Hampir gila

66 33 4
                                    

Bismillah.

Tandai typo ya.

Happy reading!

***

Senin paginya, aku datang sangat pagi ke sekolah. Ya, hari yang begitu menyebalkan, dan membosankan. Mata pelajaranku hari ini ada bahasa sunda, dan aku sangat--huh, kalian harus tahu kalau aku tidak menyukai bahasa sunda. Tapi, tapi, kak Raidhan orang sunda. Ekhem. Balik ke cerita.

Aku berjalan menyusuri koridor yang masih sepi itu. Menghela nafas kasar, aku berkata. "Ya Allah, ini gak ada niatan ngasih penyemangat di pagi hari gitu?" ujarku.

Entah kebetulan atau keberuntungan. Pria yang aku kagumi satu bulan terakhir ini, berada tak jauh dari tempatku berdiri. Ya, dia berada tepat di depan kelasnya. Hanya sebentar, namun efeknya luar biasa.

Aku melompat girang. "Ya Allah, makasi. Beneran ada tuh penyemangat paginya. Tuh liat," monologku sendiri. Tak lama, pria itu menyugar rambutnya, lalu masuk ke dalam kelas.

"HOAA!! DAEBAK! Dia nyugar rambut, coy! Ganteng banget," pekikku tertahan.

Sebuah deheman terdengar dari arah belakangku. Karena deheman itu, aku berhenti berjingkrak-jingkrak tidak jelas. "Ini sekolah bukan punya nenek moyang kamu. Jangan ngalangin jalan, minggir sana," ujar seseorang. Kalian tahu? Itu--suara perempuan.

Sialnya, aku merinding. Hawa disekeliling menjadi sangat mencekam. Dengan berani aku berkata, "Ck. Sabar dong, pagi-pagi udah ngomel aja. Situ manusia apa setan?"

Tunggu, aku merasa ganjal dengan perkataanku. Setan? Hal itu, mengingatkanku para pembicaraanku dengan kak Ruby beberapa waktu lalu. Tentang hantu perempuan di sekolah kami yang konon katanya sering mengganggu para murid. Tapi, hantu itu hanya ada di lantai tiga sekolah, bukan di koridor bawah. Lalu--siapa sosok dibelakangku?

"Astaghfirullah. Ya Allah, sumpah ini mah beneran takut banget. Kabur aja kali, ya? HUWAAA!!! ABIII!!" aku berlari menaiki anak tangga dengan teriakan yang tertahan. "ABI ADA SETAN!"

Aku sampai di kelasku dengan nafas yang tersengal. Lantai empat. Kalian bayangkan, betapa kerja kerasnya aku untuk sekolah. Huh.

Tak berselang lama Caca datang dan duduk di sebelahku. "Ca, kamu tau gak? Tadi di lantai satu, aku ketemu malaikat, Ca. Bikin semangat deh. Cuma, pas tuh orang masuk ke kelasnya, aku digangguin setan, Ca! Serem banget. Mana suaranya--hih! Serem deh pokoknya," cerocosku panjang lebar.

Caca menoyor kepalaku cukup kencang. "Mata mu setan! Itu aku, Hilwa!"

Aku yang hendak berkomentar lagi, langsung mengatupkan mulutku. Ah, rupanya itu si bodoh Caca. Buat takut saja. "Kamu bikin aku lari kebirit-birit tau gak sih, Hil! Abis kamu ngomong ada setan, aku jadi merinding. Makanya aku ikut lari," ujar Caca.

"Ya maaf, Ca. Aku kan gak tau kalo itu kamu. Makanya, pagi-pagi tuh jangan ngomel mulu. Sapa pake selamat pagi kek gitu," kesalku.

"Kasian. Gak pernah diucapin ya, say?" ujar Caca. "Eiya, nanti pas istirahat, aku mau curhat tentang cowok aku, ya?"

"Sialan, si kambing!" kesalku menatap Caca yang sedang tersenyum aneh itu.

***

"Aku berantem," ujar Caca saat kami berdua sedang berjala menuju kantin yang berada di lantai satu sekolah. Perjuangan bukan? Tentu, iya.

Aku merogoh saku seragamku mencari lembaran uang. "Sama siapa?" tanyaku.

Caca mendengus sebal, "Menurut kamu aja, Hil."

Hilwasya RaidhanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang