07 - Benarkah Ini Sebatas Keberuntungan?

22 9 0
                                    

"Ada gerangan apa tiba-tiba mau traktir aku makan bakso, Kai? Pasti kamu lagi senang," ujar Sean memandangi semangkuk bakso di hadapannya.

Setelah mendapatkan berita bahagia dari Bu Agatha, Kai kemudian mengirimkan pesan kepada Sean untuk menemuinya saat pulang nanti di salah satu warung bakso di dekat sekolah. Ketika Sean tiba, Kai tiba-tiba menyuruhnya memesan bakso dan mengatakan bahwa Kai yang akan membayar pesanan tersebut.

"Waktu jam istirahat pertama, Bu Agatha manggil aku ke ruangan. Dan, kamu tahu ... bu Agatha bilang aku bakal gantiin Keiko untuk perwakilan olimpiade."

"Serius, Kai? Kalau begitu, selamat. Akhirnya, kecemasan kamu membuahkan hasil yang baik."

"Tapi, Sean ... menurut kamu, apa aku harus berbahagia atau nggak. Aku bisa menjadi perwakilan sekolah karena Keiko mengalami kejadian buruk. Aku merasa seperti lagi bahagia di atas penderitaan Keiko," lanjut Kai dengan nada yang tidak seantusias saat memberitakan untuk pertama kali.

"Aku rasa, kamu enggak perlu secemas itu. Lagi pula, ini juga bukan kemauan kamu. Keiko mengalami insiden dan kamu ditawarkan bu Agatha untuk menggantikannya. Ini jelas dua hal yang berbeda."

Sean mengulurkan tangan, kemudian menepuk bahu Kai yang duduk di hadapannya lembut. "Udah, nggak pa-pa. Karena kamu udah dipercaya, kamu harus buktikan itu. Kalau nanti tim sekolah yang mendapatkan juara, pasti Keiko juga akan senang."

Mendengar perkataan Sean, Kai menyunggingkan senyum. "Terima kasih, ya, Sean. Kamu selalu buat aku ngerasa lebih tenang dengan kata-kata kamu."

"Sama-sama, Kai. Oh iya, jadi kapan kalian mulai bimbingan olim?"

"Mulai besok."

"Kalau gitu, semangat, Kaianna Victoria. Aku yakin, di olimpiade kali ini kamu juga bisa memberikan yang terbaik!"

🌟

Hari ini hari pertama bimbingan persiapan untuk olimpiade bulan depan. Sebelum masuk ke ruangan bimbingan, Kai terlebih dahulu membeli roti dan air mineral dingin untuk lebih fokus saat belajar nanti. Mengingat bimbingan dilaksanakan di siang hari dan itu merupakan waktu yang rawan untuk diserang kantuk. Maka, salah satu senjata untuk melawan rasa kantuk ialah dengan mengenyangkan perut.

Di dalam ruangan kelas yang terdiri dari tidak banyak meja dan kursi tersebut, sudah ada Elisa dan Abel, teman berbeda kelasnya yang akan menjadi rekan Kai selama kurang lebih satu bulan ke depan. Di antara Abel dan Elisa, Kai hanya lebih sering bertemu dengan Abel yang beberapa kali ikut tes penyisihan olimpiade.

Kai menyapa keduanya dengan ramah. Namun, hanya Abel yang membalas sapaannya. Sementara itu, gadis dengan rambut lurus sebahu dan berkacamata di sebelah Abel menatap Kai dengan sinis.

"Oh ini yang ngegantiin Keiko buat jadi perwakilan olimpiade. Gayanya pede banget. Padahal, cuma beruntung aja tuh Keiko lagi kena musibah dan ngundurin diri dari olimpiade."

"Waktu enggak kepilih kemarin, muka kamu mendramatisir banget sampai bu Agatha prihatin sama kamu. Sekarang, pasti kamu lagi senang banget karena Keiko ngundurin diri supaya kamu bisa jadi perwakilan. Iya, kan?"

"Elisa!"

Itu suara Abel yang menyela. Sementara Kai masih tetap bergeming. Tidak berniat untuk menjawab kalimat sindiran Elisa.

"Kenapa, Abel? Kamu enggak terima aku bilang dia kayak gitu? Lagian, kenyataannya juga seperti itu. Lihat, dia aja bahkan enggak berani ngejawab aku. Itu artinya apa yang aku bilang itu benar."

Kai tidak terlalu mengenal Elisa. Kai hanya tahu bila Elisa berada di kelas 11 IPA 3 dan berteman baik dengan Keiko. Kalimat yang barusan dilontarkan oleh Elisa tentu karena rasa kecewa, posisi yang harusnya diisi oleh baiknya malah digantikan oleh Kai.

Flawed PerfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang