Gak sengaja ngakak

55 27 12
                                    

Bismillah.

Happy reading!

***

Bulan April.

Ya, waktu bergulir sangat cepat. Bulan ini, adalah bulan yang... Sangat berat sekali. Kenapa? Karna dalam beberapa bulan ke depan, kak Raidhan akan lulus dari sekolah. Dan aku? Aku tidak bisa melihat pria itu lagi.

Saat ini, sekolahku sedang persiapan ulangan tengah semester. Dan, ya, itu artinya... Aku juga harus mempersiapkan diri untuk mengerjakan soal ulangan itu. Tidak, bukan itu! Yang benar adalah aku harus mempersiapkan diri untuk mengucapkan selamat tinggal pada Raidhan. Ya... Hanya dalam hitungan bulan, masih ada waktu, tapi untuk apa? Sudahlah, memikirkannya hanya membuat kepalaku pusing.

Zaki menghampiri ku. "Hil, maafan dulu. Kan mau ulangan," ujarnya.

Aku menaikkan satu alisku. "Dih? Mau mati kamu, segala maaf-maafan!" kesalku.

Zaki mengusap dadanya. "Astaghfirullah, tuh mulut."

Aku merotasi bola mataku malas. "Sana!" usirku.

Bukannya pergi, pria bernama Zaki itu duduk dihadapanku dengan menopang dagu. "Katanya bestie, kok ngusir?" tanya pria itu sembari menaik turunkan alisnya.

Aku menghela nafas. "Haduh... Ki, denger, ya! Aku lagi males bercanda," ujarku menatap Zaki jengah.

"Tumben," ujarnya dengan satu alis yang terangkat.

Lagi, aku kembali menghela nafas. "Banyak tugas yang belum selesai, Ki, jangan ganggu dulu. Please," ujarku memohon.

"Ya dikerjain lah," ujar Zaki membuat aku berdecak.

"Sana Zaki! Pergi!" usirku lagi.

Dengan jahil Zaki menaik turunkan alisnya. "Nanti kangen," ujarnya.

Buku paket Bahasa Indonesia itu melayang tepat di wajah Zaki. "Pergi atau aku jambak rambut kamu sampe botak?!" ujarku kesal.

Zaki meringis. "Yaudah sih, kamu kerjain aja, aku mau liat!"

Aku bersyukur karna Caca datang dan menengahi perdebatan kami. Ya, satu hari tanpa berdebat dengan Zaki, mungkin adalah hal yang sangat mustahil.

Caca menaruh buku latihannya di atas meja. "Aku udah selesai beberapa doang sih, tapi liat aja," ujar Caca.

Aku tersenyum lebar. "Makasih banyak, Syakira yang cantik jelita! Gini kek jadi temen, kalo temen susah tuh ya dibantu, bukan malah gangguin!" sindirku pada Zaki.

Zaki mengusap dadanya. "Aku lagi aja yang kena sama kamu, Hil."

Aku mengendikkan bahuku, terlalu malas meladeni pria menyebalkan ini. Sungguh, aku harap, kelas sebelas nanti aku tidak sekelas dengan Zaki.

***

Senin. Tepatnya, tanggal 13 april 2022. Saat ini sekolahku tengah mengadakan ulangan tengah semester genap. Dan, ya, dikarenakan kelas dua belas masuk siang, jadi kelasku turun ke lantai dua.

Aku mencari ruangan yang tertulis dikartu. "Mana sih?!" kesalku.

"HIL!" pekik Caca.

Aku tersenyum, lalu melangkah menuju Caca. "Ayo, masuk!" ajak Caca. Kami pun memasuki kelas, dan duduk dibangku masing-masing.

Sembari menunggu bel, aku duduk ditempat Caca. Menelungkupkan wajahku didalam lipatan tangan dengan helaan nafas berat yang terus keluar.

"Kamu kenapa?" tanya Caca.

Hilwasya RaidhanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang