Alergi dingin

42 21 6
                                    

Bismillah.

Happy reading!

***

Jum'at, 15 april 2022.

Saat ini, aku sedang duduk di teras rumahku bersama kak Ruby. Ya, kak Ruby tidak masuk sekolah hari ini, dan aku sudah pulang dengan ojek online. Soal ojol, kalian lasti berpikir aku hanya menjadikan kata 'umma jemput jam sebelas siang' sebagai alasan agar aku bisa bertemu Raidhan kan? Padahal aku bisa memesan ojol untuk pulang. Jawabannya, itu salah besar.

Aku terpaksa, karena ini hari jum'at. Jam sebelas pasti laki-laki yang beragama islam akan melaksanakan shalat jum'at, jadi aku betuk-betul terpaksa. Daripada naik ojol, lebih baik menunggu umma. Aku tidak mau menghamburkan uang, lagi juga harga ongkosnya mahal. Lebih baik boros waktu saat itu, lagi juga aku tidak memiliki kegiatan lain.

"Raidhan gak masuk lagi," ujar kak Ruby dengan tiba-tiba.

Aku menghela nafas kasar. "Tuh kan. Pasti dia males liat muka aku," ujarku putus asa.

Kak Ruby memukul bahuku pelan. "Apa sih? Dia lagi sakit," ujarnya membuat aku menoleh cepat.

"Sakit apa?"

"Alergi dingin."

Jawaban itu ... Aku ... Kenapa penyakit itu begitu menggemaskan di mataku? Ah, bukan! Maksudnya, kenapa ketika penyakit itu sangat menggemaskan ketika kak Raidhan yang mengelaminya? Aku tidak tertawa diatas penderitaan orang lain. Hanya saja ... Sudahlah! Aku yakin, saat ini tubuhnya tengah dipenuhi bercak merah dan gatal. Kasihan. Tapi, lucu.

Aku terkekeh. "Lucu, ya? Orang dingin, suka dingin, punya alergi dingin. Apa dia gak mau cosplay jadi pororo aja?" ujarku.

"Jahat banget kamu. Orang lagi sakit harusnya didoain, ini malah dibilang lucu," ujar kak Ruby.

"Lah, kalo kenyataannya emang lucu gimana? Abis gemoy aja gitu," ujarku lagi. Membayangkan wajah Raidhan yang memerah, pasti sangat menggemaskan. Pria itu pasti seperti bayi yang baru saja lahir. Aaarrgghhh, aku membayangkan betapa lucunya pria itu!!

Ah iya, saat ini memang sedang sering hujan. Aku jadi berpikir, bagaimana kondisi pria itu? Cuacanya sangat tidak baik untuk kak Raidhan saat ini. Kasihan, pria itu butuh kehangatan.

"Emang dia kenapa? Kok bisa kumat alergi dinginnya? Abis main ujanan atau gimana?" tanyaku beruntun.

Kak Ruby menggeleng. "Tadi kata Rama, AC di kelas aku lagi dingin banget, mungkin juga karena lagi sering hujan. Makanya pas di tengah pelajaran, Raidhan izin pulang," papar kak Ruby. Aku mengangguk paham. "Kamu tau gak, Hil? Kata Rama, mukanya sampe pada bengkak," sambung kak Ruby lagi.

"Kasian," lirihku.

Kak Ruby terkekeh geli. "Cuma lucu aja gitu, Hil, beneran kayak anak kecil."

Kami pun tertawa setelahnya. Hanya sesaat. Setelah itu, kami memutuskan untuk berbincang hal lain, selain kak Raidhan.

***

18 April 2022

Esok paginya. Aku mendapat pesan dari kak Ruby. Gadis itu bilang, bahwa ia akan menghadiri buka bersama, dan, ya... Ada dua guru, dua alumni, kak Ruby dan kak Aini, juga--kak Rama dan kak Raidhan.

Aku menghela nafas. "Gak apa-apa," monologku. Aku beranjak menaiki anak tangga.

Baru saja membuka pintu kelas. Zaki sudah lebih dulu menyapaku dengan sapaan khasnya. "Selamat pagi, anaknya abi Abdul!"

Aku menginjak kencang kaki pria kurang ajar itu. "Masih pagi, gak usah cari ribut sama aku, Mamat!" ujarku kesal. Aku meninggalkan Zaki yang tengah meringis kesakitan.

Hilwasya RaidhanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang