Chapter 21

1.9K 225 482
                                    

|| Total chapter ini sebanyak 12.676 kata. Silakan cari posisi ternyaman untuk membaca.

|| Beri vote dengan komentar 300, kalau nggak capai target, nggak bakal update minggu depan^^ Jangan spam komentar yang sama.

|| Ada cukup konflik tegang, lucu, dan hangat di chapter ini. Happy reading.

Ruangan yang didominasi oleh warna merah, kuning, dan jingga kini dipenuhi oleh para murid yang beberapa dari mereka duduk di sofa, ada pula yang duduk di karpet tebal berbulu berwarna merah bahkan sampai berbaring terlentang di sana. Langit-langit ruangan tersebut terukir bintang-bintang dengan langit malam, kemungkinan warna langit-langitnya akan berbeda setiap minggunya. Selain itu di ruangan utama atau tempat bersantai terdapat jam raksasa berupa jam pasir dengan pasir kuning sedikit berpendar ketika malam hari sehingga menjadi penerangan di ruangan utama.

Itu semua adalah gambaran dasar dari asrama Faelyn yang warna merah adalah warna utama mereka. Selain ruangan utama yang terdapat jam pasir besar, asrama Faelyn juga terdapat perpustakaan yang cukup besar, dapur penuh dengan makanan, patung kesatria mengenakan zirah besi terdapat di beberapa titik aula dan lantai. Serta tak disangka-sangka ada perosotan di asrama tersebut sehingga beberapa murid bisa menuruni lantai dengan menaiki perosotan dibandingkan melewati tangga atau lift.

Kini ruangan atau aula utama asrama Faelyn cukup ramai, para murid berada di lantai satu, ada pula yang duduk di sekitar anak tangga seraya memakan camilan dan mengobrol dengan kawan mereka. Namun, pastinya mereka berfokus pada beberapa murid terutama dua Majestic Families dan beberapa kawan mereka.

Malam ini, Eloise Clemence mengurai rambutnya. Ia mengenakan kaos merah dibalut blazer warna krem, celana hitam panjang, dan knee high boots. "Jika tak berhasil, aku akan membakar kalian berempat," ujar Eloise seraya menguap pelan.

"Jangan terlalu kejam, mereka juga berusaha," balas Nicaise yang mengenakan kemeja putih dan celana hitam serta sepatu hitam, oh dia mengenakan capelet cloak.

"Tutup mulutmu, Nicaise," balas Eloise, "waktu kita tak banyak. Bisakah kalian mempercepat mantranya?"

"Tolonglah sabar, Nona Clemence," ujar Eugeo, seorang lelaki berambut putih dengan manik mata hazel yang kini di telapak tangannya, melayang-layang sebuah kotak kecil berpendar biru. "Tolong yang lain, bersiap di posisi!"

Kini ia memerintah ketiga temannya yakni Phariss, Aland, dan Peter. Ketiga temannya itu mengendalikan sebuah kotak biru melayang yang mirip dengan Cyubes, tetapi berfungsi sebagai perantara sihir teleportasi, diketahui jika benda tersebut disebut Cyupter.

"Aku tidak yakin, apakah benar-benar bisa mengirim kalian sesuai koordinat titik lokasi karena ini bukan Iapthae Portae," ujar Eugeo, "tapi setidaknya 89% kalian akan tiba dekat titik koordinat."

Eloise menatap sinis kakak tingkatnya itu. "Jika perkataanmu ternyata salah, kau sepertinya harus turun kelas, betapa bodohnya kau sudah di tahun keempat, tapi masih sulit menggunakan sihir teleportasi."

Mendengar perkataan menusuk Eloise ternyata sukses menyakiti beberapa murid karena banyak dari mereka tidak bisa menggunakan sihir teleportasi bahkan jika sudah dibantu Cyupter. Sebenarnya sudah hal biasa dalam kehidupan bagi seorang Majestic Families merendahkan orang lain, tetapi didengar secara langsung ternyata menyakitkan juga. Mereka harus banyak-banyak sabar menghadapi keangkuhan para Keturunan Keluarga Agung itu.

"Tenanglah Eloise, sihir teleportasi memang sulit," ujar Nicaise yang ternyata masih punya hati dibandingkan Eloise. "Mereka juga sudah berusaha jadi percayalah jika kita akan tiba di titik lokasi."

Book II: The Arcanum of AalishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang