Bismillah.
Happy reading!
***
Pusing. Itu adalah kata yang sangat amat pantas untuk aku ucapkan. Bagaimana tidak? Ulangan hari ini adalah Matematika Wajib, dan Sosiologi. Semalam aku harus mempelajari rumus Matematika, dan juga menghapalkan ilmu Sosiologi sekaligus dalam satu waktu. Oh ayolah, aku bukan Maudy Ayunda! Aku tidak mungkin bisa mengerjakan dua mata pelajaran yang sangat-- intinya, aku pasti remedial. Aku jujur! Apalagi mata pelajaran Matematika. Jangan diragukan lagi. Aku benci rumus, dan menghitung. Itu sebabnya, aku tidak mau menghitung rasa suka ku terhadap kak Raidhan. Aku bercanda, haha.
"Mumet aku, Ca," ujarku pada Caca. Kami sedang menuruni anak tangga untuk menuju ke lorong sekolah, lorong itu tempat aku menunggu jemputan, ada beberapa kursi untuk duduk, jadi aku bisa menunggu umma.
"Sama, Hil. Mana Matwa usah banget soalnya," ujar Caca yang juga ikut kesal.
"Kamu mau temenin aku nunggu lorong, atau langsung pulang?" tanyaku pada Caca.
Caca menggeleng pelan. "Aku langsung pulang aja deh, Hil, udah dijemput Ajus soalnya." ujar Caca.
Aku memutar bola mataku malas, lalu mendorong pelan bahu Caca. "Hish! Sana deh." ujarku kesal, dan Caca terkekeh pelan.
Sepeninggalan Caca, aku membuka ponselku mencari kontak kak Ruby. Ya, seperti hari sebelumnya, aku dijemput pukul sebelas. Jadi, aku memutuskan untuk menunggu kak Ruby.
Ya, aku berdebat kecil dengan gadis itu melalui ponsel. Kak Ruby akan datang dalam beberapa menit lagi, mungkin. Dan, ya, gadis itu menyuruhku untuk ke kelasnya bersama kak Nadin. Kalian tau? Aku salah orang. Aku mengira itu kak Nadin, ternyata bukan. Sungguh, memalukan. Parahnya lagi, aku memekik memanggil nama kak Nadin.
"Hil," panggil kak Nadin membuat aku menoleh. "ayo ke kelas."
Aku mengangguk, dan berjalan mengikuti kak Nadin. Saat sampai di depan kelas, aku langsung duduk di samping kelas kak Nadin, bukan di dalam kelas. Kalian tahu kenapa? Ya karna, tatapan orang-orang di salam sangat--menyeramkan. Mereka seakan ingin menerkamku saat itu juga. Hih! Betul-betul menyeramkan.
Sampai saat kak Ruby datang, dan kami berkumpul. Sudah banyak teman kak Ruby yang ikut duduk bersamaku dan kak Nadin. Ada kak Alma, dan kak Dherin. Ditambah lagi kak Ruby sekarang. "Pacar aku ganteng banget," ujarnya.
Ya, sekitar satu bulan lebih putus dengan Galen, Ruby sudah memiliki kekasih baru. Tampan, dan baik, itu kata Ruby. Menurutku, yang tampan hanyalah, Raidhan. Hehe.
"Yang lagi bucin mah emang beda," ujar kak Dherin.
Aku terkekeh. "Ih, bukannya kak Dherin juga lagi bucin, ya?" ujarku pada kak Dherin membuat gadis itu mengernyit heran. "Sama kak Rama bucin banget, bukan?" sambungku membuat gadis yang lebih tua dua tahun dariku itu tersenyum malu. Ah, indahnya saling mencintai tanpa adanya sebuah hubungan yang mengikat. Bahasa kasarnya, HTS. Maaf ya, kak Dherin.
"Eh iya, jadi gimana? Kamu udah izin abi kamu, Hil?" tanya kak Alma.
Aku tersenyum, lalu mengangguk. "Ini ajaib banget," ujarku membuat ketiganya mengernyit heran. "abi aku bolehin aku pergi masa. Padahal, biasanya susah banget buat izin."
Ketiganya sontak terkekeh. "Lagi bulan ramadhan, Hil, setannya pada dikunci. Makanya dibolehin," ujar kak Dherin.
"Oh iya, Ramadhan, ya ..." goda ku menekankan nama kak Rama. Sebetulnya, aku kasihan melihat kak Dherin salting seperti itu, tapi seru. Jadi aku harus bagaimana? Entahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilwasya Raidhanaya
Teen Fiction[Diikutsertakan dalam lomba PENSI VOL-9] DILARANG MEMPLAGIAT CERITA INI DI PLATFORM MANAPUN DAN DALAM BENTUK APAPUN! yang plagiat, ku doakan jari kamu disentil malaikat. *** Januari 2021. "Aku janji, aku bakal buat kak Raidhan abadi di karya-karya k...