejut karena detik berikutnya dia justru terkekeh pelan.

"Alah, jangan bercanda! Sugar daddy nemu darimana kamu ini Li sampai tiba-tiba kamu bilang kalau mau nikah! Nggak sekalian saja kamu bilang kalau ini rumah barumu hasil dari mahar darinya. Pasti orangnya mapan dan tampan ya, Ica! Sampai bisa ngubah pikiranmu dalam sekejap."

Mendengar kalimat sarkas penuh ketidakpercayaan yang dilontarkan Amal membuatku memutar bola mata dengan malas. Pria yang bolak balik menawarkanku untuk bekerja di Firma hukumnya dan aku tolak karena aku tidak memiliki kemampuan di bidang tersebut sama sekali tidak mempercayaiku. Amal sibuk tertawa geli mengira semua yang aku katakan adalah lelucon belaka, ya, jika saja aku ada di posisi Amal aku juga pasti akan tertawa, terlebih orang yang mengajakku menikah adalah manusia yang selalu menatapku seolah aku adalah lalat yang harus dia singkirkan dari hidung.

"Pradana!" Ujarku singkat, namun sukses membuat Amal berhenti tertawa, "Pradana Aryaatmaja, kamu ingat?"

Dahi Amal mengernyit sepertinya dia tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. "Pradana? Dana? No way!!! Nggak mungkin Liliana, ini bukan Pradana yang itu kan yang kamu maksud! Nggak mungkin dia ngajak kamu nikah! Dunia pasti sudah kiamat kalau sampai ujung-ujungnya kamu nikah sama dia, apalagi dia yang ngajak!"

Nahkan apa aku bilang! Bukan cuma aku yang menganggap dunia sudah gila karena Pradana mengajakku menikah, tapi Amal, yang notabene mengenalku dan mengenal Pradana juga tidak mempercayainya. Sudah aku bilang kan jika hubunganku dulu dengan Pradana memang tidak baik, kami menghabiskan waktu lebih banyak untuk saling membenci hingga mustahil rasanya jika sampai sekarang tiba-tiba kami menikah.

"Bercandamu nggak lucu, Li! Ayo sekarnag serius, katakan siapa pria baik hati dan keren yang akhirnya sukses mengajakmu menikah, aku ingin mengucapkan selamat kepadanya." Masih tidak percaya dengan apa yang aku katakan tadi, Amal mendesakku, di longoknya teras tempat para Tentara tengah terduduk sambil menikmati teh manisnya sebelum Amal kembali kepadaku. "Calonmu Tentara, Li? Widih pinter banget kamu nyari suami! Jadi penasaran siapa orangnya, kenalin dong, orangnya ada di dalam ya...."

Dengan penasaran Amal berjingkat, seolah dia ingin melihat ke dalam rumah tersebut sosok yang katanya akan menikah denganku, Amal ini sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk menariknya pergi menjauh, jika aku mengatakan pernikahan yang akan aku katakan adalah pernikahan kontrak, sudah pasti dia akan histeris.

"Bisa nggak kita minggir sebentar, ada hal penting yang harus aku omongin ke kamu, Mal."

"Kok malah minggir sih? Harusnya kamu ajak aku ke dalam dong, kenalin sekalian sama calonmu, seenggaknya biar dia tahu kalau kamu nggak sendirian, kamu masih punya aku loh. Ini kenapa sih kamu Li, malah kayak orang bingung!"

Hissss, terkadang aku lupa betapa cerewetnya Bapak dua anak ini, rasanya gemas sekaligus jengkel setiap kali Amal mode emak-emak yang mengomel.

"Nggak usah dikenalin segala, aku sama sekali nggak berminat berkenalan denganmu, Indrawan!"

Baik aku dan Amal, kami berdua kompak menoleh ke belakang, kesumber suara yang terdengar bosan sekaligus ketus, bukan hanya aku yang terkejut dengan kehadiran Pradana yang tanpa aba-aba, entah muncul darimana dia sampai aku tidak menyadari kedatangannya, Amal pun berjengit tidak percaya saat menatap wajah tajam Pradana. Kedua laki-laki yang aku kenal sedari SMA ini sudah menjadi sosok pria dewasa yang matang, tapi saat akhirnya keduanya berhadapan kembali, aku merasa seperti De javu, sama seperti aku yang tidak pernah akrab dengan Pradana, Amal pun sama karena alasan yang klise, Pradana tidak suka Amal seringkali dipasangkan denganku saat ada kompetisi. Para guru menganggap aku lebih cocok berpasangan dengan Amal dibandingkan dengan Pradana yang seringkali bertengkar dan tidak mau mengalah. Dan rupanya, hal dimasalalu itu masih menyimpan kejengkelan sampai sekarang. Hal itu terlihat jelas dimata Pradana saat menatap Amal dengan tajam penuh ketidaksukaan.

"Wohooooo, gue kira Liliana bercanda. Astaga, dunia benar-benar sudah gila karena menjodohkan kalian berdua!" Gumam Amal dengan takjub. Kontras sekali reaksinya denganku dan Pradana yang luar biasa jengkel, Amal justru sangat antusias. "Dan, kamu harus ceritain ke aku gimana kronologinya sampai kamu bisa ngelamar rivalmu sendiri, katakan, gimana rasanya jatuh cinta sama perempuan yang selama ini selalu mengalahkanmu."

"Nggak usah sok akrab! Ingat, kita bukan teman dan nggak akan pernah jadi teman!" Mencibir kelakuan Amal yang antusias dan sok akrab, Pradana menyingkirkan tangan Amal yang ada dibahunya sebelum dia menatapku dengan penuh ketidaksukaan yang sama. "Apa maksudmu mengundang kutu macam dia ini ke rumahku, Liliana!"

Mendengar kalimat tidak menyenangkan yang dilontarkan oleh Pradana seketika aku langsung berkacak pinggang. "Kutu kamu bilang? Namanya Amal, Pradana! Bersikaplah seperti orang dewasa, sungguh menggelikan cara bersikap seorang Komandan sepertimu, bisa-bisanya kamu masih mengejek orang lain dengan panggilan isengmu. Lagipula Amal datang bukan hanya sebagai temanku, tapi aku membutuhkan penasihat hukum untuk masalah kita." Terlihat Pradana ingin menyela, namun aku segera mengangkat tanganku menyergahnya untuk menyela karena aku belum selesai berbicara. "Bisa kita berbicara ditempat pribadi, Dan? Aku mohon, aku tidak ingin anggotamu mendengar apapun yang akan kita bahas."

Aku mengedikkan kepalaku ke belakang, tempat dimana para anggota Pradana berada, bisa aku tebak meskipun mereka sibuk dengan camilannya, tetap saja telinganya mode waspada. Terlebih saat Pradana sudah sepenuhnya menunjukkan dirinya kepada mereka, empat orang tersebut seketika bangkit dan memberi hormat kepada Pradana.

Dalam sekejap Pradana yang menyebalkan beralih mode ke mode serius Komandan Kompi Pradana Aryaatmaja, rahangnya yang tajam dan kokoh mengangguk pelan menerima penghormatan tersebut, saat aku mendengar suara Alpha beratnya, sesuatu yang tidak biasa berdesir di pembuluh darahku. "Terimakasih sudah membantu saya, kembali ke pos masing-masing jika kalian sudah selesai."

Mereka berempat mengangguk dengan tegas sembari berucap siap, satu kekompakan yang membuatku terpana sebelum akhirnya tangan Pradana hinggap di bahuku sembari membimbingku untuk masuk ke dalam.

"Kamu benar Liliana, kita butuh tempat yang lebih pribadi untuk membicarakan masalah pribadi kita."

Tidak ingin mendapatkan pemaksaan Pradana, aku lebih memilih menurut, beriringan kami masuk ke dalam rumah, dan Amal pun mengikuti di belakang, ditengah langkah kami yang bergema menuju sebuah ruangan yang aku tebak adalah ruang kerja Pradana, aku baru menyadari jika di tangan Pradana yang lain membawa sebuah map. Tepat saat pintu ruang kerja tersebut di tutup oleh Amal, Pradana menyerahkan map itu kepadaku yang langsung diserbu oleh Amal.

"Aku menulis daftar keuntungan yang akan kamu dapatkan jika menerima kesepakatan kita berikut dengan kewajiban yang harus kamu jalankan. Kita bisa merevisinya sampai kita berdua sepakat dalam pasal yang tertulis. Kamu bisa membaca dan membahasnya dengan temanmu itu, Liliana. Pagi ini aku harap diskusi pertama kita selesai karena aku ada tugas keluar bersama Wadanyon."

Aku menelan saat membuka map biru yang berisi tulisan yang disusun rapi, bahkan disaat semalam aku tidak bisa memikirkan apapun, Pradana menyusun semuanya seolah sudah pasti aku akan menerima pernikahan ini.

"Apa ini, pernikahan kontrak?" Dan benar saja, saat Amal membacanya dia langsung memekik histeris tidak percaya. Sungguh aku berharap jika ruangan ini cukup jauh dari jangkauan anggota Pradana, aku benar-benar malu jika sampai mereka tahu. "Apa-apaan kalian berdua ini!"

Nikah KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang