Hari Valentine

83 55 5
                                    

Bismillah.

Happy reading!

***

Hari ini adalah hari senin. Hari yang paling dikutuk oleh semua umat manusia, terutama para pelajar sepertiku. Bukan hanya karna hari ini hari senin, ini semua juga karna hari ini adalah hari Valentine. Hari peringatan kasih sayang? Huh, menyebalkan. Dan siapa yang boleh memperingati juga merayakan hari ini? Hanya orang-orang yang memiliki kekasih. Sedangkan aku? Sudahlah, tidak usah kalian menertawakanku. Aku tau aku jomblo, tapi bukan berarti aku tidak laku. Bisa saja kan? Takdir menyatukanku dengan--cukup Hilwa! Sungguh, halusinasi ku ini sudah diluar batas wajar.

Aku berdecak sebal menatap layar ponselku. "Ini kenapa status whatsappnya kayak gini semua sih isinya?! Mana emotnya pake lope-lope begini. Jijik banget," ujar ku kesal. Bohong, aku berkata demikian karena aku ingin.

Caca yang berada disamping ku terkekeh pelan. "Makanya cari pacar, Hil."

Mendengar itu, aku menghela nafas kasar. "Kamu pikir, nemu pacar segampang nemu tukang jajan? Tukang jajan aja kadang kalo dicariin malah ngilang, apalagi pacar?" ujar ku lagi.

Caca menggelengkan kepalanya. "Terus, itu yang di belakang gak kamu anggap, Hil?" tanya Caca dengan kepala yang berputar.

Aku mengikuti arah pandang Caca. Dan, ya ... Aku tahu isi pikiran gadis bodoh disampingku ini. "Apa sih? Aku kan sama Gama cuma temen, Ca," ujarku.

"Yakin temen? Kok dia mau, ya, anterin kamu pulang. Padahal kan, rumah kalian gak searah. Terus juga, rumah dia itu lumayan jauh jaraknya sama rumah kamu, Hil," ujar Caca.

Aku mengendik. "Dia sekalian main sama temennya, mungkin."

"Yakin nih? Tapi kayaknya, ada maksud lain deh dia, Hil. Gak mau coba aja?" tanya Caca.

"Ini kertas aku sumpel ke mulut kamu, ya, Ca? Cantik-cantik kok demen godain orang."

"Yaiyalah, emang ada biduan gak cantik?" ujar Caca membuat aku kesal setengah mati.

Aku mendorong bahu Caca. "Konsepnya gak gitu Marpu'ah!"

Caca terkekeh. "Kalo udah jadian, kabarin aku, ya, Hil."

"Mata mu jadian! Udah, diem, kerjain!" kesal ku sembari menaruh buku Sejarah Indonesia milikku.

Caca hanya bisa menyengir lebar.

***

Sebuah pesan masuk ke dalam ponselku hingga bergetar. Saat aku melihatnya, ternyata itu kak Ruby. Aku memencet tombol notifikasi pesan kak Ruby.

Hil, sini deh ke rumah aku.
Cepet.

Itu adalah isi pesan kak Ruby. Aku pun mulai mengirim jawaban yang sudah ku ketik.

Otw.

Aku berjalan menuju rumah kak Ruby setelah melapisi daster kebanggaanku dengan cardigan berwarna ungu.

"Assalamualaikum, cantikk!!!!!" pekik ku di depan gerbang.

Kak Ruby menyembulkan kepalanya dari pintu rumahnya. "Masuk, mba!" sahutnya memekik.

Aku memasuki rumah kak Ruby. Belum sempat mendudukkan bokongku, kak Ruby sudah lebih dulu menyodorkan ponselnya.

Sebuah gambar terpancar dari layar ponsel gadis berdarah sumatra barat itu. "Ih lucu. Punya kamu, ya? Dari siapa?" tanya ku.

Kak Ruby menggeleng cepat. "Punya Raidhan, dari fansnya." ujar kak Ruby.

Kedua mataku membola sempurna. Aku sangat terkejut. "Kamu serius?"

Hilwasya RaidhanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang