20 - Yang Terlihat Baik-Baik Saja

7 3 0
                                    

Belum sempat Kai membaca lebih lanjut laporan diagnosis dari rumah sakit itu, teleponnya sudah berbunyi.

Kai menarik napas panjang untuk menenangkan pikirannya, sebelum mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, Kai. Berkasnya udah ketemu?" tanya Marcel di seberang sana.

"Iya, Pa. Udah ketemu."

"Papa udah suruh sopir untuk jemput kamu, ya. Nanti kamu langsung ke ruangan Papa aja. Papa tunggu."

"Iya, Pa."

Setelah itu, panggilan terputus. Kai menggeletakkan ponsel di atas meja, kembali memperhatikan surat yang mampu mengguncang pikirannya itu. Dibanding mengembalikan surat itu pada tempatnya, Kai lebih memilih untuk menyimpannya. Ada hal yang harus Kai cari tahu mengenai laporan diagnosis tersebut.

Kai lantas meninggalkan ruangan kerja Marcel, lalu menghampiri sopir yang sudah menunggu di halaman rumah.

"Berkasnya pak Marcel sudah dibawa, Non?"

"Sudah, Pak."

Selama perjalanan dari rumah menuju kantor Marcel, Kai menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Pikirannya benar-benar tidak bisa beralih dari setiap tulisan yang ia baca dari surat itu.

Jika memang benar itu milik Marcel, lantas kenapa selama ini Kai tidak tahu bila papanya itu sempat memiliki masalah dengan kesehatan jantungnya yang mengharuskan Marcel bertemu dengan dokter spesialis Jantung. 

"Non, sudah sampai."

Kai begitu fokus pada pikirannya hingga merasa bahwa jarak dari rumah ke kantor yang harusnya ditempuh dalam waktu setengah jam, kini menjadi begitu singkat.

"Permisi, saya Kaianna. Putri pak Marcel. Saya ingin mengantarkan berkas kepada papa saya. Apakah bisa?"

Begitu resepsionis mendengar nama Kaianna, ia langsung mengarahkan Kai menuju lift.

Lift terus bergerak menuju lantai 6, di mana ruangan Marcel berada. Setelah pintu terbuka, Kai lalu mengikuti arahan dari resepsionis tadi dan dengan segera menemukan ruangan Marcel.

"Pa," panggil Kai setelah mengetuk pintu ruangan Marcel.

Ternyata benar, Marcel sudah menunggu kedatangan Kai. Terlihat dari pria itu yang segera menghampiri Kai dan mengambil berkas yang dibawa oleh putrinya.

"Papa ada rapat dulu, Kai. Kamu mau tetap di sini nungguin Papa atau gimana?"

"Kai mau duduk bentar aja dulu, nanti baru pulang, Pa," ujar Kai.

"Kalau begitu, kamu pulang sama pak Bambang aja, ya. Nanti Papa kasi tahu pak Bambang. Papa mau rapat dulu. Kamu baik-baik di sini, ya. Kalau butuh apa-apa, telepon aja pakai telepon di meja Papa."

Marcel lalu meninggalkan Kai di ruangan besar tersebut. Gadis itu lantas melihat-lihat pada ruangan Marcel, sebelum duduk di sofa panjang di sudut ruangan.

Baru saja Kai mendaratkan tubuhnya di sofa, terdengar suara ketukan pada pintu ruangan. Kai menoleh menuju sumber suara, mendapati siapa yang baru saja mengetuk pintu.

"Pak Marcel meminta saya ke sini untuk menemani kamu," ujar Steven, orang kepercayaan Marcel yang telah bekerja belasan tahun dengan Marcel.

Dan, barangkali, seharusnya Steven tahu sesuatu tentang laporan diagnosis Marcel.

”Pak Steven, ada yang ingin saya tanyakan,” Kai menggantung kalimatnya sejenak, ”Ini ada kaitannya sama papa saya.”

”Boleh, tapi sepertinya tidak di sini. Bagaimana kalau kita bertemu setelah saya pulang kerja di kafe sekitar sini?”

Flawed PerfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang