Prolog

473 32 1
                                    

Suasana dingin selepas hujan membuat seorang remaja laki laki mempererat jaket agar udara dingin tak dapat menembus. Sembari merapatkan jaket, tangan kanannya bergerak menyembunyikan kalung batu Zamrud yang terlihat mengkilat bergantung di leher putihnya ke dalam baju agar tak bisa di lihat oleh siapapun.

Langkah kaki membawanya masuk ke dalam sebuah Cafe berlantai dasar kayu ulin. Pintu Cafe terbuka, bersamaan dengan bunyi lonceng yang bergema.

Sang pelayan sontak menampilkan senyum ramah, menyambut pelanggan pertamanya di hari minggu ini.

Pelayan wanita tersebut datang menghampiri remaja laki laki yang saat ini sedang duduk dengan nyaman di kursi paling pojok ruangan, bersampingan dengan kaca besar yang sedikit berembun sebab di luar sana gerimis kembali turun.

"Selamat datang di Warm Cafe, bisa saya catat pesanannya," Ujar pelayan itu seramah mungkin.

Remaja laki laki itu membuka buku menu yang memang berada di atas meja tempatnya duduk, bibir tipis tersebut terbuka.

"Tolong, Sponge cake dan Vanilla latte."

Pelayan wanita itu kembali menampilkan senyumnya, senyum manis itu luntur saat matanya terkunci pada pergelangan tangan pelanggan Cafenya itu.

Sadar akan kesalahan fokus si pelayan membuat si remaja laki laki membalik tangannya hingga bekas garis memanjang itu tak lagi terlihat.

"Jangan biarkan kebohongan menghancurkan hidup seseorang."

Pelayan tersebut gelagapan, merasa tak enak hati akan kelancangannya.

"Maafkan saya."

"Tidak masalah, teruslah jujur jika kau tak ingin membuat seseorang berada di posisiku."

Remaja laki laki itu tersenyum simpul, membuat rasa canggung memeluk suasana.

Pelayan tersebut berlalu usai mengatakan akan menyiapkan pesanannya, meninggalkan si remaja seorang diri-- menopang dagu sembari menatap lalu lalang orang orang di tengah derasnya hujan yang turun melalui kaca jendela.

Senyum yang terasa hambar terukir.














-Prolog-

Titik Hitam Dalam NuraniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang