13. Life is a game

2.5K 259 15
                                    

Suara menggema dari tiga langkah kaki yang saling beradu di atas lantai menggema. Walau sedikit tak bersemangat, Darsa menyambut kedatangan kawan lamanya dengan suka cita.

"Bagaimana kabarmu, sobat?"

"Sangat baik!"

Pelukan singkat dilakukan oleh dua kawan lama. Darsa menoleh ke arah samping, tepat seorang wanita bertubuh kurus berdiri. "Bagaimana keadaanmu sekarang Ariel?"

"Syukurnya aku sudah jauh lebih baik."

"Mas, mereka sudah datang?" Dari arah dapur, Firna berlari sedikit tergesa. Matanya berbinar saat melihat keberadaan sahabatnya, ia berlari kecil mendekati-- lalu, memeluk tubuh kurus Ariel yang mana langsung dibalas oleh wanita itu.

"Aku senang kau baik-baik saja. Terima Kasih sudah bertahan." Firna bahagia bukan main. Selama ini, ia jarang mengunjungi kedua sahabatnya itu di negeri kebebasan, ia lebih sering menanti perkembangan terbaru Ariel melalui handphone.

Dua orang pasangan suami istri itu dulunya adalah sahabat semasa SMA. Pertemuan terakhir mereka adalah saat Firna mengandung si kembar. Ariel dan Yudha-- suaminya, harus pergi ke luar negeri dan menetap di sana karena masalah kesehatan Ariel. Ariel adalah mantan pejuang kangker yang syukurnya diberi kesembuhan oleh Yang Maha Kuasa, walau harus melalui berbagai proses panjang terlebih dahulu.

"Aku sangat menyesal tidak sempat melihat putra bungsumu saat itu, pasti sekarang dia sudah besar."

Firna sedikit tertawa hambar. "Iya, usianya sudah 18 tahun-- dan apa kau tau, Ariel, mereka kembar!"

"Benarkah?" Keantusiasan terpancar di wajah wanita itu.

"Kalian ini, kalau sudah bertemu seperti ini, selalu lupa waktu, setidaknya biarkan tamu kita duduk dulu," gurau Darsa yang mengundang kekehan geli.

Liontin berwarna hijau zambrud berkilau di leher Ariel, kala wanita itu sedikit menunduk saat tertawa kecil. Firna menatap dalam liontin itu, ia melirik leher Yudha dan seorang pemuda berusia sekitar 24 tahun. Diyakini oleh Firna, di balik pakaian mereka, kedua laki-laki itu pasti juga menggunakan liontin yang sama dengan Ariel.

Menepis segala pemikiran sendunya, Firna dengan segera mengangkat topik pembicaraan baru.

"Apa dia Grissam? Ya ampun, betapa besarnya tubuhnya sekarang."

Grissam-- putra sulung dari Ariel dan Yudha tersenyum kecil, ia mengangguk sebagai tanda hormat kepada seorang wanita dan pria yang merupakan teman lama kedua orang tuanya.

Para tuan rumah menggiring tamu mereka untuk duduk.  Bu Asih datang dari arah dapur sembari membawakan minuman dan cemilan.

Firna duduk tepat di sebelah Ariel, pandangannya menunduk. Tangannya yang bertaut dengan tangan sahabatnya itu membuat Ariel reflek memberikan elusan kecil.

"Firna, sungguh banyak hal yang ingin kuceritakan padamu." Ariel tersenyum lembut namun juga sendu di saat bersamaan. Saat Darsa dan Yudha terlibat dalam obrolan mereka sendiri, Firna dan Ariel pun sama namun, bedanya, suara mereka sedikit berbisik.

"Kau ingat, setelah dua tahun aku di-vonis mengidap kangker.  Tuhan menitipkan kehidupan lain di rahimku."

Firna diam mendengarkan. Jelas ia sangat mengingat, bagaimana usaha mereka membujuk Ariel untuk melepaskan janin di rahimnya karena faktor kesehatannya, namun, Ariel begitu bersikeras mempertahankan. Bahkan Yudha di saat itu pun begitu kalut dan menyesali tindakan tanpa pikir panjangnya.

Dan sialnya ... ketika janin itu telah lahir ke dunia, ibu Ariel menjualnya kepada seorang pasangan suami istri yang tak bisa mempunyai anak. Hal itu, semata-mata dilakukan untuk membayar biaya pengobatan Ariel yang sangat tak manusiawi.

Titik Hitam Dalam NuraniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang