"Bang, Camella ikut abang ya."
"Gak bisa Mella, abang mau ketemu klien bukan jalan jalan."
"Abang jahat, gak sayang sama aku. Camella sedih! Marah sama abang."
Camella menunjuk wajah kakak sulungnya dengan berani.
Raut wajah cemberut kala gadis itu beranjak pergi dari hadapan William membuat pemuda tinggi itu menghela napas.
"Tuh kan, anaknya ngambek. Kamu sih bang, bakal susah bujuknya." Sembari membawa cangkir berisi teh lemon di tangannya, Firna berjalan ke sisi samping William sebelum kemudian melanjutkan langkahnya menaiki tangga.
"Aku berangkat." Tak ingin menggubris perkataan sang Ibu, William memilih tuk beranjak pergi.
"Tuan Liam!"
Langkah kaki William terhenti di depan pintu, ia berbalik dan mendapati Angkara yang berlari kecil ke arahnya.
"Maaf tuan, tolong bawa ini ya."
Angkara menyerahkan paperbag hitam ke arah William.
"Apa ini Kara?"
Angkara tersenyum, "Cuma cemilan kecil kok, siapa tau nanti tuan Liam laper."
William tersenyum, suasana hatinya yang tadi buruk sekarang jauh lebih baik. Tangannya terangkat mengusak rambut Angkara.
"Makasih, ya."
🍂🍂🍂
Usai berbicang dengan kliennya, William menjatuhkan punggungnya bersandar pada kursi.
Pada hari minggu kantor hukum tampak sepi, hanya beberapa orang yang bertugas sajalah yang berada di kantor saat akhir pekan seperti ini.
Suara ketuk pintu terdengar beiringan dengan masuknya seseorang yang William kenali.
"Tuh kan bener, ada di kantor. Gue telpon gak di angkat."
William mendongak, alisnya terangkat melihat Ryan yang tampak santai melenggang masuk ke dalam ruangannya.
"Hp gue silent. Ngapain lo disini?"
Ryan duduk santai di atas meja usai melepaskan jaket kulitnya.
"Gerah bang, naikin suhu AC nya dong."
William mendengus. "Remote nya ada di dekat lo." Menunjuk dengan dagu keberadaan remote AC yang terletak di atas meja-- di depan sofa yang Ryan duduki.
"Lo gabut? Ngapain ke sini?"
"Habis mantau proyek, balik balik mobil mogok. Untung mogoknya dekat sama kantor lu ya gue jalan lah kesini. Btw numpang balik bang, mobil gue tinggal di perempatan ntar telponin montir ya."
William berdecak kesal, "Telpon sendiri lah! Gak liat lo, gue sibuk?"
"Eleh." Ryan menatap sinis saudaranya hingga tanpa sengaja matanya mengunci sebuah paperbag hitam di atas meja kerja William.
Ryan bangkit mendekati meja William. William yang sedang di sibukan dengan berkas berkas tentu saja mengabaikan aktivitas Ryan.
"Wih siapa nih yang ngasih makanan, cewe lu ya bang." Ryan menurun naikan alisnya saat mengeluarkan isi dari paperbag tersebut yang ternyata adalah wadah bekal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Hitam Dalam Nurani
Novela JuvenilSorot mata teduh menenggelamkan jiwa. Saat beradu tatap dengan netra indahnya ketenangan dapat dirasa. Di bawah bayangan teduh pohon ketapang kencana, si pemilik senyum manis itu berdiri. Kilau kaca dari balik bulu mata lentik menambahkah kesan mani...