✒ Chapter 29

1.1K 168 180
                                    

Gadis itu bangun tepat di pukul tiga malam dan tak bisa tertidur lagi, ia terlihat mengantuk, terukir kecil kantung matanya yang menghitam barangkali karena ia habis menangis semalam terutama hidungnya juga sedikit memerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu bangun tepat di pukul tiga malam dan tak bisa tertidur lagi, ia terlihat mengantuk, terukir kecil kantung matanya yang menghitam barangkali karena ia habis menangis semalam terutama hidungnya juga sedikit memerah. Rambut gadis itu sedikit berantakan begitu pula poninya, ia mengenakan piyama putih bersih kebesaran yang kusut pula seperti keadaannya kini, ia sudah paksa untuk tidur bahkan dengan cara membaca novel paling membosankan menurutnya agar ia bisa kembali tidur, tetapi hatinya tak izinkan ia tidur meski tubuhnya luluh lantak keletihan.

Alhasil, ia turun dari kasurnya, di dekat kakinya, dua novel tertelungkup yang sebelumnya ia baca, langkahnya gontai, kain celananya kepanjangan sehingga ia melangkah dengan menginjak celananya, kamar sunyi itu hanya bercahayakan lentera yang hampir redup, membuat suasana semakin seperti sunyi mati terutama tumbenan sekali tak ada suara jangkrik atau burung hantu di luar sana, kemungkinan gadis itu memerintahkan para binatang untuk diam seolah-olah mati.

Perlahan tangan kecil nan kurus dibalut piyama kebesaran itu membuka jendela kamarnya, suara embusan angin malam menerpa rambut kusutnya, manik mata hitam itu menatap pada bulan sabit, ah sayang sekali bulannya tak terlihat karena tertutupi awan, jadi ia hanya melirik kosong pada pepohonan rindang yang bergemerisik akibat tertiup angin. Meski malam ini sunyi mati, tetapi angin terus bertiup, membawa malam yang dinginnya menusuk kulit seolah-olah sebentar lagi hujan akan turun. Gadis itu mengeluarkan tangannya, lalu seekor kupu-kupu hitam hinggap di jemarinya, lebih tepatnya hinggap di lengan piyama yang kepanjangan sehingga telapak tangannya tertutupi, lalu gadis itu menelengkan kepalanya.

"Kau benar." Suara Aalisha terdengar pelan layaknya biola dengan nada rendah nan pelan. "Manusia memanglah makhluk menjijikkan."

Sang kupu-kupu hitam bergerak ke punggung tangannya. "Mereka selalu menganggap makhluk yang tak bisa mengendalikan kekuatannya sebagai monster, padahal dalam diri mereka sendiri ada iblis yang bersemayam."

Maka berhenti Sang kupu-kupu hitam di pipi Aalisha yang gadis itu perlahan naik ke atas kosen bagian bawah jendelanya, kemudian duduk di sana dengan kaki menjuntai ke bawah lalu ia goyangkan secara pelan. Rambutnya yang panjang dan tak pernah dipotong tersebut terlihat menjuntai pula ke bawah, poninya agak panjang menutupi manik matanya yang memerah serta kantung matanya.

Cobalah untuk melihat gadis itu dari luar, maka hanya dirinya seorang yang duduk di kosen jendela dengan kaki berjuntai serta mengenakan pakaian putih dengan rambutnya hitam legam, sungguh tatapannya kosong terutama tak terusik pula ketika tiga kupu-kupu hinggap di bahunya, sementara dua kupu-kupu di kepalanya dan empat di wajahnya, merayapi wajah mungil tersebut. Sepanjang para kupu-kupu merayapi tangan, bahu, leher, wajah, hingga puncak kepalanya, Aalisha hanya diam saja dan sesekali terlihat tersenyum lalu terkekeh sendirian.

Tiba-tiba saja, gadis itu mendengar suara dari dalam kamarnya maka dengan sigap, ia mengayunkan tangannya untuk memerintahkan para kupu-kupu pergi, mereka kabur dengan terbang sangat cepat. Lalu Aalisha menengok ke belakang dengan tatapan tajam saat sesosok makhluk berdiri tepat di belakangnya, tak diketahui siapakah makhluk itu, apakah manusia atau bukan, apakah pria atau wanita, tetapi makhluk asing itu berbicara di kepala Aalisha karena tak terdengar suaranya.

Book II: The Arcanum of AalishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang