12 - Ternyata, Rasa Sakit itu Masih Ada

13 6 0
                                    

Untuk pertama kali setelah sekian lama menghindar, Kai menginjakkan kakinya di PT. Victoria Group. Dengan riasan wajah yang dirasa cukup tebal, dress panjang berwarna biru muda, serta high heels setinggi 5 cm, Kai menyeret paksa kakinya memasuki ruangan besar di lantai teratas gedung Victoria yang biasanya digunakan untuk mengadakan acara.

Sejujurnya, Kai sangat ingin melepas high heels yang dikenakan, lantas berlari kembali ke pintu utama untuk keluar dari ruangan ini. Namun, rasanya terlambat. Sebab, Marcel yang kini mengenakan jas berwarna putih gading telah menangkap kehadiran Kai di situ. Marcel melambaikan tangan, memberikan kode untuk Kai mendekatinya. 

Mau tak mau, Kai berjalan menuju pria yang kini dikelilingi oleh beberapa pria berjas lain. Dapat Kai tebak, para pria itu ialah kolega dari papanya.

Ketika Kai berdiri di sebelah Marcel, pria itu lantas merangkul bahu Kai, seraya memperkenalkan Kai kepada para kolega. ”Pak Lutfi, Pak Theo, Pak Harris, perkenalkan ini putri tunggal saya. Kaianna Victoria.”

”Wah, ternyata ini putrinya Pak Marcel. Cantik sekali, ya.”

”Iya, wajarlah, gen Pak Marcel ini tentu tidak ada yang gagal.”

”Ah, Bapak-bapak ini terlalu memuji. Putri saya memang cantik, persis seperti mendiang istri saya,” jawab Marcel.

Selama beberapa menit ke depan, topik perbincangan antara Marcel dengan para koleganya ialah seputar Kai. Beruntung, kehadiran para kolega ini membuat Kai terhindar dari pertanyaan Marcel akan dirinya yang kabur dari rumah semalam.

”Jadi, Kai ini yang nantinya akan meneruskan Victoria Group, ya, Pak Marcel?” tanya pak Lutfi, yang terlihat jauh lebih berumur dibanding yang lainnya.

”Iya, betul sekali.”

”Tapi, kenapa biasanya putri Bapak ini tidak terlihat di perusahaan?”

”Saat ini, Kai masih harus fokus sekolah. Setelah nanti menamatkan pendidikan, baru Kai yang akan menggantikan saya di Victoria Group.”

Kai menghela napas. Merasa jengkel dengan topik perbincangan ini. Kai terus memutar otak agar bisa keluar dari lingkaran ini.

”Pa, Kai ke toilet sebentar, ya.”

”Iya, Sayang. Segera kembali, ya. Karena Papa sebentar lagi mau naik ke panggung.”

Untuk sesaat, Kai merasa bisa menarik napas lega. Meskipun ia tidak benar-benar ingin ke toilet, tapi setidaknya Kai bisa mengistirahatkan sebentar dirinya dari pembahasan yang tidak menarik itu.

”Permisi, toilet di mana, ya?” tanya Kai kepada perempuan dengan seragam putih hitam, yang sepertinya merupakan panitia dari acara ini.

”Oh, Kakak lurus aja, terus nanti belok kiri. Toilet wanita ada di sebelah kanan.”

”Terima kasih.”

Kai mengikuti arah yang ditunjukkan oleh perempuan tadi. Sekembalinya dari toilet, Kai mencari keberadaan Marcel. Setelah mendapati Marcel kini berada di dekat panggung. Ternyata, Marcel tidak sendiri di sana, melainkan bersama dengan seorang wanita. Sayangnya, Kai tidak bisa melihat wajah wanita itu, karena posisinya yang membelakangi Kai.

”Pa,” panggil Kai.

Baik Marcel maupun wanita itu menoleh ke arah Kai. Di saat yang bersamaan, Kai dapat melihat wajah wanita itu, begitu jelas.

”Halo, Kaianna. Lama enggak ketemu, kamu udah makin dewasa aja,” ujar wanita tersebut basa-basi.

Sementara, Kai hanya membalas dengan tatapan tidak sukanya. 

Flawed PerfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang