Chapter 33

752 124 146
                                    

|| Before I take my shotgun dan kill you all, vote dan komen serta cari posisi ternyaman karena chapter ini totalnya 6

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|| Before I take my shotgun dan kill you all, vote dan komen serta cari posisi ternyaman karena chapter ini totalnya 6.835 kata^^

|| Challenge: Setiap yang baca chapter ini, beri lima atau lebih komentar agar gue tahu reaksi kalian akan chapter ini yang .... wow sepertinya ada masa lalu tentang Aldrich

Berderak-derak puluhan batang kayu dan wooden dummy yang dijadikan sebagai target serangan sebilah pedang panjang nan tajam. Suara-suara akibat gesekan pedang dengan wooden dummy itu telah memenuhi salah satu halaman di sebelah Barat kastil utama Eidothea padahal masih pukul empat pagi. Kini suara derak kayu-kayu itu semakin kencang yang perlahan terdengar pula rakakan kayu akibat batang kayu dan wooden dummy yang hancur hingga menjadi serpihan yang berhamburan di rerumputan.

Tampak sepatu hitam tengah melangkah sesuai dengan pola serangan, serta ayunan pedang yang terus-menerus menyerang dengan anggun, tetapi tegas juga sehingga serangan tersebut benar-benar rapi dan tidak sembarangan, ibarat seorang penari yang menyuguhkan tariannya dengan sangat sempurna karena telah menjadi bagian dari hidupnya. Semakin terdengar rakakan kayu, semakin pula ayunan pedang tersebut menjadi lebih cepat dan tegas bersamaan wooden dummy yang bermunculan lagi karena dipengaruhi mantra---tidak susah payah menata dan menambah bonekanya sendiri, cukup gunakan sihir---lalu intensitas level latihan meningkat ketika para wooden dummy memunculkan senjata berupa pedang, tombak, polearm, hingga gedik tikam---dikenal pula dengan istilah flail bola berduri---yang terbuat dari logam dengan duri-duri tajam yang siap untuk melukai siapa pun bahkan takkan segan menghancurkan tulang-belulang jika terkena sekali serangan.

"Latreia." Gumaman itu terdengar bersama pedang Aeternitas diselimuti Neith biru yang segera diayunkan ke arah salah satu wooden dummy yang melesakkan lembing, tetapi tergagalkan karena pedang tajam tersebut berhasil memenggal wooden dummy hingga hancur dan rakakan terdengar nyaring. Apakah sudah selesai? Tentu tidak karena energi dari ayunan pedang tersebut menghasilkan angin kencang yang berhasil menghancurkan puluhan wooden dummy di belakang target sebelumnya tadi.

Intensitas latihan semakin meningkat lagi ketika wooden dummy tersebut bisa bergerak bebas dan memunculkan banyak rantai besi dengan ujung tajam yang akan menjerat targetnya. Kini suara derak kayu hancur digantikan dengan dentingan dan gemerincing besi tajam akibat bersinggungan dengan pedang Aeternitas yang tak sedikit pun terkikis dan berhasil menghancurkan rantai-rantai besi tersebut. Lalu ketika diayunkan searah jam dua belas, maka puluhan wooden dummy terbelah secara horizontal kemudian berjatuhan bersama senjata mereka. Ketika sang pemilik sepatu hitam melangkah melewati lautan wooden dummy yang hancur, para boneka kayu lenyap, tetapi perlahan digantikan dengan yang baru.

Sang pemilik pedang Aeternitas yang sudah tidak diherankan lagi pemiliknya yakni Tuan Putri dari De Lune terlihat tak ada rasa lelah terukir di wajahnya bahkan setitik keringat pun tidak terlintas padahal ia sudah berlatih sejak pukul tiga pagi, barangkali karena cuacanya dingin. Kini ia diam sejenak menunggu semua wooden dummy-nya muncul sepenuhnya dan mereka menyerang lebih dulu. "Sial." Ia berdecak sebal. "Tingkat latihan di sini tidak sesulit di kediaman De Lune."

Book II: The Arcanum of AalishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang