Kisah yang selesai

29 18 1
                                    

Bismillah.

Happy reading!

***

Satu tahun berlalu...

Tahun baru. Lembaran baru. Kehidupan baru. Kisah yang baru. Aku harap seperti itu, tapi sayangnya, tidak. Aku masih mengagumi orang yang aku temui di tahun 2022. Sulit rasanya untuk melupakan kak Raidhan, pria yang secara tidak langsung mengajarkan aku tentang apa itu mengagumi tanpa adanya balasan.

Aku sudah menutup buku yang telah aku tulis. Buku yang sudah usang, dan juga basah. Buku itu siap untuk aku ganti dengan buku yang lebih baru, dan bagus. Aku pun sudah siap untuk membuka lembaran dan menulis kisah yang baru.

Hari itu, hari Kamis. Tepat tanggal 12 Januari 2023. Bertepatan juga dengan tanggal datangnya tamu bulanan ku. Aku merintih kesakitan, perut ku seakan ditusuk ribuan jarum, sakit sekali. "Takut bocor," ujarku pada Nia, teman yang sebangku dengan ku.

Nia menoleh. "Coba cek sana. Makanya kamu jangan banyak gerak dulu, Hil," ujarnya menasehati.

Memang dasarnya aku keras kepala, jadi tidak terlalu mendengarkan Nia. Aku sering kali menggeser tempat duduk ku, mencari posisi ternyaman untuk tidur.

Ting!

Kak Nadin.
Aku di sekolahan.

Mata ku membelalak melihat pesan kak Nadin. Memang, kak Nadin sudah pernah bilang pada ku soal ia yang akan mengerjakan tugas di sekolah. Tapi aku pikir, ia hanya bergurau.

Kak Nadin.
Sini deh. Ke kelas sebelas IPS satu.

Me.
Ih, aku ada guru, kak
Lagian kenapa gak ke kelas aku aja coba?

Kak Nadin.
Kelas kamu gak bisa dibobol jadi satu sama kelas yang lainnya.

Aku menghela nafas pelan, lalu menelungkupkan wajahku di dalam lipatan tangan. Satu nama terlintas dipikiran ku. Kak Raidhan. Bagaimana keadaan pria itu? Bagaimana kabarnya? Sudah lama sekali aku tidak melihat wajahnya. Lalu, apa yang akan aku lakukan jika melihat kak Raidhan? Itu semua muncul di kepala ku begitu saja.

Teeettt!!

Bel istirahat kedua menggema di seluruh penjuru sekolah. Aku bergegas untuk turun ke lantai satu, untuk menuju kantin. Ah, iya, kelas ku sudah bukan di lantai empat, melainkan di lantai tiga. Ya... Aku sih gak masalah, masih untung naik kelas.

Aku, Izzi, Nia, dan Zeya melangkahkan kaki menuju kantin. Nia berada di belakang ku dengan Zeya, sedangkan aku dan Izzi ada di depan. Ya, aku pendek, tapi lebih pendek Izzi. Hehe.

"Hil, bocor," ujar Nia berbisik.

Aku terdiam menoleh cepat. "Jangan boong," ujarku panik.

Nia mengangguk, ia mengeluarkan ponselnya. "Balik badan, aku foto," ujarnya. Aku mengikuti arahan dari Nia. Setelah difoto, Nia memberikan ponselnya kepada ku. Yang dikatakan Nia benar, dan bocornya tidak sedikit.

Aku meringis pelan. "Padahal, aku pake double," ujarku. Aku berdecak sebal, "Begini deh kalo maksain berangkat sekolah pas hari pertama dateng bulan."

Izzi menatapku. "Lagi kok kamu tumben banget, Hil. Biasanya juga kalau hari pertama kamu gak masuk. Hari ini pulang sore loh," ujarnya.

Kani berempat menepi sebentar. "Aku juga gak tau, Zi, hari ini semangat banget sekolah. Padahal gak ada yang special hari ini," ujarku.

"Gara-gara hari ini mapel Bahasa Indonesia?" tanya Izzi.

Aku mengendik. "Gak tau. Udahlah, aku mau beli roti jepang di kantin," ujarku.

Aku bersyukur, kantin masih sangat sepi. Setelah selesai membeli roti jepang, aku menghampiri teman-temanku. "Aku ganti abis dzikir aja, kalo sekarang toiletnya pasti rame," ujarku.

Hilwasya RaidhanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang