08 - Tak Selamanya Kebaikan Tampak Baik

23 8 0
                                    

"Baiklah, Murid-murid sekalian. Hari ini adalah bimbingan terakhir kita untuk persiapan olimpiade yang akan dilaksanakan beberapa hari kedepan. Setelah ini, kalian akan belajar secara mandiri di rumah untuk memantapkan proses selama bimbingan. Ibu harap, kalian bisa menggunakan waktu yang ada dengan sebaik mungkin dan mengevaluasi hasil diskusi kita di ruangan ini. Terima kasih karena kalian sudah mengikuti bimbingan dengan begitu baik."

Bu Agatha mengakhiri kalimat panjangnya dengan tepuk tangan untuk mengapresiasi kerja keras ketiga siswanya selama mengikuti bimbingan.

Ketiga murid yang telah diampunya turut mengucapkan terima kasih. "Terima kasih untuk bimbingannya, Bu."

"Oh iya, sebelum Ibu mengakhiri kelas ini, Ibu mau memberitahukan sebuah pengumuman. Panitia olimpiade menyampaikan bahwa lomba yang sebelumnya akan dilaksanakan pada tanggal 14 akan diundur satu hari, dikarenakan satu dan lain hal. Anggap saja, kalian mendapatkan bonus satu hari untuk persiapan."

"Wih, keren. Aku jadi punya lebih banyak waktu untuk ngapalin kosakata asing dan rumus," ujar Elisa.

"Baik kalau begitu, Ibu akhiri kelas hari ini. Terima kasih dan sampai bertemu di olimpiade nanti!"

"Terima kasih, Bu."

Setelah bu Agatha keluar, Elisa dan Abel berkumpul di meja Kai.

"Kai, karena hari ini bimbingan terakhir, gimana kalau kita rayain dengan makan bakso bareng?" tanya Abel yang disetujui oleh Elisa.

Kai tampak antusias dengan ajakan itu, sayangnya ... "Aku mau banget, tapi masalahnya aku alergi daging sapi."

"Yah." Elisa tampak kecewa dengan kondisi tersebut. Namun, beberapa detik kemudian, ia menjentikkan jari, lantas berujar, "Kalau gitu, kita makan soto ayam depan sekolah aja."

"Nah, boleh tuhh," timpal Abel. "Gimana, Kai?"

Kai berpikir sejenak, kemudian menganggukkan kepala. "Ayo!"

"Yeay!"

Ketiganya lantas buru-buru berkemas dan keluar dari ruang bimbingan. Cacing-cacing di perut rasanya sudah melayangkan aksi demo karena isi makanan habis dikuras dan diubah menjadi energi untuk belajar.

Di tengah-tengah perjalanan menuju warung soto yang terletak di depan sekolah, Elisa bersuara, memecah keheningan di antara ketiganya.

"Eh, aku punya ide. Selama kita bimbingan kan kita udah pelajari semua materi sama-sama. Gimana kalau di belajar mandiri kita ini kita bagi tugas aja? Jadi, istilahnya masing-masing dari kita itu belajar lebih untuk mata pelajaran yang satu, biar bisa lebih mendalami."

"Aku setuju sama ide Elisa. Kalau kamu gimana, Kai?" sahut Abel.

"Aku juga setuju. Untuk pembagian mapel bagusnya gimana?"

"Gini aja, kan di antara kita bertiga nilai Fisika kamu paling tinggi, jadi kamu ambil Fisika aja," Elisa menunjuk Kai, lantas beralih menunjuk Abel, "Abel bagian biologi, karena Abel kuat hafal-hafalan. Aku sendiri bakal ambil Kimia. Gimana? Pada setuju gak?"

Abel dan Kai saling bertukar pandang, sebelum akhirnya mengembangkan senyum. "Setuju banget," ujar keduanya.

"Oke, kalau gitu pada oke, ya."

"Eh iya, Kai, bagi tips ke aku dan Elisa dong supaya enggak grogi pas hari H. Soalnya, kamu kan udah sering ikut olimpiade," ujar Abel.

"Nah, iya tuh. Ajarin dong suhu." Elisa menempelkan kedua telapak tangan membentuk tanda memohon.

"Enggak ada tips yang gimana sih. Intinya kita percaya aja sama kemampuan dan apa yang udah kita pelajari. Ingat, hasil itu enggak kan mengkhianati usaha," ujar Kai lantas menyemangati kedua rekan olimpiadenya.

Flawed PerfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang