05 - Agen Cokelat

24 9 6
                                    

Suara ketukan pintu terdengar menggema di seisi kelas 11 IPA 1. Pak Seno yang tengah menerangkan pelajaran terpaksa berhenti sejenak.

"Permisi, Pak."

"Kaianna, dari mana saja kamu?"

"Saya habis dari UKS, Pak. Tadi sedikit tidak enak badan," jawab Kai yang jelas berbohong. Tidak mungkin bila ia mengatakan yang sejujurnya perihal keterlambatannya masuk ke dalam kelas.

"Oh, baik silakan masuk ke kelas."

Beruntung, Pak Seno memercayainya dan memberikan izin agar Kai bisa langsung masuk mengikuti pelajaran yang tengah berlangsung.

"Kai, kamu sakit?" Sana melemparkan kekhawatirannya kepada Kai. "Pasti kepala kamu hampir meledak karena ikut tes penyisihan, makanya badan kamu ikut sakit," ujar Sana sembarang menduga.

"Ngaco kamu, San. Aku udah enggak pa-pa. Tadi cuma ngerasa lemas sedikit, tapi setelah minum obat dan istirahat bentar, udah enakan kok," balas Kai.

Sepertinya, juga bukan ide yang bagus untuk memberitahu Sana kejadian yang sebenarnya. Jika gadis itu tahu, ia akan melemparkan begitu banyak pertanyaan untuk Kai. Jadi, untuk kali ini, biarkan Kai berbohong kepada Sana.

"Oke lah kalau begitu. Pak Seno tadi ngasi cukup banyak catatan, nanti aku pinjamin kamu buku catatan aku."

Kai menganggukkan kepala, lantas berterimakasih kepada Sana yang kini kembali fokus mendengarkan penjelasan Pak Seno. Sementara itu, Kai memundurkan tubuh menempel pada kursi, lalu mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya.

Cokelat dari Sean.

Sebelum mereka resmi berpisah untuk menuju kelas masing-masing, Sean memberikan beberapa cokelat untuk Kai.

Kai tersenyum kecil memandangi cokelat di tangan, lalu kembali memasukkan ke sakunya. Kai menegakkan bahu, ikut fokus mendengarkan penjelasan Pak Seno yang sudah maju beberapa langkah akibat ketertinggalannya.

🌟

Siang itu, Kai tidak langsung pulang ke rumah. Sana mengajaknya pergi ke toko buku terlebih dahulu untuk membeli novel keluaran terbaru dari penulis favorit gadis itu. Mau tak mau, Kai menemaninya.

Dari toko buku, keduanya memilih untuk menikmati kopi di kafe dekat sana. Kai baru menginjakkan kaki di rumah pukul setengah lima sore.

Sebelum masuk ke dalam rumah, Kai terlebih dahulu melihat mobil berwarna silver milik Marcel yang sudah bertengger di halaman. Sepertinya beberapa hari ini, Marcel sering pulang lebih awal.

Kai menghela napas. Mengingat perdebatannya dengan Marcel tadi malam dan namanya yang tidak terpilih sebagai perwakilan olimpiade, Kai merasa tidak senang. Entah hingga kapan masalah tentang Kai yang tidak mau berkutat di perusahaan dan Kai yang ingin menjadi psikolog terus menjadi bahan perdebatan mereka.

Kai mengabaikan itu, memilih untuk segera masuk ke dalam rumah. Hari ini terasa begitu gerah, Kai tidak sabar untuk segera mengalirkan air ke tubuhnya agar mendapatkan kesegaran.

Saat hendak masuk ke kamar, Kai berhenti tepat di depan kamar Marcel. Memandangi pintu jati berwarna cokelat tersebut cukup lama, hingga pemilik kamar menyembulkan wajahnya saat pintu terbuka.

"Kai."

Kai yang segera sadar akan tindakannya barusan, mengalihkan pandangan dari Marcel, lalu berjalan lurus menuju kamar. Tanpa berniat membalas panggilan Marcel pada dirinya tadi.

Kai mendaratkan tubuhnya di kursi belajar, mendinginkan tubuhnya sejenak dari matahari yang menemani sejak ia di luar, sebelum bergegas mandi.

Kai keluar dari kamar mandi setelah cukup lama berendam di sana hingga tanpa ia sadari, langit biru secara perlahan sudah berubah menjadi jingga.

Flawed PerfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang