Detik jarum jam terus bergerak tanpa henti, membuat Jake dirundung gelisah dalam kamar hotel mewah yang di pesan Jay untuk dirinya dan Sunghoon. Seperti malam - malam biasanya, jika mereka bertugas. Jay akan lebih memilih tidur sendirian dibandingkan bergabung bersama Sunghoon dan dirinya.
Wajahnya termenung depan laptop yang ia pangku, dengan posisi duduk setengah menyandar. Sesekali ia melirik ke arah jam dinding, menghitung banyaknya menit yang terlewati dengan sunyinya ruangan tersebut.
Pintu kamar hotel terbuka, menampakkan sosok lelaki yang di tunggunya sedari tadi. Wajah lelah namun datar selalu ditampilkan dalam wajah aristokrat itu, wajah yang selalu Jake idam - idamkan setiap Sunghoon lebih dulu tertidur pulas dimalam hari. Disampingnya, mendekap tubuhnya.
Namun kadang hanya ia simpan rapat, tak berani berbicara jauh sebelum raut jijik ia dapatkan dan cacian maki ia terima.
"Menyebalkan. Jalang sialan, berani - beraninya menyentuhku!"
Lagi, setelah menyelesaikan misi dan pergi ke bar. Lalu pulang dengan keadaan mengumpat, enggan di sentuh. Tetapi dengan Jake, dia selalu saja tanpa absen menyentuh sahabatnya itu.
Dipeluk, dirangkul, di kecup keningnya dengan sayang saat terluka.
Membuat Jake kacau sendirinya. Dengan afeksi lelaki yang lebih muda darinya itu.
"Lagi?"
Sunghoon mengangkat wajahnya, dengan wajah mengeryit jijik. Dia dengan santai membuka kemejanya, yang terdapat bercak darah dibalik jas yang ia pakai sebelumnya. Seharusnya dia berada VIP sekarang, namun mengingat dia bau anyir darah. Dia lebih memilih pulang ke hotel.
"Ya, begitulah."
Jawabnya datar, dengan cekatan ia membuka selueuh pakaiannya dengan Jake yang mengintip diam - diam dibalik kelopak matanya yang bergetar. Jantungnya berdegup kencang, memilih memejamkan mata. Dia dengan segera berbaring tengkurap, enggan melihat pemandangan menarik didepannya tadi.
"Kau sudah makan?"
Jake menggeleng sebagai jawaban, dia jujur. Karena hanya menunggu Sunghoon kembali ke hotel, terkadang membutuhkan waktu 1 hari terlewati. Berterimakasih pada Tuhan, karena Sunghoon benci pakaiannya terkena noda darah.
"Ck, kebiasaan."
Dengan cepat Sunghoon membuka ponselnya, memnghubungi anak buahnya membeli makanan untuk mereka. Lebih tepatnya untuk Jake karena Sunghoon sendiri mungkin akan memakan sedikit. Atau seperti biasa, ia membaca laporan kantor, dan Jake menyuapinya sembari membantunya dengan hal solusi atau semacamnya.
Bermodalkan piyama satin miliknya yang hanya celananya sebatas di atas paha dan Jake mungkin sengaja membiarkan kancing piyamanya terbuka 2 dari atas. Terkikik geli sendiri, karena begitu nakal.
Mana mau Sunghoon bergairah dengan dada rata dan juga mempunyai penis sepertinya?
Jake bodoh.
Menghela nafas kasar, Jake beranjak dari tidurnya. Membuka pintu kamar, dan melihat Yuna sendiri yang mengantar makanan.
Wanita cantik itu tercengir kecil, ia menyodorkan makanan yang dipesan oleh Sunghoon. Entah apa itu, yang jelas Jake jadi lapar sekarang.
"Tuan makanlah, jangan menunggu Tuan Sunghoon tanpa makan apapun lagi. Aku tak berani berbicara dengannya, karena aku akan menyimpan rahasia ini rapat - rapat."
Jake tersenyum kecil, ia mengelus rambut legam milik Yuna, menatap wajah adik angkatnya dengan teduh.
Semua anak buah Park bahkan tahu kedekatan mereka berdua yang bagai adik kakak tak terpisahkan, walau Yuna hanya anak buahnya yang lebih tepatnya Yuna di angkat menjadi anak buah karena ia sebatang kara hidup di jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sungjake.
Aléatoirecerita milik Sunghoon dan Jake saja. Oneshoot!twoshoot- or something like that.