" aargghh sumpah demi apapun kata²nya dalem banget terusun dgn rapi dan menggunakan bahasa Indonesia yg baik Dan benar bhak bahkan Novel bahasanya gk seharu ini OMFG pen pingsan bacanya sumpah deh Please banget Please Next dia akhirnya cerita gk ama Niall ? terus itu Harry pergi kemana?kerumah Giselle/rumahnya sendiri? anak Giselle udh gede/gimn? cewe/cowo ? ugh terlalu banyak pertanyaan yg ada diotak aku ini daripada penasaran mending Next please yaya kaindah cantik istrinya Harry ilysm deh :v " @njhmyall
" brittany yaudah kali ya kalo sayang telfon ajak ketemuan luapin dah tu rasa rindu kalian berdua. aduh kak harrynya kasian banget:(kak aku nangis ni airnya masuk kemulut sangkin kebanyakan haha eh btw itu si harrold masi ada gk kak?semoga gak hihi " @dindaputriawan
" BAZEEENG.. GUA NANGIS GUA NANGIS.. ARRRGGGHHH!! ITU SURATNYA SEDIH AMAT SEEH TRUS KOK BRITNYA GITU MUNA AMAT :'V TAPI KLO BRIT SAMA HARRY NTAR NIALLNYA GIMANA TAULAHH AHHH GUA PUSING SERAHKAN SEMUANYA SAMA AUTHOR :'V #CapslokJebol " @chika_ananda1
Thanks guys. Ilysm :* -IM
“Tidak.”
“Ya kau menangis. Ceritakan.” Niall merengkuh tubuhku yang lemah. Aku menggelengkan kepalaku menolak tak mau bercerita apa pun pada Niall. Kau gila? Aku harus menceritakan padanya jika hatiku mulai goyah dan ingin kembali pada Harry. Niall mendesah kecewa dan bangun dari sampingku. “Makanlah. Aku sudah membuatkan sereal. Hari ini kau tidak boleh kerja.” Perintahnya membuatku langsung bangun dari rebahanku.
“Tidak bisa. Ada beberapa pegawai yang akan mendapatkan promosi hari ini.” Kataku dengan cepat. Aku tak mau meninggalkan tanggung jawabku sementara Niall dengan santainya mengoles roti dengan mentega. Aku melongo di sini menontonnya yang begitu tampan. Aku baru sadar ia sudah bersiap dengan kemeja dan dasinya yang sudah terpasang begitu sempurna di tubuhnya.
“Aku akan menanganinya kau tak usah khawatir.” Katanya inosens.
“Bagaimana bisa?” aku melangkah mendekatinya dan duduk di sebelahnya. “Aku kepala HRD dan kau seorang psikiater, perusahaan dan bidang kita berbeda.” Cerocosku meminta jawaban dari Niall. Yang diajak bicara malah terlihat begitu tenang. Aku juga terkadang merasa aneh, padahal dulu di kelas aku yang paling pintar, tapi kenapa Niall yang menjadi seorang psikiater?
“Sampai kapan kau tidak sadar jika Devan adalah temanku? Aku bisa mengatakan padanya kalau kau sakit.”
“Aku tidak sakit Niall. Kau selalu saja melebih-lebihkan.”
“Aku tak mau tahu, kau harus ada di rumah. Kemarin sudah cukup membuatku kewalahan.” Katanya dengan wajah yang muram.
“Oh, aku jadi teringat. Kenapa kau tak menjemput Alexa?” giliranku yang mengintrogasi.
“Bukankah itu tugasmu?”
“Bukan masalah tugas, Niall. Apakah kau peduli?”
“Kenapa kau berkata seperti itu seolah aku tak memedulikan Alexa?” aku memutar kedua bola mataku. Semakin dewasa Niall semakin mengesalkan.
“Kenyataannya seperti itu.” Aku menekankan kata-kataku padanya.
“Kau meninggalkan piring kotor, membuat pemanas air rusak, dan belum mencuci pakaian. Kau pikir aku bisa diam dengan semua itu? Aku tidur siang, dan bangun pukul tujuh malam tapi kalian belum sampai ke sini. Katakan padaku, kalian ke mana semalam?” mulutku menganga. Apakah dia tidak tahu jika Harry datang ke sini? Dan dia pikir Alexa tengah pergi bersamaku? Bagus, dengan itu Niall tidak akan tahu apa yang terjadi.
“Baiklah maafkan aku.” Kataku sambil mengambil sereal yang sudah Niall siapkan.
“Kau tidak menggosok gigi? Jorok sekali.” Niall menatapku dengan jijik membuatku terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
(TERBIT) Alter Ego 2
FanfictionI love you Brittany... I love you Alexa... I fucking hate you Harrold...