Bismillah.
Happy reading!
***
"Hilwa, ayo istirahat. Lelah kan? Sudah cukup berlarinya, oke? Kamu boleh lari lagi kalau ada kesempatan."
-Hillwazzura.-
Bosan. Itu adalah kata yang bisa aku
ucapkan saat ini. Bagaimana tidak? Saat ini mata pelajaran Sejarah Indonesia, dan Caca juga tidak masuk sekolah. Rasanya aku ingin pulang, dan tidur sepanjang hari. Kalau bukan karna takut ketinggalan pelajaran, aku tak akan sekolah.Aku berdecak. "Gabut bener," monologku. Ponselku tidak ada kuota, dan ya, biasanya aku hotspot dengan Caca. Tapi sekarang? Bayangkan saja segila apa aku saat ini.
Kursi kosong milik Caca bergeser. Ternyata, Zaki yang duduk di sampingku. Aku mendelik tajam. "Ngapain kamu disini?" tanyaku kesal.
Zaki mengendik. "Kasian, kamu sendirian, jadi aku temenin."
Aku mengernyit. "Orang gila! Eh, aku bukan anak kecil yang harus ditemenin, ya!"
"Dih? Ya, aku kasian aja. Daritadi kamu ngomel-ngomel sendiri terus, Hil. Aku takutnya kamu gila," ujar Zaki dengan santai.
Aku berdecak sebal. "Gak tau lah! Kamu nyebelin banget," dumalku. Ah sial sekali, setelah moodku hancur, sekarang aku merasa kelaparan. "aku laper deh, Ki."
"Terus?" ujar Zaki santai.
Aku berdecak. "Cuma ngomong," gumamku membuat Zaki terkekeh.
"Liat nih," ujarnya membuat aku menoleh kearahnya. "tadaa!" ujar Zaki menunjukkan satu bungkus makanan ringan.
Aku membekap mulutku, kaget. "Gila kamu, ya?" ujarku membuat Zaki terkekeh.
Pria itu membuka bungkus dari snack tersebut, dan menaruhnya tepat diatas meja. "Makan," ujarnya.
Aku menatapnya dengan heran. "Buat aku?" tanyaku dijawab anggukan kecil oleh Zaki. "Kamu lagi kenapa hari ini?"
Zaki membelalak kaget, lalu mengelus dadanya sabar. "Ya Allah, Hil. Aku gini salah, gitu salah. Aku salah mulu deh dimata kamu."
Aku memasang wajah seakan ingin muntah. Perkataan Zaki sangat menjijikan. "Inget, ya, Zaki! Kamu itu enggak pernah bener di mata aku," ujarku. Netraku menatap sekitar. Ah, sepertinya aku melakukan kesalahan. "Zaki! Kamu balik aja sana ke tempat kamu!"
"Kamu ngusir aku?"
Aku mengangguk. "Hish! Aku gak enak sama cewek kamu. Dia liatin kitanya serem banget, Ki! Udah sana,"
"Santai aja, Hilwa. Mukanya emang gitu dia," ujarnya. "lagian, cewek aku bukan makanan, makanya gak enak."
"Gak gitu konsepnya, Malih! Udah sana, Zaki. Aku gak mau, ya, difitnah jadi pelakor. Zaki ih!" kesalku, karna Zaki enggan bergeser dari tempatnya saat ini.
"Udah sih, kamu makan aja ini. Kita kan cuma temen, Hilwa," ujar Zaki.
Aku berdecak. "Iya tau, cuma temen. Cuma, ya, kamu liat aja itu cewek kamu natapnya udah kayak mau gorok aku, tau gak?! Sana Zaki!"
"Diem, Hilwa. Udah makan aja, santai aja sih, gurunya juga asik."
Aku menghela nafas kasar. "Bukan masalah gurunya, Ki. Masalahnya, aku gak mau jadi bahan gosip temen-temennya cewek kamu," gumamku yang masih terdengar jelas.
"Santai elah, cewek aku doang. Gak usah takut. Ada aku kok," ujarnya mengedipkan sebelah matanya.
Detik selanjutnya, buku paket Penjaskes yang masih berada di meja, melayang tepat diwajah Zaki. "Aligator!" cibirku dan Zaki terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilwasya Raidhanaya
Teen Fiction[Diikutsertakan dalam lomba PENSI VOL-9] DILARANG MEMPLAGIAT CERITA INI DI PLATFORM MANAPUN DAN DALAM BENTUK APAPUN! yang plagiat, ku doakan jari kamu disentil malaikat. *** Januari 2021. "Aku janji, aku bakal buat kak Raidhan abadi di karya-karya k...