03. Ungkapan

2.8K 282 4
                                    

Angkara melangkah gontai masuk ke dalam kamarnya. Satu jam di kurung oleh Firna di dalam tempat pengap tanpa cahaya membuat langkah yang di ambil Angkara terasa berat.

Menutup pintu dengan pelan, bocah yang memiliki banyak tahi lalat di wajah itu jatuh merosot--bersandar pada pintu.

Angkara memeluk kakinya, menenggelamkan wajah pada lutut. Pikirannya menerawang mengingat kejadian yang baru saja ia alami. Memang gelar "Anak cacat" bukanlah hal baru untuknya, tapi berulang kali kata itu ia dengar tak mampu untuk membuatnya terbiasa. Rasa sakit itu masih tetap sama.

Angkara sabiru, anak berusia 13 tahun yang menderita Sensorineural.

Sensorineural hearing loss adalah gangguan pendengaran yang terjadi akibat adanya masalah pada Koklea, yakni bagian telinga dalam yang memiliki saraf sensorik.

Sederhananya, tuli Sensorineural merupakan gangguan pendengaran yang menyerang syaraf indra pendengar dengan sifat permanen.

Berkat kemurahan hati tuan Darsa, Angkara masih bisa mendengar betapa berisiknya dunia. Ia bersyukur di beri fasilitas berupa alat bantu dengar sejak usianya 1 tahun hingga sekarang.

Melepas alat bantu dengar dari telinganya, suara denging mengalun berkepanjangan di susul dengan keheningan yang mencekam. Angkara mendongak, menatap pada kaca jendela, matahari mulai terbenam pun cahayanya yang turut meredup.

Andai saja hujan turun, pasti perasaannya akan jauh lebih baik.

Angkara menyukai ketenangan yang sang hujan ciptakan.

🍂🍂🍂

Ryan melangkah masuk melalui pintu depan dengan langkah lebar. Melonggarkan dasi yang terasa mencekik, Ryan menelisik sekitar yang tampak hening. Perut berbunyi menandakan rasa lapar.

Melempar asal tas berisi laptop ke atas sofa ruang tamu, arsitek itu memilih untuk menuju dapur lebih dulu alih alih membersihkan diri di dalam kamar.

Membuka kulkas, Ryan tak menemukan apapun yang berarti. Pemuda itu berdecak, ia merasa lapar dan waktu makan malam masih cukup lama. Mendatangi kamar Angkara, Ryan mengetuk keras.

Tak terdengar sahutan apapun dari dalam membuat Ryan menggeram kesal. Ia membuka pintu kamar Angkara, mendapati bocah itu sedang mengeringkan rambutnya yang basah di depan kaca.

"Santai banget lo, beraninya ngacangin gue." Ryan melenggang masuk, di tatapnya sang pelayang dengan angkuh.

"Gue laper, bikinin cemilan sana."

Angkara menatap bingung ke arah Ryan, ia celingukan mencari dimana dirinya meletakkan alat bantu dengar yang ia lepaskan sebelum mandi tadi.

Merasa kesal di abaikan, Ryan mencengkram lengan Angkara kuat membuat bocah itu meringis.

"Cepetan ke dapur bangsat! Inget tugas lo!"

"Tuan maaf, Kara gak bisa denger tuan bilang apa." Kedua mata Angkara bergetar, tatapan tajam Ryan sangat menakutkan.

Ryan mengerinyit, lalu melirik pada telinga Angkara yang tidak terpasang alat membuat pemuda yang lebih tua tertawa mengejek.

"Ngebuang waktu gue banget."

Ryan melepas cengkraman tangannya lalu memilih untuk pergi dari kamar Angkara, membiarkan bocah itu menatapnya penuh kebingungan.

Titik Hitam Dalam NuraniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang