Tanpa Harus Menghakimi

26 7 2
                                    

Hanya ada dirinya dan Irgi terduduk di hadapan meja Jepang yang dipenuhi berbagai macam makanan berat dan ringan, juga air putih hingga minuman bersoda. Ahsan menggeleng pelan, ini sudah kelewat batas.

“Lu mau bikin gue gendut atau gimana?”

Irgi tersenyum sambil mengunyah kentang goreng.

“Lu yakin ini enggak bakalan mubazir?”

“Enggaklah… temen-temen gue pada doyan makan, termasuk elu.”

Kening Ahsan mengerut samar. Teman-teman?

“Lu undang banyak orang?”

“Cuma teman-teman SMA. Bentar lagi juga mereka datang.”

“Teman-temen SMA?” guman Ahsan dalam hati.

Tak kurang dari sepuluh menit, begitu Irgi membuka pintu utama rumah, menyambut teman-teman lain, hawa dingin ketegangan menjalar keseluruh tubuhnya. Ahsan duduk tak keruan.

Sepanjang usianya, sudah banyak acara makan malam yang ia hadiri, namun malam ini menjadi acara paling menegangkan. Delapan tahun berlalu dan selama itu pula dia tidak pernah berjumpa lagi dengan teman-teman SMA. Kepalanya hanya memikirkan apa yang harus dia lakukan di hadapan teman-temannya nanti dengan kondisi lupa ingatan? Dia yakin tatapan aneh dari mata mereka akan menimbulkan kecanggungan.

Terdengar sahabatnya itu bercakap-cakap sambil berjalan ke ruang televisi tempatnya berada. Tubuhnya tegang di lantai. Ahsan menahan napas ketika suara mereka terdengar semakin dekat. Akan tetapi dalam kesusah payahannya, sayup-sayup dia mendengar suara tak asing bertimpang tindih dengan suara Irgi.

Keke?

Ahsan refleks menoleh ketika tiga manusia itu sampai di ruangan yang sama. Sepontan Ahsan membuang napas sekaligus kala menemukan dua wajah tak asing berada di sisi kanan dan kiri Irgi.

“San, lu datang juga?” kata Keke.

Ahsan mengangguk dan melambaikan sebelah tangannya. Selain segelas air putih, kedatangan Keke dan Muti tak lagi menarik. Ahsan meneguknya hingga habis.

“Temen lu kenapa sih?” tanya Keke keheranan.

Irgi mengedikan bahu. “Lur, lu kebelet boker atau gimana? Muka lu tegang banget,”

“Kaget gue.” Ahsan meneguk air putihnya sekali lagi. “Gue pikir lu bawa macan beneran,”

Muti tersenyum, lebih tepatnya menahan ledakan tawa. Sementara Irgi menoleh, memperhatikan Keke yang mengenakan jaket bermotif macan tutul. Dia sudah cemberut,  candaan Ahsan berhasil merusak sedikit suasana hatinya.

Irgi tertawa ringan. “Welcome to my party,”  ucapnya seraya bersusah payah membawa Keke ke meja Jepang dengan merangkulnya.

Biasanya, Ahsan selalu melontarkan kata basa-basi kepada siapa saja yang beremu dengannya. Namun malam ini, isi kepalanya tidak berkehendak demikian. Ahsan tetap bertahan dalam diam memperhatikan Keke yang duduk tepat di hadapannya, hingga perempuan itu sadar sedang di perhatikan.

“Apa?!” ucap Keke ketus.

“Lu teman SMA Irgi?”

Keke mengangguk.

“Itu artinya lu udah kenal lama sama gue?”

“Sori, gue lupa lu siapa,” Keke memegang keningnya.

Ahsan terdiam. Kepalanya menaut pada momen pertama kali dia membawa Tasya ke Naice Cream. Perkenalan mereka masih jelas dalam ingatannya.

“Keke!” tegur Muti pelan.

After 1.800 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang