Chapter 20

1.7K 202 190
                                    

|| Chapter ini berisi adegan penting!

|| Beri vote dan komentar dan jangan spam komentar yang sama. Tuliskan opini di paragraf yang mencuri perhatian kalian:)

Semalam seperti mimpi yang berkepanjangan, tanpa adanya akhir, meski tak jelas bagaimana mimpinya, tetapi sangat membuatnya sesak dan menyakitkan bahkan sesaat ia takut. Namun, sejak kecil ia sudah diperintahkan untuk tidak terlalu memikirkan semua perasaan itu dan harus hidup sebagai manusia yang tak bisa merasakan sakit agar tak seorang pun tahu kelemahan dan rapuhnya dia.

Maka seraya membuka mata, ia turun dari kasurnya dan lekas membersihkan diri jauh sebelum jarum jam menunjukkan pukul lima pagi hari. Mengenakan seragam pada hari Kamis, ia menyisakan jubahnya yang akan ia kenakan ketika hendak ke aula makan bersama nanti. Kini Aalisha menuju jendela kamarnya, ia buka dan membiarkan angin dan udara segar masuk ke kamarnya. Manik matanya menatap pada seekor kupu-kupu hitam yang sayapnya kelap-kelip warna biru, hinggap si kupu-kupu di jemari Aalisha kemudian poof, berubah menjadi amplop surat warna cokelat ketika dibuka segelnya maka terbentang lah koran yang cukup besar dan berlembar-lembar.

"Syukurlah tidak ada yang membicarakanku," ujar Aalisha. Sudah menjadi kesehariannya untuk mengecek koran entah dari media surat kabar mana pun terutama Lè Ephraim; mengenai berita jikalau ada yang membahas tentang keturunan De Lune terutama menyangkut identitas Aalisha! Jika semisal ada, maka gadis itu harus memerintahkan pihak keluarganya untuk membasmi siapa pun yang berusaha mengungkapkan identitasnya. "Oh wow, kabar terhangat."

Aalisha membaca berita yang bertajuk; Kematian Pasukan Ekreadel dan Pasukan Phantome Vendettasius secara mengenaskan dan hancurnya Desa Vinbagne. Manik mata gadis itu sedikit menyipit. "Ada kemungkinan peperangan keduanya yang menyebabkan Desa Vinbagne hancur, tetapi tidak ada pemenang dari pertempuran tersebut bahkan tak ada saksi mata dari kedua belah pihak yang hidup."

Baiklah sangat aneh. Baru kali ini Aalisha membaca berita yang dimana ada peperangan, kedua belah pihak mati, tanpa ada satu pun saksi yang hidup. Padahal selama hidupnya jika ada peperangan, setidaknya akan ada satu atau dua makhluk hidup yang berhasil selamat dan menjadi pemenang perang. Ia melanjutkan membaca kabar tersebut. "Ada asumsi jika peperangan diganggu oleh pihak ketiga."

Lekas Aalisha melipat korannya dan ia lempar ke dalam kotak yang berisi tumpukan surat kabar dan koran lainnya yang sudah ia baca. Aalisha sedang malas mau ikut campur atau lebih mendalami sebuah berita jika sudah ada pihak ketiga yang ikut campur karena biasanya pihak ketiga adalah pihak tergila jika berani ikut campur dalam perang dua belah pihak. Jadi lebih baik, ia menjaga kesehatan mentalnya dengan tidak ikut campur atau memikirkan urusan yang memusingkan dan tak seharusnya menjadi masalah hidupnya.

Melangkah keluar kamarnya, setelah mengenakan jubah, Aalisha berpikir jika orang-orang semakin tidak punya etika dan sopan santun dalam hidup mereka. Berani sekali mereka berlari dan melewati Aalisha begitu saja bahkan hampir menyenggol bahu gadis itu. Kini dia melihat murid-murid lain berlari tergesa-gesa seolah-olah dikejar-kejar oleh monster padahal mereka turun ke lantai bawah dan menuju dua murid yang terlihat pakaian mereka berantakan, wajah pucat pasi, dan rambut acak-acakan. Kedua murid itu terlihat sangat ketakutan dan terisak seraya berkata hantu, hantu, dan hantu.

"Kalian serius?" ujar Noah dengan mata membulat. "Kalian tidak membodohi kami 'kan?"

"Mereka bukan kalian berdua yang akan menipu dan mengerjai banyak orang!" sahut Evanora.

"Apakah kami sesering itu mengerjai kalian?" ujar Easton yang kini dirinya dan Noah menjadi sorotan para murid bahkan dua adik tingkat dari tahun kedua yang menangis kini menghentikan tangisannya dan menatap pada dua bersaudara Cressida tersebut.

Book II: The Arcanum of AalishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang