"Mungkin benar, penyesalan itu akan selalu datang saat kita sudah berada di titik paling akhir. Dan rasa takut kehilangan pun sudah melebur tak terbatas. Hingga pada akhirnya, menangis adalah pilihan."
ARSENIO LAKSH TAKSA.
HAPPY READING.
Deg
Sekujur tubuh mereka menegang tak kala mata mereka bertemu dengan badan gadis yang usianya sama dengan mereka. Arsenio yang melihat tubuh gadis itu langsung membuang pandangannya ke arah lain, air matanya mengalir tanpa di minta.
Tubuh gadis itu sebagian sudah hancur. Kaki yang hampir terlepas, tangan dan perut yang tergores cukup dalam, serta wajah yang penuh dengan luka. Entah apa yang sudah membuatnya seperti itu, yang pasti, pemandangan ini cukup mengagetkan mata semua orang.
Arsenio meneguk salivanya dengan sudah payah, matanya terus menangis. "Itu bukan Naura, tapi, apa hal yang dia alami akan Naura alami juga?" dengan perasaan takut, Arsenio menatap air sungai yang terlihat lebih tenang di banding semalam.
"Sabar, kita berdoa aja ya? Semoga Naura cepat ketemu dan keadaan baik-baik aja," Aril datang, sembari menenangkan Arsenio.
Jujur saja, apa yang terjadi barusan membuat mereka sedikit berpikir negatif tentang keadaan Naura. Mereka sudah menjalankan pencarian selama dua hari, dan itu cukup membuat pikiran negatif menguasai.Bayangkan saja, air sungai yang deras karena hujan, dan beberapa hal yang mungkin mengakibatkan terjadinya kematian. Seperti kayu, besi, batu dan yang lain. Semua itu tentu tidak lepas dari sungai yang cukup luas itu, apalagi, sungai itu sudah membuktikan keganasannya dengan memperlihatkan mereka pada mayat perempuan itu.
Arsenio menghela napas kasar. Untuk kesekian kalinya, dia merasa gagal menjaga gadis kesayangan Mama dan Papanya. Sungguh, Arsenio merasa bersalah dengan kebodohannya itu.
Berbicara tentang Mama, Papa. Kini Anton sudah dalam perjalanan menuju tempat mereka mencari Naura, semalam Anton tidak mendapatkan tiket, jadi baru tadi pagi dia bisa berangkat ke Indonesia. Dan dengan perasaan marah, pria itu langsung meminta lokasi jatuhnya Naura.
"Arsenio," suara tegas bercampur marah terdengar tegang dalam telinga Arsenio. Lelaki berusia 18 tahun itu menoleh pada sumber suara, dimana si pemilik suara tak lain dan tak bukan adalah Anton. "Naura mana?"
Arsenio menunduk, memainkan jari-jarinya dengan takut. "Nio minta maaf, Pa. Sampai sekarang Naura belum di temukan," sahutnya. Sungguh, bukan perasaan takut akan di pukul yang Arsenio rasakan. Namun, takut akan di benci oleh Anton yang sekarang dia rasakan.
Bagaimana pun, Anton adalah sosok yang sangat berharga untuknya. Anton yang sudah merawat dan membesarkan dirinya dengan kasih sayang yang tiada tara. Dan sekarang, Arsenio justru dengan tega membuat Putri mereka menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSENIO (END)
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM BACA!❗ "Lo dan gue cuma di jodohin! Jadi, lo enggak usah berharap lebih! Karena gue cintanya sama Nayla, bukan lo!" "Aku tau itu!" Cinta segitiga sama suami sendiri? Bagaimana itu? Suaminya mencintai gadis lain, dan dia mencinta...