Tak Seharusnya Kehilangan

28 2 0
                                    

“Ah?” alis Tasya naik. Melihat Ahsan menggandeng seorang anak kecil adalah pemandangan baru baginya.

“Rey, salim dulu sama tante Tasya.” Katanya.

Anak itu menurut. Rerey memperkanalkan diri dan menemelkan punggung tangan Tasya ke keningnya.

“Hai, Rey. Senang bisa bertemu.” Tasya membungkukan badan. “Kamu lucu banget siih…” ucap Tasya sambil mencubit gemas pipi cabi anak itu.

Rerey menyeringai, hingga terlihat gigi putihnya. “Makasih Tante.”

Ahsan ikut tersenyum dan mengacak rambut anaknya. “Ya, sudah Rerey tunggu di ruangan, gih,”

Mata Tasya tidak lepas mengikuti gerak anak laki-laki dalam balutan seragam sekolahnya.

“Dia anakku.”

Pandangan Tasya patah oleh suara yang keluar tiba-tiba. Dia menoleh. Alisnya kembali naik.

Ahsan mengangguk-angguk pelan. “Dia anakku dengan Muti.”

“O-oh…” Tasya menghela napas pelan. Kenyataan yang tak pernah ingin dia lihat dan tak mau ia bahas kini tampak di depan mata. Anak menggemaskan itu, adalah bukti jika cinta laki-laki yang kini berdiri di sampingnya itu pernah berlabuh dalam sebuah ikatan pernikahan.

“Jadi benar, kamu memang pernah menikah?”

Ahsan mengangguk. “Mm.” Kedua mata Ahsan tak lepas menatap anaknya di ruang kaca.

“Dia bukti, kalau aku sudah mencintai seorang wanita.”

Tasya menghela napas. Kalimat Ahsan bagai sirine pemberi tanda baginya, seberapa dalam rasa cinta yang dia miliki, apa daya, tak akan pernah dia kembali memiliki laki-laki ini.

“Baguslah.”

Ahsan menoleh, menatap raut wajah tenang perempuan di sisinya.

Tasya menoleh. Mata mereka bertemu. Dan anehnya, tatapan itu tak lagi terasa sama. Semua hambar bagai air yang kembali jerni. Mungkin perasaannya kepada lelaki ini sudah hilang? Atau karena sudah tergantikan?

“Untung saja aku tidak jadi menikah dengan duda anak satu.”

Ahsan tersenyum mendesah. “Ya, untung saja. Kamu memang lebih cocok dengan brondong tua seperti Agan.” Lama-lama senyumnya berubah menjadi tawa.

Agan mendelik dari balik etalase es krim.

Tasya menatap Ahsan jengkel. “Aiss!” umpatnya.

“Bercanda Mas Bro. Es krim coklat dua, ya.” Ahsan berseru seraya menghampiri anaknya, tanpa mempedulikan wajah kesal kakaknya.

***

Senyuman itu akan selalu tampak jika kedua matanya berhasil menemukan perempuan berambut panjang itu.

Dalam balutan jaket berwarna coklat Muti menghampirinya yang masih bersiaga di balik etalase es krim.

“Hai, Mut.” Agan melambaikan tangan.

“Hai, Kak. Di mana mereka?”

“Tuh,” Agan menunjuk ke satu titik.

Muti menoleh. Di balik ruang kaca itu, didapatinya Rerey tampak tertidur lelap dengan posisi sama seperti Ahsan yang juga tertidur bersandar ke badan sofa.

Segaris lengkung sabit muncul di bibirnya.

Agan menghela napas pelan. “Mereka mirip bukan?”

“Mm.” Muti mengangguk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

After 1.800 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang