19. Truth (1)

9.4K 1.4K 177
                                    

"Jangan Brit, pergi!" Harrold mencegahku ketika aku dihadapkan dengan wanita yang paling kucari selama ini: Mrs. Humer.

Aku hanya menatap Harrold teraneh. Kenapa dia terlihat sangat ketakutan ketika aku berhadapan dengan Mrs. Humer? Bukankah itu pertanyaan yang sangat membingungkan?

"Kita benar-benar perlu bicara." Mrs. Humer terus mendesak pertahanan Harrold yang membentengiku dan Mrs. Humer.

"Diam. Kau tahu aku bisa melakukan apa pun." Ancam Harrold pada wanita tua ini. Di mana sopan santun si Bajingan ini?

Aku melirik mobil yang dikenakan oleh Mrs. Humer dan menghapalkan plat nomornya baik-baik.

Tanpa berbicara satu patah kata pun aku berbalik dan membuka pintu mobilku.

Harrold dan Mrs. Humer yang sedang bersikeras untuk mendekatiku akhirnya terdiam dan menontonku menyalakan mobil di hadapan mereka. Aku menyalakan klakson keras-keras untuk menyingkirkan mereka dari jalanku.

Setelah berhasil, aku melalui tubuh terpaku mereka dan menjalankan mobilku untuk keluar dari istana ini.

Perasaan skeptis berkecamuk di dalam batinku. Aku yakin ada sesuatu yang benar-benar harus Mrs. Humer sampaikan padaku.

Dulu, aku tak pernah berani menanyakan hal yang macam-macam mengenai Harry dan Harrold, karena dia dosenku. Sekarang? Boleh kan jika aku mencari tahu kebenaran yang seharusnya sudah terungkap sejak dulu? Apalagi kini Mrs. Humer yang datang langsung padaku seolah ada satu rahasia diri Harrold yang akan terbongkar sehingga menyebabkan perlawanan Harrold pada Mrs. Humer.

Apa lagi yang dilakukan Harrold? Apa lagi ulah yang disebabkan oleh Bajingan itu?

Tapi percaya atau tidak, saat Harrold mencengkram tanganku, ada sebuah desiran yang sangat kurindukan. Sentuhan itu, tatapan itu, semuanya membuatku gila.

Aku meremas-remas tanganku mencoba menghilangkan jejak sentuhan Harrold yang sialnya malah semakin ingin kurasakan.

Aku tahu ini gila.

Tapi sentuhan Harrold yang kubutuhkan. Ia memunyai sentuhan seperti Zac. Zac kakakku yang merebut keperawananku. Sentuhannya begitu membuatku mabuk kepayang dan tak bisa melupakannya. Harrold...

Aku merem mobilku setelah menemukan tempat yang cukup sepi. Menepikan mobilku dan menunggu Audi hitam lewat di sekitar sini.

Apa kau kira aku akan melewatkan kesempatan untuk berbincang denga Mrs. Humer? Tidak--itu bodoh! Aku akan menunggunya di sini dan berbincang dengannya. Ini memang rencana yang baru saja tercipta di otakku.

Sambil menunggu Audi milik Mrs. Humer, aku ingat aku pernah menyimpan sekotak rokok di sini. Niall tidak tahu tentu saja. Aku menghisap rokok hanya saat aku pusing dan tak tahu harus berbuat apa. Ini bungkus rokok pertamaku. Pertama kali aku merokok lagi setelah kenakalan saat SMA adalah saat aku begitu merindukan Harry.

Aku ingat sekali bangun malam-malam di kamarku sendirian dan tak bisa berhenti mengatakan nama Harry. Aku melangkah ke luar dan membawa mobil bersamaku.

Aku pergi ke sebuah Pub dengan berniat ingin melupakan Harry. Sumpah demi Alexa, aku tidak ingat apa pun saat itu. Aku tak ingat menjadi seorang ibu, aku tak ingat ada Niall atau apa pun. Yang aku ingat hanya Harry.

Wajahnya, matanya, hidungnya, rahangnya, lesung pipinya, rambutnya, semuanya. Dia sedang mendekapku, menciumku dalam balutan hangatnya. Mencumbuku di atas ranjang tanpa sehelai pun pakaian. Menatapku dengan penuh kasih dan cinta.

Mimpi buruk.

Itu jelas-jelas mimpi buruk.

Aku berlari ke Pub seperti orang sakau yang membutuhkan narkoba dalam skala penuh. Aku tak dapat melenyapkan Harry dari pikiranku. Hingga aku minum.

(TERBIT) Alter Ego 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang