Chapter 31

1.2K 152 264
                                    

|| Before I take my shotgun dan kill you all, vote dan komen serta cari posisi ternyaman karena chapter ini totalnya 13

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|| Before I take my shotgun dan kill you all, vote dan komen serta cari posisi ternyaman karena chapter ini totalnya 13.883 kata^^

|| Challenge: Setiap yang baca chapter ini, beri lima atau lebih komentar agar gue tahu reaksi kalian akan chapter ini yang penuh pertarungan Aalisha dan drama panggungnya.

Suara gemuruh serta kilatan cahaya berbagai macam warna dari sebuah pentagram sihir tampak jelas di lapangan sebelah Timur dari Kastil Utama Eidothea ketika praktikum mata pelajaran Sihir dan Mantra di angkatan tahun pertama sedang berlangsung. Para murid bersorak-sorai di posisi duduk maupun berdiri ketika dua murid maju ke tengah lapangan atau arena kecil yang dibuat oleh Master Arthur. Hari ini, praktikum berupa pertarungan antara murid sekaligus mengambil nilai tambahan semisal ada kekurangan poin di pengambilan nilai atau ulangan harian sebelumnya.

Tampak master Arthur yang mengenakan pakaian bangsawan dengan kemeja putih berlengan panjang dengan sedikit menggelembung di ujung lengannya, lalu dibalut semacam vest dengan warna biru tua dengan ada ukiran-ukiran emas di dadanya serta kancing emas, kemudian ia mengenakan celana kain putih dan sepatu hitam mencapai lutut. Ada pula aksesoris pita biru dengan permata biru tua yang cantik di tengah-tengah pita. Lalu untuk menujukkan kesan bangsawan tinggi, ia kenakan pula jubah dengan ukiran sulur-sulur emas, lalu ada semacam rumbai-rumbai di bahu, jubah luarnya berwarna biru tua, sementara dalamnya warna biru muda kemudian jubah tersebut hanya menutupi bahu kanannya hingga ke bawah, bahu kirinya tidak. Sentuhan akhir, ia membiarkan rambutnya agak berantakan dengan poni jatuh di sebelah kiri sehingga dahinya tak tertutupi poni.

"Apakah hanya segini kemampuan kalian?" ujar master Arthur menatap dua murid, berasal dari asrama Faelyn dan asrama Drystan. Mereka tampak terluka, meskipun bertarung dengan tenaga penuh, tetapi tidak mencapai standar Arthur. "Tidak ada yang memenuhi standarku! Kalian tidak satu pun melakukan pelafalan mantra yang baik bahkan ada yang gagal menggunakan mantranya!"

Kini Arthur terlihat marah, sudah berbulan-bulan ia mengajarkan teknik sihir dasar dan para muridnya masih saja tidak becus bahkan pelafalan mantranya terbata-bata dan perlu waktu untuk menggunakan sihir mereka. "Jika terus seperti ini, adanya kalian mati jika bertemu dengan musuh karena kalian tidak kunjung berhasil melafalkan mantra atau mempertahankan diri dari serangan sihir orang lain!"

Raut wajah ketakutan tercetak bak ukiran pematung yang gemetaran karena asal-asalan menggunakan alat pahat hingga hasilnya buruk rupa. Mereka tak satu pun berani menatap master Arthur; tak berani mendongak karena Arthur pasti sangat kecewa dan marah terutama pada para murid yang sudah maju praktikum mantra dan sihir, tetapi nilai yang mereka dapatkan tidak memenuhi standar kelulusan minimal. Hanya dapat dihitung jari saja para murid yang lulus di antara hampir 300 murid di lapangan ini. Ya, satu angkatan tahun pertama dikumpulkan di lapangan pada hari ini.

Arthur menatap sinis para muridnya. "Yang hanya ada di dalam kepala kalian adalah kalian lebih unggul dibandingkan teman atau murid lain, tidak peduli apakah teknik dasar mantra dan sihir sudah benar atau malah salah, kalian hanya ingin menyombongkan diri jika kalian mengetahui suatu mantra kemudian dapat menggunakannya untuk menyerang orang lain padahal dasar mantranya saja kalian tidak sempurna!"

Book II: The Arcanum of AalishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang