✒ Chapter 17

1.3K 209 63
                                    

|| Alasan bertahan baca cerita ini, kecuali karena karakternya?

"Ke mana kaumembawa kami De Lune!" teriak Eloise mendekati Aalisha lalu dengan kasarnya dia mencengkeram kerah seragam Aalisha. "Kutanya sekali lagi, tikus kecil, ke mana kau membawa kami!"

"Mengapa aku? Aku bahkan tidak tahu kenapa kita bisa di sini dan jangan salahkan aku karena kaulah yang memaksaku mencoba ramalan itu!" balas Aalisha berusaha melepaskan cengkeraman tangan Eloise karena perlahan gadis Clemence itu mengangkat tubuh Aalisha.

"Hey, hentikan kalian berdua!" Suara Nicaise terdengar, mendekati keduanya, mencengkeram lengan Eloise agar segera menurunkan Aalisha. "Eloise Clemence, bukan waktunya untuk bertengkar."

Eloise berdecak dan melepaskan cengkeraman tangannya secara kasar. Hampir saja Aalisha terjatuh jika dia tak menyeimbangkan tubuhnya. Aalisha mundur seraya menepuk-nepuk seragamnya. "Sekali lagi kukatakan, aku tidak tahu kenapa kita bisa berapa di sini."

Athreus mendekati mereka bertiga. "Sudah selesai dramanya karena aku merasa jika awannya berarak lebih cepat."

Mereka bertiga menatap awan yang terlihat bergerak lebih cepat, cahaya matahari perlahan ditutupi awan-awan itu hingga di sekitar mereka menjadi gelap. Lantai yang mereka pijak juga berubah warna menjadi hitam lalu berangsur-angsur warna abu-abu menutupi seluruh lantai. Terdengar pula derit kayu dari berbagai arah.

"Ini buruk," ujar Nicaise.

"Aku benci tempat asing ini." Athreus tak lupa menimpali.

"Kauberutang nyawa padaku De Lune karena menyeretku kemari." Eloise menatap sinis pada Aalisha yang hanya diam.

"Sudah kukatakan jika aku tak tahu alasan kenapa kita berada di sini." Nada suaranya tetap sama seolah-olah tak ada amarah dan kekesalan pada Eloise. Namun, Aalisha merasakan firasat buruk yang menusuk hingga tulang dan membuat dadanya berdenyut sakit.

Ketika mereka menatap arah depan, mereka menyaksikan dinding berwarna cokelat terbuat dari batu mengelilingi mereka, jendela menjulang tinggi dengan jenis kaca patri sehingga ada ukiran di jendela tersebut yang berwarna merah, kuning, dan hijau. Lentera terang terlihat di beberapa titik dinding batu, lampu gantung memancarkan warna kuning terang tergantung di tengah-tengah aula megah ini, lalu balok-balok kayu bermunculan dari lantai yang perlahan tersusun rapi menjadi sebuah tribune sehingga banyak orang bisa duduk di sana. Lalu di antara tribune, tepat di tengahnya ada bangku khusus dengan meja tinggi seperti podium barangkali altar tempat pastor mengumandangkan khutbah. Sementara di hadapan podium tersebut ada tempat khusus berupa karpet merah yang di atasnya ada bantal untuk seseorang duduk kemudian bersujud di sana.

Mereka berempat tahu pasti aula dan tempat apa ini. "Aula rapat para Consinilarium, para Tetua Majestic Family, aku benar bukan?" Eloise berbalik dan menatap Aalisha. "Apakah ini kenangan burukmu?"

Aalisha hanya menatap Eloise sejenak dan tidak berniat menjawab pertanyaan itu. "Jangan diam saja, apakah kau bisu! Hey, sialan, kau yang membawa kami kemari!"

Hampir saja Eloise menghantam wajah Aalisha jika tidak dihentikan Athreus. "Tenanglah Clemence, bukan waktunya bertengkar. Tidakkah ada hal yang lebih penting dibicarakan dari pada tersulut emosi?"

Tiba-tiba saja Eloise menendang kaki Athreus sehingga lelaki itu terkejut dan merasa kakinya berdenyut sesaat. "Kasar sekali kau!"

"Kau bajingan sialan, pantas mendapatkan itu," balas Eloise kini menghela napas kemudian bersilang dada dan memperhatikan sekelilingnya. "Jadi apa pendapat kalian, mengapa kita di sini. Apakah perpindahan tempat, dimensi, atau hal lain. Lalu mengapa hanya kita saja?"

Book II: The Arcanum of AalishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang