Aku jatuh, sejatuh-jatuhnya.

1.4K 73 23
                                    

"Bastiaaan. I'm home~" Teriakkan itu dibalas heningnya ruangan serba putih ini. Marlo tersenyum kecil menatap tubuh putih pucat Bastian yang sedang berbaring nyenyak di atas ranjang pasien. Setelah pulang sekolah tadi Marlo bergegas langsung menuju rumah sakit, dan menemui kekasihnya.

Ia menarik kursi terdekat disana, dan duduk tepat di sisi Bastian. Kedua matanya memindai bagaimana wajah tampan milik Bastian begitu damai dengan jarum infus yang menusuk erat di lengannya dan juga punggung tangannya. Senyum tipis terbit, jemarinya terulur mengelus rambut hitam legam kekasihnya.

"Babas sayanggg. Kamu tau gak? Tadi Mahesa ngomong yang bertele-tele. Aku gak suka...." 

Helaan nafasnya terdengar berat, sesak itu kembali hadir. Menghimpit dadanya begitu telak, tidak bisa Marlo perbuat apapun lagi. Sulit menahannya, rasanya Marlo ingin ikut berbaring dan masuk ke dalam mimpi indah Bastian sehingga kekasihnya tidak sendirian dan mau bangun dari tidurnya.

"Masa pas aku post foto tangan kita yang couplean cincin dibilangnya aku udah punya pacar....." Marlo terkekeh, air matanya kembali turun untuk yang kesekian kalinya. Jemarinya menggenggam tangan Bastian yang terasa hangat. Monitor detak jantungnya normal, dan Marlo cukup bersyukur untuk hal ini.

"Tau kenapa aku gak suka? Dia bilangnya aku pacaran sama cewe mana. Padahal itu foto kita. Cukup aku sama kamu, bukan aku sama orang lain. Apa mereka gak sadar kalau aku ini gak suka cewe dan suka sesama jenis hum?" Menarik nafas dalam-dalam, Marlo menahan diri untuk tidak terisak kencang.

Pikirannya berkelana, dengan hadirnya Sebastian dihidupnya membuat Marlo tanpa sadar bergantung atas hadirnya didunia. Pertemuan mereka cukup lucu sebenarnya, menjadi tetangga satu komplek dan Marlo baru tahu bahwa Sebastian hanya mengikuti home scholling dan tidak bersekolah layaknya anak-anak remaja lain. Keduanya jika bertemu diawal hanya saling sapa, dan Marlo memang terbilang cuek terhadal sekita. Jika bertemu Sasha adiknya Sebastian saja ia hanya menyapa lewat senyuman dan tidak berbicara sepatah katapun.

Mungkin memang Marlo tidak tahu bahwa setelah Sebastian mengajaknya berbicara ketika Marlo berkunjung mengantar kue buatan maminya, disana ia dibuat bungkam dengan apa yang dialami Sebastian. Keluarga Sebastian begitu ramah dan hangat, selalu memastikan bahwa kedua anaknya baik-baik saja. Sebastian maupun Sasha.

Sebastian itu anaknya hangat, tutur katanya sopan. Bahkan saat mereka bertatapan, Marlo dapat lihat kelembutan didalam matanya. Tangan hangat Sebastian yang siap siaga menolong ketika ingin terjatuh saat jalan atau menyebrang jalan ketika mereka jalan-jalan sore mencari udara segar.

Mungkin orang-orang yang melihat mereka bergandengan tangan akan mengira bahwa mereka adalah kakak beradik. Tetapi beda untuk Marlo, dia merasakan keanehan pada dirinya sendiri. Sebagai anak SMA jelas Marlo sudah pernah merasakan namanya pacaran dan bersentuhan tangan seperti itu. Tapi rasanya tidak sebahagia saat Sebastian menggengam tangannya, dan menuntunnya ketika berjalan.

"Babas sayang...kapan kamu bangun dan kita jalan-jalan berdua lagi? Aku kangen, Bas. Aku kangen...." Wajahnya ia lingkupi dengan genggaman tangan mereka, Marlo menangis sejadi-jadinya disana. Rasa sesaknya sungguh terasa, membunuh perasaan tenang Marlo yang kian hari menjadi perasaan gelisah  karena Sebastian tak kunjung bangun dari tidur nyenyaknya.

Rasa gundahnya semakin besar dengan rasa takut yang menggrogoti hatinya dan pikirannya. Ia mencoba untuk tetap seperti biasanya ketika disekolah, menjalani hari-hari seperti biasa. Tapi tanpa Sebastian, justru rasanya sepi sekali. Marlo tahu, kehidupannya sekarang bergantung dengan hadirnya Sebastian. Hubungan keduanya pun sudah diketahui orang tua masing-masing dan mereka tetap mendukung apapun keadaannya.

Marlo tahu, sejak awal ia mengambil resiko ketika mengungkapkan perasaannya pasa Sebastian. Persis didepan pintu utama rumah Sebastian, Marlo tanpa pikir panjang menyatakan apapun yang ia rasakan dengan hatinya yang meledak-ledak. Reaksi yang sungguh diluar prediksinya, Sebastian juga menyukainya. Hal indah itu tentu membuat Marlo tak menyia-nyiakan hari. Ketika Sebastian mengajaknya berkencan, ia akan selalu siap dan mau.

Sungjake.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang