Setelah bertahun-tahun hidup dalam perasaan penuh amarah, hari ini Kai sepenuhnya sudah berdamai dengan keadaan. Ia percaya, perihal hidup dan matinya seseorang sudah diatur oleh yang di atas, termasuk kepergian Mariam. Barangkali, selama ini, Kai hanya belum bisa menerima kepergian Mariam yang terlalu tiba-tiba.
Kai juga sudah memaafkan Marcel atas kejadian yang lalu. Mungkin, di satu sisi, Marcel salah. Harusnya, Marcel tidak sembarang mengambil keputusan tanpa diketahui oleh Mariam. Namun, di sisi lain, Marcel mempunyai alasan kuat untuk itu. Semua ia lakukan tentu untuk kedua orang yang begitu dicintainya.
Tidak lupa, Kai juga berterima kasih kepada Kasih yang sudah mengizinkannya tinggal selama dua hari di rumah wanita itu.
”Sama-sama, Sayang. Tante sama sekali nggak ngerasa direpotin, kok. Tante malah senang, karena ada yang nemenin Sella tidur. Biasanya, Sella suka merengek minta ditemanin sama Tante soalnya.”
Rencananya, Kai ingin tetap tinggal di kantor Marcel dan menunggu Marcel hingga jam pulang kerja untuk pulang bersama ke rumah. Namun, ketika Kasih mengajaknya ke rumah terlebih dahulu karena ada yang ingin ditunjukkan, Kai tidak bisa menolak permintaan Kasih.
”Sean sama Sella nggak di rumah, Tan?” tanya Kai ketika melihat suasana rumah Kasih yang sepi saat ini.
”Sella lagi latihan nari di sekolah. Kalau Sean, Tante nggak tahu, mungkin lagi ke rumah teman atau latihan basket,” jawab Kasih.
Entah apa yang ingin wanita itu tunjukkan kepada Kai hingga mengajaknya ke suatu ruangan, tempat di mana Kasih menyimpan barang-barang lama yang sudah lama tidak terpakai.
Butuh beberapa waktu hingga Kasih berhasil menemukan barang yang dicari. Kasih kemudian menghampiri Kai yang duduk melantai di dekat pintu dengan membawa sebuah album foto.
Ketika halaman depan album dibuka, Kai dapat melihat wajah seseorang yang begitu dirindukan di sana. ”Mama?”
”Ini album kenangan Tante dan mama kamu, Kai,” ucap Kasih. ”Mama kamu itu orang yang paling susah buat diajak foto. Jadi, setiap kali Tante mau ngajakin mama kamu foto bareng, Tante harus bujuk mama kamu dulu dengan susah payah.”
Kai tersenyum mendengar penuturan Kasih. Pantas saja Kai tidak memiliki begitu banyak foto akan Mariam. Bahkan, foto Mariam di luar foto keluarga dapat dihitung menggunakan jari. Ternyata, mendiang mamanya itu memang sedari dulu susah diajak berfoto.
”Tante bersahabat sama mama kamu dari masih SD bahkan sampai zaman kuliah waktu mama dan papa kamu ketemu. Dari situ, baru Tante kenal dan juga berteman dengan Marcel."
"Semua kebiasaan mama kamu selalu Tante hafal dan ingat sampai sekarang. Kalau mama kamu lagi sedih, dia bakalan maksain diri makan makanan yang pedas. Padahal, dia sendiri tahu, lambungnya paling nggak kuat sama makanan pedas. Jadi, habis makan, dia langganan ke toilet.”
Kai merasa terhibur ketika mendengar cerita dari Kasih, seraya melihat foto-foto kenangan mamanya. Setidaknya, itu bisa sedikit mengobati rasa rindu Kai akan mamanya.
”Saat mama kamu meninggal, Tante benar-benar terpukul. Tante kecewa karena Tante nggak bisa bantu keluarga kamu waktu itu. Kalau waktu itu Tante bisa bantu perusahaan papa kamu, mungkin jalan ceritanya nggak akan seperti ini. Tante berutang banyak sama mama kamu. Mama kamu selama ini udah banyak bantu Tante.”
Kasih memegang tangan Kai, lalu mengelusnya lembut. ”Album foto ini nanti kamu bawa pulang, ya. Jadi, ketika kamu ngerasa kangen mama kamu, kamu bisa lihat album ini.”
”Beneran, Tan? Ini buat Kai? Tapi, ini kenangan Tante sama mama.”
”Nggak pa-pa, Kai. Tante rasa, kamu yang lebih perlu album foto ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Flawed Perfection
Teen Fiction[ Cerita ini diikutsertakan dalam Festival Menulis Fiksi Rasi ] Kehidupan itu rumit. Terkadang, apa yang terlihat oleh mata tidak sepenuhnya dapat dipercaya. Sama seperti halnya dengan kehidupan yang dimiliki Kaianna Victoria. Orang-orang menyebutn...