Dari 60 hari ia berada di kota Kembang, siang ini menjadi hari terapes dalam hidupnya selama lima tahun terakhir.
Menerima ajakan Mami untuk ikut menemaninya arisan di salah satu rumah kerabat bukanlah keputusan bagus rupanya.
Bertemu tante-tante sosialita dengan berbagai aksesoris bermerek kelas dunia rupanya tak membuat Ahsan betah berlama-lama di sana. Ia tak merasa nyaman menjadi bahan objek yang dibangga-banggakan oleh Mami, terlebih lagi tak sedikit dari mereka yang mendekati hanya sekedar ingin menanyakan statusnya saat ini, untuk di kenalkan dengan anak perempuan mereka. Bahkan seorang dari mereka bertingkah genit bagai menunjukkan ketertarikan kepadanya secara terang-terangan.
Desas-desus tentang keluarganya pun menyelinap bagai angin yang menghembus sesaat di sisi telinganya.
Ahsan tidak habis pikir kenapa maminya bisa berteman dengan mereka yang senang tersenyum di depan lantas menggerutu di belakang?
Tak tahan, ia memutuskan keluar dari rumah tantenya itu dan pergi diam-diam meninggalkan Maminya di dalam sana.
Berjalan kaki menelusuri jalan berkilo-kilo meter bukanlah sesuatu yang menyulitkan, pemandangan kota Kembang tak akan membuat Ahsan lelah meski peluh membasahi wajahnya.
Tapi ia pun tidak berharap berakhir seperti ini. Berakhir di sebuah kubangan air berwarna coklat pekat. Andai saja dia tidak banyak berpikir ini dan itu, kakinya tak mungkin tersandung batu dan membuatnya tersungkur.
Konyol!
Basah, kotor dan bau. Begitulah penampilah terakhir Ahsan saat mendaratkan kaki di lantai Naice Cream.
Awalnya Agan dan Keke menatap keheranan, akan tetapi gelak tawa mereka tak lama pecah setelah mendengar penjelasan Ahsan.
“Sukurin, kualat lu sama nyokap!” sahut Keke di balik etalase es krim.
“Bau, lu! Mandi sana. Lu bisa pakai baju gue yang ada di loker.” Ucap Agan sambil mengibaskan tangan di depan hidung.
“Bau, bau! Nih, bau nih!!!” kata Ahsan ketus.
Ahsan memeluk kakaknya tiba-tiba, bagai seekor singa yang menerkam buruannya, sampai Agan tak bisa lepas dari pelukannya meski ia berteriak dan meronta tuk melepaskan diri.
Bukan hanya Keke yang dibuat tertawa oleh adegan konyol Kakak beradik itu, Rerey pun tak kalah tergelaknya. Hingga anak itu tak memedulikan sekap es krim coklat di atas meja.
***
Badannya sudah terbebas dari bau dan kotornya air kubangan. Kini yang terasa hanyalah udara sekitar menambah kesegaran. Ahsan duduk sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Ia harap ini adalah kejadian pertama dan terakhir kalinya.
“Om mau pakai ini?” Rerey, anak berusia lima tahun itu menawarkan sebotol minyak wangi strobery kepadanya.
“Enggak usah,”
“Biar wangi, Om,”
Ahsan menghela napas. Entah kenapa melihat binar mata bulat yang menghiasi wajah lugu Rerey, buat Ahsan sulit menolak untuk yang kedua kalinya.
“Oke sedikit saja,”
Rerey menyemprotkan ke beberapa titik tubuh Ahsan.
“Aduh!” Semprotan minyak wangi di wajah, buat Ahsan sedikit terkejut.
Rerey tertawa, bagai menertawakan tingkah jahilnya.
Ahsan tersenyum mendesah. “Kamu jahil, ya?” tanpa tunggu lama Ahsan menggelitik kedua pinggang Rerey hingga anak itu tertawa lepas.
Puas membalas kejahilan Rerey, Ahsan lanjut merapikan rambut menggunakan jel rambut yang ia dapat dari loker Agan.
Ahsan pun membiarkan Rerey mengikutinya. Mengoleskan jel rambut di atas kepala.
“Bukan begitu caranya,” Ahsan menata rambut Rerey.“Nah, kalau gini kan cakep,”
Rerey mengangguk senang oleh hasil tatanan rambut barunya. “Makasih, Om.”
“Sama-sama...” Balas Ahsan lalu memangku Rerey dan membawanya keluar ruangan.
“San, lu apain anak orang?” Keke terkejut dibuatnya.
Agan pun dibuat menggeleng pelan, menemukan Rerey dengan rambut bergaya punk. “Gue bisa di marahi nyokapnya,”
“Dia yang mau, gimana?”
“Cakep kan Om Agan?”
Agan menghela napas lantas mengacak rambutnya sendiri, bersamaan dengan gelak tawa Rerey dan Ahsan yang menertawakannya.
Ponsel Agan berdering menunjukkan sebuah panggilan masuk. Muti. Cepat-cepat dia menjawab teleponnya.
“Halo, Mut,”
“Halo, Kak. Kamu sama Rey di Naice Cream kan? Aku sudah di depan,”
Mata Agan melebar. Firasatnya buruk. Dia menatap Rerey yang masih dalam pangkuan Ahsan.
“Oh, iya. Aku sama Rey di Naice Cream, kamu mau jemput Rerey?” Agan cepat-cepat mengambil alih Rerey dari pangkuan Ahsan.
“Iya, aku mau jemput dia. Aku juga bawa oleh-oleh buat Kakak.”
“Ya, sudah masuk saja ke dalam, Rey sudah menunggumu dari tadi.”
Sambungan telepon terputus.
“San, bantuin gue bentar yuk di belakang?” ajak Keke.
“Oke,” Ahsan mengangguk. Mengikuti Keke ke dapur pembuatan es krim.
Keke memeriksa mesin pengaduk es krim yang masih berputar.
Dari wanginya Ahsan yakin, Keke sedang membuat varian rasa baru. Durian.
“Lu yakin bikin rasa durian?”
“Iya lah!”
“Kak Agan kan enggak suka durian,”
“Emang lu pikir Kak Agan yang mau beli semua es krimnya? Bukan kan? Lagi pula gue yakin kok bakalan banyak pelanggan yang minat.”
“Terserah lu deh, tapi awas aja kalau es krimnya enggak laku, gue potong gaji lu!”
“Emang lu siapa? Bosnya? Bukan kan?”
Ahsan terdiam. Dia memikirkan perkataannya barusan. Kalimat itu meluncur mulus dari mulutnya seakan ia sudah terbiasa mengucapkannya.
“Lagi pula gue udah minta izin kok sama Pak Boss, dan Kak Agan oke-oke saja.”
Bersamaan dengan itu terdengar pula sayup-sayup suara seorang wanita di luar sana. Ahsan mengintip dari celah pintu. Wanita yang sama. Namun kini dia mengenakan baju kaos lengan pendek berwarna merah muda dan celana jins biru membentuk lekuk kakinya dengan rambut yang diikat satu seperti ekor kuda. Dia lebih muda terlihat.
Lekuk sabit tipis muncul di bibirnya saat ia melihat wanita itu memangku dan mencium Rerey.Pemandangan yang indah!
“Rey udah dijemput?”
Suara Keke memecah perhatiannya. Ahsan maju dua langkah berdiri di sebelah Keke.“Mm,” Ahsan mengangguk. Keke juga mengangguk, menanggapi.
Beberapa saat Ahsan menatap Keke yang masih memperhatikan proses pengadukan es krim.
“Lu cemburu?”
“Ah?” Keke menoleh cepat. Pertanyaan itu tiba-tiba muncul dari mulut Ahsan tanpa terduga.
“Lu cemburu lihat Kak Agan sama ibunya Rerey?”
“Cemburu apaan?”
Ahsan tersenyum mendesah. “Lu pikir gue enggak pernah perhatiin tatapan lu ke dia?”
“Emang gimana tatapan gue ke dia?” Keke memberikan sekap es krim durian ke Ahsan.“Cobain,” pintanya.
Ahsan mencicipi seujung sendok teh.“Tatapan lu ke Agan itu sama kayak es krim ini. Manis!”
Keke tersenyum. “Bisa aja lu,”
“Jadi benar kan tebakan gue?”
“Salah!”
“Terus ngapain lu ngajak gue ke sini, kalau bukan cemburu? Lu enggak mau ngeliat kedekatan mereka bukan?”
Keke menghela napas. “Gue cuma pingin lu enggak ganggu mereka.”
“Bukan berarti gue jadi kambing conge di deket mereka.”
“Bukan kambing conge. Setan!”
Ahsan memutar bola mata malas. “Tahu ah, gelap!” dia melengos keluar dari dapur bersamaan dengan perginya ibu dan anak itu dari Naice Cream.
“Cantik, Kak?” Suaranya berhasil buat Agan sedikit terkejut.“Dilihatin terus,” Ahsan memandang lurus ke luar jendela kaca besar. Ibu dan anak itu naik ke dalam mobil pribadinya dan pergi.
Agan tersenyum.
“Siapa namanya?”
“Muti,”
“Mut-“ kening Ahsan mengerut samar.“Siapa-siapa?” Ahsan menoleh, Agan pun menoleh.
“Muti,”
“Muti?” ucapnya mendesah.
***Hai Temaraniaaa...
Author balik lagi,
Gimana nih, menurut kalian Muti siapa? Hyooo ada yang bisa tebak? Atau mungkin kalian penasaran? Hehehe... 🤭
Tunggu kelanjutan ceritanya ya...
Jangan lupa like dan komen, supaya Author gak ngaret up nya oke,
Love 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
After 1.800 Days
FanfictionJalan Braga. Kawasan yang tak pernah sepi dari para pejuang hidup kota Kembang. Lalu lalang kendaraan modern tak mengubah suasana klasiknya, waktu pun tak pernah pudarkan keelokan sejarah di sekitarnya. Namun berbeda bagi Ahsan, 1800 hari berhasil...