Chapter 6

23 4 0
                                    

-Happy Reading-

Setelah mengambil keputusan untuk lebih memilih keinginannya dari pada kemauan orang tuanya, Arga merubah kelakuannya lebih buruk di bandingkan dari kemarin - kemarin. 

Keesokan harinya...

Para ayam mulai berkokok yang menandakan pagi akan segera datang. Namun sang Mentari masih sangat malu-malu untuk menampakkan sinarnya.

Adzan subuh pun sudah berkumandang sejak beberapa menit yang lalu. Akan tetapi Arga masih saja tertidur dengan nyenyak tak kunjung bangun dari alam mimpinya.

Dan lagi-lagi ia hampir saja tertinggal dari dua rakaat wajibnya. Jika bukan karena teman sekamarnya yang telaten membangunkan, bisa saja akan menjadi terlewatkan.

"Arga ayo bangun shalat subuh dulu . Kita shalat jema'ah," Teman arga membangunkan dengan membuka selimutnya.

"Duh masih ngantuk berat ni, lima menit lagi ya. "protes Arga."

"Kita jangan menunda-nunda kewajiban kita kepada Allah. Ayo, bangun sekarang juga." Pesan temennya itu.

"Baiklah, aku akan segera bangun." Jawab Arga sambil bangun dan meranjak meninggalkan tempat tidurnya.

Mereka pun pergi bersamaan ke mesjid. Kemudian Arga mengambil air wudhu dan setelah itu ia shalat berjemaah. Beberapa menit kemudian, akhirnya shalat subuh pun selesai. Setelah itu ia sarapan pagi.

Selesai sarapan Arga langsung menuju kelas untuk mengikuti pelajaran dari para guru pesantren. Tapi dalam pembelajaran itu Arga duduk di dalam kelas pengajian dengan penuh melamun dan  pikirannya melayang jauh.  Guru pesantren yang memperhatikan itu, mendekatinya.

" Arga, saya melihat kamu sering terlihat melamun di dalam kelas. Apakah ada yang mengganggu pikiranmu? apa yang kamu pikirkan? Kenapa kamu terlihat tidak fokus?" Ucap guru itu sambil melangkah ke arahnya.

"Maafkan saya, Pak. Saya sering kali terbawa lamunan." Jawab arga sambil tersentak dari lamunannya.

"Saya memahami bahwa pikiran kita kadang terdorong ke arah lain, tetapi sangat penting untuk tetap fokus saat belajar, terutama di lingkungan seperti ini. Ketika kita melamun, kita kehilangan kesempatan untuk menyerap ilmu yang diberikan." Nasehat dari guru tersebut.

"Saya akan mengingatnya, Pak. Terima kasih atas nasihatnya." Ucap arga

Setelah jam pelajaran selesai, Arga tidak langsung pulang, melainkan Arga sedang duduk di taman pesantren sambil melamun.

Dengan lamunannya, Arga memikirkan segala macam cara untuk keluar dari pesantren. Ia merasa terkekang dengan aturan-aturan yang ketat dan merindukan kebebasan untuk menjelajahi dunia di luar sana. Setiap hari, keinginannya semakin kuat, dan ia mulai mengambil jalan pintas dengan melakukan kenakalan lagi.

Setelah mencoba beberapa kali dan selalu gagal, Arga semakin putus asa. Dia mendekati teman-temannya yang nakal dan meminta bantuan. Mereka menawarkan rencana untuk membuat kekacauan di pesantren agar Arga bisa kabur saat semuanya sibuk menangani masalah.

Arga merasa senang dengan rencana itu. Pada malam hari, dia bersama teman-temannya melakukan keonaran di pesantren. Mereka memecahkan pot bunga, mencoret-coret dinding, membuat kegaduhan yang cukup besar, dan mereka merokok sembunyi-sembunyi di belakang bangunan pesantren, dan bahkan terlibat dalam pergulatan fisik dengan sesama santri.

Ia merasa bahwa dengan melakukan hal-hal itu, ia bisa mendapatkan perhatian dan mungkin mendapat dukungan untuk keluar dari pesantren.

Ia mengetahui bahwa perilakunya ini akan membuat marah para pengasuh dan guru, namun ia tak peduli. Baginya, ini adalah satu-satunya cara untuk membebaskan dirinya dari pesantren yang ia anggap sebagai penjara.

Saat para pengasuh akhirnya mengetahui bahwa Arga adalah otak di balik semua keonaran yang terjadi di pesantren, mereka memanggilnya untuk memberikan peringatan terakhir.

"ARGA... Sayaa sudahhh sangat sabar menghadapi sikap kamu ini , sayaa beri peringatan kamu satu kali lagi jikaa kamu melanggarnya lagi terpaksa saya harus memanggil orang tua kamu untuk menjemput kamu dari sini." Ucap kyai dengan amarahnya.

" Iyaa baik kyai, saya tidak akan mengulangi nya lagi." Ucap Arga sambil menunduk.

Namun, Arga dengan sengaja mengabaikan peringatan tersebut dan melanjutkan perilakunya. Arga semakin ngotot dan menolak untuk mendengarkan nasihat mereka.

Tak lama kemudian, Arga mendapat panggilan dari pengasuh kepala pesantren. Dengan tegas, mereka mengumumkan bahwa Arga akan dikeluarkan dari pesantren karena perilaku buruknya yang berulang kali.

" Arga saya sudahh bingung harus menghadapi kamu dengan cara apalagi dengan terpaksa saya akan memanggil orang tua kamu untuk menjemput kamu kesini." Ucap kiyai sambil memijat pelipis kepalanya.

Didalam hati arga tersenyum karena rencananya selama ini berhasil .
kyai menghubungi kedua orang tua arga untuk menjemput arga dan membicarakan semuanya.

"Orang tua kamu akan datang menjemput kamu esok hari." Ucap kyai

Arga hanya terdiam mendengar penuturan dari kyai, pasti ayahnya akan marah besar kepada arga tetapi arga tidak mempermasalahkan itu dan tidak memikirkan itu lagi karena yang terpenting dari Arga terbebas dari penjara suci ini dan ingin merasakan kebebasan lagi.

Lara DiBalik TawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang